Sunday, June 8, 2014

KUMPULAN MAKALAH EKONOMI LENGKAP Manajemen Laba dalam Initial Public Offerings

Manajemen Laba dalam Initial Public Offerings (IPO)
di Bursa Efek Jakarta


            This paper examines the existence of earnings management of the IPO companies at Jakarta Stock Exchange for the periods 1995-2002. When a firm is going to go public, information about the firm is available in the prospectus. Investors evaluate the firm based on information disclosed in the prospectus. One information that become their attention is  earning information. Thus, issuers have incentives to manage  reported earning specifically at periods prior to IPO in order to influence market response.
            Tests were conducted on 81 firms that went public at Jakarta Stock Exchange for the periods 1995-2002. The method used to examine earnings management are the method that develop by Aharony, Lin, Loeb (1993) and Friedlan (1994).
             The results show that these firms manage their earnings to increase reported income before going public, specifically in the periods two years and one years prior to going public. For the period after the IPO (T+1), the test can’t find evidence that these firms manage their earnings. It means that accrual discretions which were made in the periods prior to IPO have not been reversed.

Keywords        :      Earnings   management,   Initial   Public  Offerings,   Accruals,
       Discretionary accruals.


1.                  Pendahuluan
Salah satu momen (peristiwa) penting bagi suatu perusahaan adalah saat perusahaan tersebut untuk pertama kalinya menawarkan sahamnya kepada public (IPO : Initial Public Offering). Dengan go public, perusahaan akan mendapatkan tambahan dana yang dapat digunakan untuk pengembangan usaha. Dalam melakukan penawaran saham perdana, pemilik lama perusahaan (issuers) menginginkan agar proceeds yang diperoleh dari penjualan saham tinggi. Untuk dapat mencapai hal tersebut, issuers menginginkan agar harga penawaran saham tinggi.
Namun penetapan harga tersebut tidaklah mudah. Gumanti (2001) menyatakan salah satu penyebab sulitnya menetapkan harga penawaran perdana adalah karena tidak adanya informasi harga yang relevan. Hal ini terjadi karena sebelum pelaksanaan penawaran perdana saham perusahaan belum diperdagangkan sehingga baik calon investor maupun issuers dan underwriter sama-sama menghadapi kesulitan untuk menilai dan menentukan harga yang wajar. Di samping itu, keterbatasan informasi mengenai apa dan siapa perusahaan yang akan go public membuat calon investor harus melakukan analisa yang menyeluruh sebelum memutuskan untuk membeli (memesan) saham.
Sumber informasi yang pasti tersedia untuk melakukan analisa mengenai perusahaan yang akan go public adalah prospektus. Informasi dalam prospektus yang menjadi perhatian adalah informasi laporan keuangan khususnya informasi mengenai laba. Menyadari ketergantungan calon investor dan underwriter terhadap informasi yang dimuat dalam prospektus membuat issuers terdorong untuk menyajikan informasi yang dapat memperlihatkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kinerja (performance) yang baik. Oleh karena itu, issuers berusaha mengatur tingkat laba yang dilaporkan dengan memilih metode-metode akuntansi tertentu sehingga dapat meningkatkan penerimaan dari IPO. Tindakan ini dikenal dengan istilah manajemen laba (earnings management).
Beberapa penelitian sebelumnya yang bertujuan untuk mengetahui adanya manajemen laba, berhasil menemukan bukti-bukti empiris bahwa manajemen laba memang terjadi namun beberapa penelitian dengan topik yang sama tidak menemukan bukti adanya manajemen laba atau terbukti tetapi lemah. Bukti-bukti tentang adanya earnings management antara lain ditunjukkan oleh Jones (1991), Friedlan (1994), Gumanti (2001), Lilis Setiawati (2002), John J.O.I. Ihalauw & Ummi Arifa Afni (2002). Sementara itu, penelitian-penelitian yang tidak menemukan bukti manajemen laba atau terbukti tetapi lemah antara lain adalah DeAngelo (1986) dan Aharony, Lin, dan Loeb (1993).
            Dalam penelitian ini, penulis menguji apakah terdapat manajemen laba pada perusahaan-perusahaan yang melakukan IPO selama periode 1995-2002 di BEJ. Peristiwa manajemen laba sekitar IPO yang akan diuji adalah periode dua tahun sebelum IPO (T-1), satu tahun sebelum IPO (periode T), dan periode satu tahun setelah IPO (T+1). Sehingga penulis merumuskan masalah sebagai berikut, yaitu apakah issuers melakukan manajemen laba dengan menerapkan income-increasing discretionary accruals untuk menaikkan tingkat laba pada periode dua tahun sebelum IPO dan satu tahun sebelum IPO serta melakukan  income-decreasing discretionary accruals pada periode satu tahun setelah IPO untuk membalikkan kebijakan akrual yang dilakukan pada periode sebelumnya.

2.                  Literatur Review dan Perumusan Hipotesis
2.1.      Manajemen Laba
Manajemen laba didefinisikan oleh K. Schipper (1989) sebagai “disclosure management in the sense of a purposeful intervention in the external financial reporting process, with the intent of obtaining some private gain”. Dari definisi ini manajemen laba dapat dipandang sebagai upaya manajer untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan pribadi tertentu.
Menurut Scott (1997: 296-306), motivasi perusahaan, dalam hal ini manajer melakukan manajemen laba adalah :
1.      Bonus scheme (rencana bonus)
Manajer yang bekerja di perusahaan dengan rencana bonus akan berusaha mengatur laba yang dilaporkan agar dapat memaksimalkan bonus yang akan diterimanya.
2.      Debt covenant (kontrak hutang jangka panjang)
Motivasi ini sejalan dengan hipotesis debt covenant dalam teori akuntansi positif yaitu semakin dekat suatu perusahaan ke pelanggaran perjanjian hutang maka manajer akan cenderung memilih metode akuntansi yang dapat “memindahkan” laba periode mendatang ke periode berjalan sehingga dapat mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami pelanggaran kontrak.
3.      Political motivation (motivasi politik)
Perusahaan-perusahaan besar dan industri strategis cenderung menurunkan laba untuk mengurangi visibilitasnya, khususnya selama periode kemakmuran tinggi. Tindakan ini dilakukan untuk memperoleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah misalnya subsidi.
4.      Taxation motivation (motivasi perpajakan)
Perpajakan merupakan salah satu alasan utama mengapa perusahaan mengurangi laba yang dilaporkan. Dengan mengurangi laba yang dilaporkan maka perusahaan dapat meminimalkan besar pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah.

5.      Pergantian CEO
CEO yang akan habis masa penugasannya atau pensiun akan melakukan strategi memaksimalkan laba untuk meningkatkan bonusnya. Demikian pula dengan CEO yang kinerjanya kurang baik, ia akan cenderung memaksimalkan laba untuk mencegah atau membatalkan pemecatannya.
6.      Initial Public Offering (penawaran saham perdana)
Saat perusahaan go public, informasi keuangan yang ada dalam prospektus merupakan sumber informasi yang penting. Informasi ini dapat dipakai sebagai sinyal kepada calon investor tentang nilai perusahaan. Untuk mempengaruhi keputusan calon investor maka manajer berusaha menaikkan laba yang dilaporkan.
Scott (1997: 306-307) mengemukakan bentuk-bentuk manajemen laba yang dilakukan oleh manajer antara lain :
1.      Taking a bath, dilakukan ketika keadaan buruk yang tidak menguntungkan tidak bisa dihindari pada periode berjalan, dengan cara mengakui biaya-biaya pada periode-periode yang akan datang dan kerugian periode berjalan.
2.      Income minimization, dilakukan saat perusahaan memperoleh profitabilitas yang tinggi dengan tujuan agar tidak mendapat perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil bisa berupa pembebanan pengeluaran iklan, riset dan pengembangan yang cepat dan sebagainya. Cara ini mirip dengan taking a bath namun kurang ekstrim.
3.      Income maximization, yaitu memaksimalkan laba agar memperoleh bonus yang lebih besar. Demikian pula dengan perusahaan yang mendekati  suatu pelanggaran kontrak hutang jangka panjang, manajer perusahaan tersebut akan cenderung untuk memaksimalkan laba.
4.      Income smoothing, merupakan bentuk manajemen laba yang paling sering dilakukan dan paling populer. Lewat income smoothing, manajer menaikkan atau menurunkan laba untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan sehingga perusahaan terlihat stabil dan tidak beresiko tinggi.
2.2.      Initial Public Offerings (IPO)
Penawaran saham perdana adalah penjualan efek (saham) suatu perusahaan kepada masyarakat umum untuk pertama kalinya. Setelah melakukan penawaran saham perdana status perusahaan akan berubah menjadi perusahaan publik. Perubahan status ini membawa konsekuensi tertentu, antara lain adanya kewajiban untuk menyampaikan laporan keuangan baik kepada masyarakat maupun kepada Bapepam dan adanya tuntutan pemisahan antara pemilik dan manajemen. Dengan kata lain, sebuah perusahaan publik memiliki tanggung jawab dan berkewajiban untuk mematuhi peraturan-peraturan pasar modal.
2.3.      Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai manajemen laba dalam konteks penawaran saham perdana (IPO) telah beberapa kali dilakukan. Penelitian yang menggunakan pasar modal Amerika Serikat sebagai objek penelitian diantaranya adalah Aharony et al (1993) dan Friedlan (1994). Aharony et al (1993) hanya menemukan bukti lemah terjadinya manajemen laba untuk menaikkan laba yang dilaporkan pada periode sebelum go public. Sementara Friedlan (1994) menemukan bukti kuat bahwa issuers melakukan income-increasing discretionary accruals pada periode sebelum IPO untuk menaikkan laba yang dilaporkan.
            Penelitian manajemen laba dengan objek penelitian pasar modal Indonesia yaitu BEJ antara lain dilakukan oleh Gumanti (2001), Lilis Setiawati (2002), dan John J.O.I. Ihalauw & Ummi Arifa Afni (2002). Penelitian Gumanti (2001) terhadap 39 perusahaan yang go public tahun 1995-1997 menemukan bahwa perusahaan tidak terbukti secara kuat melakukan manajemen laba pada periode satu tahun sebelum IPO namun pada periode dua tahun sebelum IPO. Hal ini disebabkan karena  issuers tidak ingin upaya rekayasa laba yang dilakukannya diketahui oleh pihak luar dan rekayasa laba sendiri tidak dapat dilakukan terus-menerus. Hasil penelitian Lilis Setiawati (2002) terhadap 24 perusahaan yang go public tahun 1995-2001 membuktikan bahwa terjadi manajemen laba pada satu periode sebelum dan setelah IPO. Penelitian John J.O.I. Ihalauw & Ummi Arifa Afni (2002) terhadap 16 perusahaan yang go public tahun 1998-2000 menemukan bukti bahwa pada periode satu tahun sebelum IPO, terjadi manajemen laba.
Manajemen laba sangat mungkin terjadi pada periode seputar IPO karena adanya keinginan issuers untuk mempengaruhi penilaian pihak eksternal (calon investor). Issuers termotivasi untuk melakukan manajemen laba pada periode-periode sekitar IPO, khususnya pada periode dua tahun dan satu tahun sebelum IPO. Pada periode sebelum IPO, issuers melakukan manajemen laba untuk menaikkan tingkat laba (income-increasing discretionary accruals). Sehingga dapat dihipotesiskan sebagai berikut:
H1        :Issuers  melakukan  manajemen laba dengan menerapkan  income-              increasing  discretionary  accruals untuk  menaikkan  tingkat laba           yang    dilaporkan  pada periode dua tahun sebelum IPO dan satu tahun              sebelum IPO.
Penelitian Friedlan (1994) juga menguji perilaku issuers pada periode setelah IPO. Friedlan (1994) mengatakan bahwa pada periode setelah IPO diharapkan issuers membalikkan kebijakan akrual yang diambil sebelumnya sehingga pada periode ini yang terjadi adalah income-decreasing discretionary accruals. Tindakan ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terdeteksinya tindakan manajemen laba yang telah dilakukan. Berdasarkan uraian di atas, penulis menyusun hipotesis sebagai berikut:
H2        :Issuers  melakukan  manajemen laba dengan menerapkan income-  decreasing  discretionary accruals pada  periode satu tahun setelah IPO untuk             membalikkan kebijakan  akrual  yang  dilakukan  pada periode sebelumnya.

3.                  Metodologi Penelitian
3.1.      Pemilihan Sampel dan Sumber Data
Dalam penelitian ini, penulis mengambil  perusahaan-perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana (Initial Public Offering) di Bursa Efek Jakarta selama periode 1995-2002 sebagai objek penelitian. Perusahaan yang termasuk dalam kelompok industri property, real estate, and building construction dan kelompok industri finance tidak diikutsertakan karena struktur keuangan dan model pelaporan keuangan khususnya dalam pelaporan rugi laba dan komponen-komponen yang dilaporkan dalam laporan arus kas, berbeda dengan kelompok industri lain.
            Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengumpulan data sekunder. Data-data perusahaan baik data keuangan maupun informasi perusahaan dalam penelitian ini diperoleh dari Prospektus dan Laporan Keuangan Tahunan perusahaan, yang didapatkan dari Pusat Referensi Pasar Modal BEJ dan Pusat Data Pasar Modal STIE IBiI.
            Sampel diambil dengan menggunakan metode judgement sampling, di mana sampel diambil berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria yang ditetapkan adalah bahwa perusahaan yang dijadikan sampel adalah perusahaan-perusahaan yang melakukan IPO di BEJ selama periode 1995-2002 dan tidak termasuk dalam kelompok industri property, real estate, and building construction dan kelompok industri finance serta bahwa perusahaan tersebut memiliki data-data keuangan yang diperlukan dalam penelitian ini (ketersediaan data).



Tabel 1
Tabel Sampel Penelitian
Keterangan
Jumlah
perusahaan
Tidak Sesuai Kriteria
Terpilih
Perusahaan go public tahun 1995
22
10
12
Perusahaan go public tahun 1996
16
5
11
Perusahaan go public tahun 1997
30
18
12
Perusahaan go public tahun 1998
6
3
3
Perusahaan go public tahun 1999
9
6
3
Perusahaan go public tahun 2000
21
11
10
Perusahaan go public tahun 2001
31
11
20
Perusahaan go public tahun 2002
22
12
10
Total perusahaan go public 1995-2002
157
76
81
3.2.      Pengukuran Total Accruals
            Penelitian ini menggunakan pendekatan total accruals untuk mendeteksi apakah terjadi manajemen laba atau tidak. Model pendekatan accruals yang digunakan penulis adalah model yang dikembangkan oleh Aharony, Lin, dan Loeb (1993) dan Friedlan (1994).
            Total Accruals pada periode t merupakan selisih antara laba operasi (operating income), yang dalam hal ini sama dengan pendapatan sebelum extraordinary items pada periode t, dan aliran kas dari aktivitas operasi (cash flow from operating activities) pada periode t.  Atau dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut : 
TACt = NIt - CFOt
            Aharony et al (1993) melakukan modifikasi terhadap perhitungan accruals yang model awalnya dikembangkan oleh DeAngelo yaitu dengan menstandarisasi total accruals dengan rata-rata total assets. Aharony et al berpendapat bahwa perusahaan yang akan go public merupakan perusahaan yang sedang bertumbuh sehingga perlu ada modifikasi terhadap model DeAngelo untuk mengurangi kemungkinan bahwa pengukuran discretionary accruals dipengaruhi oleh pertumbuhan perusahaan. Model Aharony et al (1993) dapat dirumuskan sebagai berikut:
dimana UACt adalah unexpected standardized total accounting accruals pada periode t, TACt adalah total accruals pada periode t, TACt-1 adalah total accruals pada periode t-1, dan TAt adalah total aktiva pada periode t. Dengan menggunakan cara seperti di atas,  UNIt dan UCFt juga dihitung.
            Friedlan (1994) juga melakukan modifikasi terhadap model DeAngelo yaitu dengan menstandarisasi total accruals dengan menggunakan sales (total penjualan). Model Friedlan (1994) dirumuskan sebagai berikut:
dimana DACpt adalah discretionary accruals pada periode tes, TACpt adalah total accruals pada periode tes, SALESpt adalah total penjualan pada periode tes, TACpd adalah total accruals pada periode dasar, dan SALESpd adalah total penjualan pada periode dasar.
            Indikasi bahwa telah terjadi manajemen laba dengan menaikkan tingkat laba (income-incresing discretionary accruals) ditunjukkan oleh koefisien UAC dan DAC yang bernilai positif. Sebaliknya bila koefisien UAC dan DAC bernilai negatif maka ada indikasi terjadi income-decresing discretionary accruals
4.                  Analisis dan Hasil Penelitian
            Secara skematis, periode waktu dalam pengujian manajemen laba pada saat IPO ditunjukkan dalam gambar di bawah ini.

Gambar 1
Periode Waktu dalam Analisis Manajemen Laba di IPO
(Sumber : Friedlan, 1994: 9, dimodifikasi)


                          Tahun T-1                  Tahun T                 Tahun T+1
 



         Akhir tahun              Akhir tahun              Akhir tahun              Akhir tahun
                T-2                           T-1                              T                             T+1
                                                                                        
     Tanggal IPO

5.1.      Test Pertumbuhan
Model yang digunakan dalam penelitian ini berasumsi bahwa perusahaan yang go public merupakan perusahaan yang sedang bertumbuh. Karenanya penulis melakukan konfirmasi terhadap asumsi tersebut dengan melakukan test pertumbuhan.
Tabel 2
Pengujian  Pertumbuhan  Penjualan dan Total  Asset
Keterangan
Mean
Median
Std. Dev.
Minimum
Maximum
Asset T-1 dan T-2
2.42555
1.28752*
5.11211
0.75562
39.48427
Asset T dan T-1
2.88679
1.40919*
6.75479
0.67476
52.94131
Asset T+1 dan T
1.65091
1.46470*
0.69903
0.84823
5.27847
Sales T-1 dan T-2
1.69407
1.39361*
1.16304
0.48492
7.46667
Sales T dan T-1
1.99159
1.28793*
2.22480
0.62684
14.84066
Sales T+1 dan T
1.65347
1.34171*
1.31927
0.71775
11.89780
Catatan:
*signifikan pada tingkat 0,05 dengan uji Wilcoxon
Uji non-parametrik Wilcoxon digunakan penulis karena data berdistribusi tidak normal.
Pertumbuhan dihitung dengan rumus (variabelt / variabelt-1), dimana variabel tersebut adalah total asset dan penjualan.
Data yang disajikan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa perusahaan yang go public mengalami pertumbuhan baik pertumbuhan total aktiva maupun pertumbuhan penjualan. Hasil uji Wilcoxon menunjukkan bahwa median pertumbuhan total aktiva dan median pertumbuhan penjualan secara signifikan lebih besar dari satu.
Selama periode T-1 dan T-2 ditemukan sebanyak 71 perusahaan yang mengalami pertumbuhan penjualan dan 72 perusahaan mengalami pertumbuhan total aktiva. Dan selama periode T dan T-1, terdapat 71 perusahaan mengalami pertumbuhan penjualan dan 75 perusahaan mengalami pertumbuhan total aktiva. Demikian pula dengan periode T+1 dan T, sebanyak 73 perusahaan mengalami pertumbuhan penjualan dan 78 perusahaan mengalami pertumbuhan total aktiva.
5.2.      Pengujian dan Pembahasan Manajemen Laba
Sebagaimana disebutkan di muka, penelitian ini menggunakan dua model yaitu model Aharony et al (1993) dan model Friedlan (1994). Untuk masing-masing periode waktu yaitu T-1, T, dan T+1 akan diuji dengan menggunakan kedua model tersebut. Pengujian untuk menentukan apakah terdapat manajemen laba atau tidak ditekankan pada pengamatan terhadap discretionary accruals (variabel DAC dan UAC) dan total accruals.
Panel A pada Tabel 3 menunjukkan pengujian pada periode T-1 (dua tahun sebelum IPO). Pada pengujian dengan model Friedlan, median perubahan laba operasi 2,578% terbukti signifikan, di mana sebanyak 42 perusahaan mengalami kenaikan laba operasi. Median perubahan cash flow sebesar -0,313% tidak terbukti secara signifikan berbeda dari nol. Median total accruals dan DAC masing-masing adalah 2,719% dan 4,722%, dimana nilai median ini terbukti secara signifikan lebih besar dari nol. Pada periode ini, ditemukan sebanyak 32 perusahaan memiliki nilai DAC positif, yang menunjukkan terjadi manajemen laba dengan menaikkan tingkat laba (income-increasing discretionary accruals). Pengujian dengan model Aharony et al ternyata menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Yaitu, sebanyak 32 perusahaan juga memiliki nilai UAC positif yang berarti melakukan manajemen laba dengan menerapkan income-increasing discretionary accruals.
Pada periode T (satu tahun sebelum IPO), hasil uji Wilcoxon pada Panel B Tabel 3 menunjukkan bahwa sebanyak 52 dan 50 perusahaan masing-masing menurut model Friedlan dan model Aharony et al memiliki nilai DAC dan UAC positif. Median DAC dan UAC sebesar 3,960% dan 2,025% terbukti secara signifikan lebih besar dari nol berdasarkan uji Wilcoxon. Kedua model yang digunakan menunjukkan hasil bahwa sebagian besar perusahaan (63 perusahaan menurut model Friedlan dan 45 perusahaan menurut model Aharony et al) mengalami kenaikan laba operasi yang terbukti signifikan pada tingkat 0,05. Namun, pengujian dengan kedua model terhadap arus kas menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Pengujian terhadap manajemen laba pada periode T ini menunjukkan hasil bahwa issuers melakukan manajemen laba dengan menaikkan tingkat laba (menerapkan income-increasing discretionary accruals).

Tabel 3
Pengujian Manajemen Laba pada Periode T-1, T, dan T+1

Keterangan
Median
Std. Dev.
Positive Ranks
Negative Ranks
Z- value
p-value
Panel A : Pengujian Periode T-1
1. Model Friedlan
Perubahan NIa
0.02578
0.23586
42
10
-2.951
0.015*
Perubahan CFOb
-0.00313
0.28039
26
26
-1.066
0.287
Perubahan TACa
0.02719
0.20100
33
19
-2.468
0.007*
DACa
0.04722
0.29521
32
20
-2.923
0.015*
2. Model Aharony et al
UNIa
0.01357
0.13137
33
19
-2.095
0.018*
UCFb
-0.02351
0.15126
21
31
-2.240
0.025*
UACa
0.04946
0.15337
32
20
-3.023
0.001*
Panel B :  Pengujian Periode T
1. Model Friedlan
Perubahan NIa
0.04100
0.33602
63
18
-4.875
0.000*
Perubahan CFOb
-0.00928
0.33960
37
44
-0.544
0.587
Perubahan TACa
0.03595
0.35880
49
32
-2.813
0.0025*
DACa
0.03960
0.96104
52
29
-2.451
0.007*
2. Model Aharony et al
UNIa
0.00824
0.13011
45
36
-2.211
0.0135*
UCFb
-0.01374
0.20191
35
46
-0.068
0.946
UACa
0.02025
0.20861
50
31
-1.650
0.0495*
Panel C :  Pengujian Periode T+1
1. Model Friedlan
Perubahan NIa
0.02984
0.17396
57
24
-2.088
0.0185*
Perubahan CFOb
-0.00065
0.19076
40
41
-0.765
0.444
Perubahan TACa
0.01196
0.25522
45
36
-0.360
0.3595
DACa
0.00555
0.36764
41
40
-0.323
0.3735
2. Model Aharony et al
UNIa
-0.00632
0.09655
36
45
-1.434
0.076
UCFb
-0.01375
0.18904
39
42
-0.784
0.433
UACa
-0.01571
0.19647
39
42
-0.605
0.2725
Catatan :
Perusahaan yang diuji untuk periode T-1 hanya 52 perusahaan. Sebanyak 29 perusahaan tidak   diikutsertakan karena tidak memiliki data total aktiva untuk T-3 (4 tahun sebelum IPO), dimana data ini diperlukan untuk standarisasi total accruals.
Perubahan dihitung dengan rumus (variabel pt – variabel pd )/ Sales pt
* signifikan pada tingkat 5% (yaitu bila p-value < 0,05)
a  Uji Wilcoxon yang dilakukan berdasarkan uji satu sisi.
b Uji Wilcoxon yang dilakukan berdasarkan uji dua sisi.
Panel C pada Tabel 3 menunjukkan pengujian manajemen laba pada periode T+1 (satu tahun setelah IPO). Pada pengujian dengan model Friedlan, median perubahan laba operasi sebesar 2,984% terbukti signifikan, dimana sebanyak 57 perusahaan mengalami kenaikan laba operasi. Namun, pengujian terhadap median perubahan arus kas, perubahan total accruals, dan DAC yaitu masing-masing sebesar -0,065%; 1,196%; 0,555% tidak terbukti signifikan pada tingkat 0,05. Pengujian dengan model Aharony et al ternyata menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Dimana median UCF dan UAC yaitu masing-masing sebesar -1,375% dan -1,571% juga tidak terbukti signifikan pada tingkat 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa pada periode T+1 ini tidak terjadi manajemen laba baik dengan menerapkan income-increasing discretionary accruals maupun  income-decreasing discretionary accruals.
Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 3, dapat disimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini terbukti untuk periode dua tahun sebelum IPO (periode T-1) dan satu tahun sebelum IPO (periode T). Hasil pengujian ini mengindikasikan bahwa pada periode tersebut, issuers memilih dan menerapkan metode akuntansi yang dapat menaikkan laba yang dilaporkan (menerapkan income-increasing discretionary accruals) dalam usahanya untuk mempengaruhi penilaian calon investor terhadap perusahaan tersebut. Sementara, hipotesis penelitian untuk periode T+1, tidak terbukti. Hal ini mengindikasikan bahwa issuers belum membalikkan kebijakan-kebijakan accruals yang dilakukan pada periode-periode sebelum IPO.

5.                  Simpulan dan Saran
5.1.      Simpulan
Penelitian yang dilakukan terhadap 81 perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana di Bursa Efek Jakarta dengan menggunakan pendekatan total accruals menemukan bukti terjadinya manajemen laba. Dimana, pada periode dua tahun dan satu tahun sebelum IPO (periode T-1 dan periode T), terdapat bukti bahwa issuers melakukan manajemen laba dengan menerapkan income-increasing discretionary accruals. Sementara itu, pada periode T+1, pengujian terhadap discretionary accruals menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Sehingga pada periode ini, issuers tidak terbukti melakukan manajemen laba dengan menerapkan income-decreasing discretionary accruals untuk membalikkan kebijakan akrual yang dilakukan pada periode sebelumnya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan bukti yang ditemukan Friedlan (1994), yaitu pada periode sebelum IPO terjadi manajemen laba dengan menerapkan income-increasing discretionary accruals dan bahwa issuers pada periode setahun setelah IPO belum membalikkan kebijakan akrual yang dilakukan pada periode sebelumnya.
5.2.      Saran
            Untuk penelitian mendatang, sebaiknya melakukan pemisahan sampel berdasarkan ukuran perusahaan (total assets) atau berdasarkan kelompok industri, atau berdasarkan kualitas auditor dan underwriter untuk mengetahui apakah ada perbedaan kecenderungan dalam melakukan manajemen laba antara kelompok-kelompok perusahaan tersebut. Aharony et al (1993) menemukan bahwa perusahaan kecil lebih banyak melakukan manajemen laba dibandingkan dengan perusahaan besar.
            Selain itu, perlu kiranya untuk penelitian mendatang dalam melakukan pengujian manajemen laba menggunakan model lain seperti menggunakan model Jones yang dimodifikasi.
                                                         
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Syukriy (1999), “Manajemen Laba dalam Perspektif Teori Akuntansi Positif, Analisis Laporan Keuangan dan Etika”, Media Akuntansi, No. 3, Th. I, September 1999, XI-XVII.
Aharony, Joseph, Chan-Jane Lin, dan Martin P. Loeb (1993), “Initial Public Offerings, Accounting Choices, and Earnings Management”, Contemporary Accounting Research, Vol.10, No. 1, Fall 1993, p. 61-81.
Beneish, Messod D. (2001), ”Earnings Management: A Perspective”, Managerial Finance, Vol. 27, No. 12, 3-17.
DeAngelo, Linda E. (1986), “Accounting Numbers as Market Valuation Subtitutes: A Study of Management Buyouts of Public Stockholders”, The Accounting Review, 59, 400-420.
Friedlan, John M. (1994), “Accounting Choices of Issuers of Initial Public Offerings”, Contemporary Accounting Research, Vol. 11, Summer 1994, 1-31.
Gumanti, Tatang Ari (2001),” Earnings Management dalam Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 4, No. 2, Mei 2001, 165-183.
________________ (2003), “Motivasi di balik Earning Management”, Usahawan, No. 12, Th. XXXII, Desember 2003, 21-26.

Healy, P.M. dan James M. Wahlen (1999), “Commentary: A Review of The Earnings Management Literature and Its Implications for Standard Setting”, Accounting Horizons, Vol.13, No. 4, December 1999, 365-383.
Ikatan Akuntan Indonesia (2002), Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta: Salemba Empat.
Ihalauw, John J.O.I. dan Ummi Arifa Afni (2002), “Manajemen Earning dalam Penawaran Perdana Saham di Bursa Efek Jakarta Periode 1998-2000”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis (Dian Ekonomi), Vol. VIII, No. 2, September 2002, hlm. 191-208.
Jakarta Stock Exchange (1996-2003), JSX Fact Book, Jakarta: Jakarta Stock Exchange.
Jones, Jeniffer J. (1991), “Earnings Management during Import Relief Investigation”, Journal of Accounting Research, 29 (2), 193-228.
Mahmudi (2001), “Manajemen Laba (Earnings Management): Sebuah Tinjauan Etika Akuntansi”, Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 3, No. 2, Agustus 2001, hlm. 395-402.
Marzuki Usman et al (1990), ABC Pasar Modal Indonesia, Jakarta: LPPI dan ISIE.
Saidi, Julita (2000), “Earnings Management dan Standar Akuntansi Keuangan”, Media Akuntansi, No. 12, Th. VII, Agustus 2000, hlm. VIII-XIII.
Santoso, Singgih (2003), Mengatasi Berbagai Masalah Statistik dengan SPSS versi 11.5, Jakarta: Elex Media Komputindo.
Schipper, Katherine (1989), “Commentary on Earnings Management”, Accounting Horizons, Vol. 3, No. 4, 91-102.
Scott, William R. (1997), Financial Accounting Theory, New Jersey: Prentice-Hall.
Setiawati, Lilis (2002), “Manajemen Laba dan IPO di Bursa Efek Jakarta”, Simposium Nasional Akuntansi 5, Semarang 5-6 September 2002, hlm. 112-125.
Siegel, Sydney (1997), Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta: PT Garmedia Pustaka Utama.
Sugiyono (2002), Metode Penelitian Bisnis, Bandung: CV Alfabeta.
Watts, R.L. dan J.L. Zimmerman (1986), Positive Accounting Theory, New Jersey: Prentice-Hall.
_____________________________  (1990), ”Positive Accounting Theory: A Ten Year Perspective”, The Accounting Review, Vol. 65, No. 1, January 1990, 131-156.
Widyaningsih, Agnes Utari (2001), “Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Earnings Management pada Perusahaan Go Public di Indonesia”, Jurnal Akuntansi & Keuangan, Vol. 3, No. 2, November 2001, 89-101.

Wild, John J., Leopold A. Bernstein, dan K.R. Subramayam (2001), Financial Statement Analysis, New York: Mc. Graw-Hill.


EmoticonEmoticon