PERBANDINGAN
KEAKURATAN MODEL LABA PERMANEN, TRANSITORI DAN AGREGAT DALAM MEMPREDIKSI LABA
MASA DEPAN
ABSTRACT
Earnings represent information which very paid attention by users of
financial statements. Some research was examined the ability of earnings to
forecast future earnings which only focused to aggregate earnings. Some
literature mention that reported earnings number contain permanent and
transitory earnings component which can be used to forecast future earnings and
future cash flow. Permanent earnings is earnings related to core activity of
the firms which always happened each every period, while transitory earnings
are earnings do not relate with core activity of the firms and is not expected
to happened in next period. This research empirically examines the level of
accuracy model with permanent, transitory, and aggregate earnings component to
forecast future earnings of the firms. This research also use naïve model as
benchmark compared with permanent, transitory, and aggregate earnings to
forecast future earnings.
By using 72 observations by time-series from 1995-2002, the result
of research indicate that model with permanent earnings component more accurate
compared model with transitory, aggregate earnings component, and naïve model
to forecast future earnings. This research also use exponential smoothing model
as benchmark in sensitivity analysis. The result demonstrate that model with
permanent earnings component more accurate compared model with transitory, aggregate
earnings component, naïve model, and exponential smoothing model to forecast
future earnings.
Key words: Permanent
earnings, Transitory earnings, Aggregate earnings, and Forecast future
earnings.
I.
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pelaporan keuangan merupakan sumber informasi yang sangat penting bagi pengguna informasi. SFAC No.
1 memberikan tiga tujuan dari laporan keuangan. Tujuan yang pertama adalah
berhubungan dengan kemampuan laporan keuangan memberikan informasi yang berguna
dalam membuat keputusan investasi dan keputusan kredit. Tujuan yang kedua
adalah berguna dalam meramal prospek aliran kas dan laba masa depan. Tujuan
yang terakhir adalah memberikan informasi tentang sumberdaya perusahaan, klaim
terhadap sumberdaya tersebut, dan perubahan sumberdaya tersebut. Fokus utama
dari laporan keuangan adalah informasi tentang laba dan komponennya.
Studi tentang laba telah dilakukan oleh Ball and
Brown (Ball dan Brown, 1968) yang memprediksi bahwa peningkatan unexpected earnings (laba kejutan)
diikuti oleh tingkat return abnormal positif dan penurunan laba
kejutan diikuti oleh tingkat return
abnormal negatif. Hasilnya menunjukkan bahwa laba pelaporan akuntansi merefleksi faktor-faktor yang
mempengaruhi harga saham dan merupakan informasi yang berguna.
Beaver juga menguji tentang kandungan informasi
terhadap pengumuman laba tahunan, yang mengindikasi bahwa laba pelaporan
berhubungan dengan peristiwa yang dianggap investor mempengaruhi harga saham
sehingga investor menggunakan informasi tersebut untuk merubah peramalan
labanya dan menyesuaikan harga dengan tepat (Beaver, 1968).
Dapat dikatakan bahwa beberapa studi di atas hanya
berfokus pada laba agregat atau disebut bottom
line earnings untuk memprediksi laba masa depan atau aliran kas masa depan
sehingga menimbulkan pertanyaan apakah laba agregat tersebut merupakan
indikator yang baik untuk memprediksi, atau adakah komponen lain di dalam laba
agregat yang bisa menyebabkan prediksi menjadi bias dan bahkan berkurang
tingkat keakuratannya. Revsine et al.
(2001) menjelaskan ada tiga komponen yang berbeda di dalam angka laba pelaporan
yaitu komponen laba permanen, laba transitori dan komponen pengganggu atau
disebut juga laba yang tidak relevan terhadap nilai (value-irrelevant earnings). Laba permanen merupakan laba yang
relevan digunakan untuk memprediksi laba masa depan atau aliran kas masa depan
dan diharapkan untuk tetap ada di masa depan. Laba transitori merupakan laba
yang relevan digunakan untuk memprediksi laba masa depan atau aliran kas masa
depan tetapi tidak diharapkan untuk tetap ada di masa depan. Sementara itu laba
yang tidak relevan terhadap nilai (value-irrelevant
earnings) tidak berhubungan dengan laba masa depan atau aliran kas masa
depan.
Beberapa penelitian menggambarkan tentang
kemampuan laba meramal laba masa depan (Foster, 1977; Finger, 1994; Assih,
1999) tetapi belum ada penelitian yang mencoba untuk membandingkan keakuratan
model dengan komponen laba permanen, transitori dan laba agregat dalam meramal
laba masa depan. Karena laba permanen dan transitori sama-sama mempunyai nilai
yang relevan untuk memprediksi laba dan aliran kas masa depan, maka penelitian
ini mencoba untuk menguji secara empiris dan meneliti keakuratan model dengan
komponen laba permanen, transitori, dan laba agregat untuk memprediksi laba
masa depan.
Berdasarkan pada uraian yang telah dijelaskan di
atas yang menyatakan bahwa laba permanen, transitori, dan agregat dapat
digunakan untuk memprediksi laba masa depan maka permasalahan yang ingin
ditonjolkan dalam penelitian ini adalah, “di antara model dengan komponen laba
permanen, transitori dan laba agregat manakah yang lebih akurat ketika
digunakan untuk memprediksi laba masa depan perusahaan yang listing di Bursa
Efek Jakarta”. Selain itu untuk memperkuat hasil dan menghindari terjadinya
bias jika hanya menggunakan satu teknik prediksi maka penelitian ini juga
menguji tingkat keakuratan model naive yang digunakan sebagai tolok ukur
dibandingkan model dengan komponen laba permanen, transitori, dan agregat dalam
memprediksi laba masa depan.
II.
TINJAUAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1. TINJAUAN LITERATUR
2.1.1. Teori Signal
Menurut Wolk et al. (2000) teori
signal merupakan salah satu argumen yang mendukung pasar yang tidak diatur
untuk informasi akuntansi (unregulated
markets for accounting information). Teori signal muncul karena adanya
insentif dari manajer untuk melaporkan secara sukarela informasi mengenai
perusahaan di luar yang dimandatkan oleh badan pembuat regulasi.
Ketika perusahaan melaporkan kepada publik
komponen labanya terutama komponen laba permanen dan transitori, maka hal
tersebut merupakan good news karena
pasar menganggap perusahaan memberikan informasi yang lengkap mengenai
perusahaan. Dengan komponen laba permanen dan transitori yang dilaporkan oleh
perusahaan, maka investor dapat mengetahui kinerja perusahaan sesungguhnya
sehingga prediksi yang dilakukan akan lebih akurat.
2.2. PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.2.1. Laba Permanen, Laba Transitori, dan Laba
Agregat
Laba permanen disebut juga sustainable
earnings, persistent earnings,
atau core earnings yaitu laba yang
mempunyai kemampuan laba jangka panjang perusahaan (Penman, 2001). Sementara
itu laba sekarang yang tidak mungkin diulang dimasa yang akan datang (laba
sementara) bukanlah indikasi dari laba masa depan. Beaver (1989) menyatakan
bahwa peristiwa yang terjadi di dalam perioda tertentu kemungkinan transitori
dan tidak diharapkan mempunyai pengaruh yang sama terhadap laba dalam perioda
berikutnya. Laba akuntansi dapat dipandang menjadi dua komponen, yaitu laba
permanen dan laba transitori. Laba permanen dapat dipertimbangkan sebagai nilai
harapan dari laba akuntansi masa depan.
Menurut Ali dan Zarrowin (1992), adanya komponen
transitori dari perubahan laba dalam laba mungkin proksi yang jelek dari laba
kejutan, sehingga menyebabkan bias terhadap nol. Hal ini merupakan alasan untuk
membuktikan secara empiris rendahnya ERC. Selanjutnya, estimasi galat dalam ERC
adalah berhubungan dengan persistensi. Hal ini akan menyebabkan analisa
hubungan selanjutnya diantara ERC dan persistensi menjadi overstated.
Ali et al.
(1992) telah menguji apakah analis dengan tepat mengakui time-series properties laba tahunan ketika menetapkan estimasi
mereka terhadap laba masa depan. Hasilnya menunjukkan bahwa analis mampu membedakan
secara parsial antara komponen permanen dan komponen temporer dalam perioda
laba terdahulu.
Walaupun model dengan komponen laba permanen dan
transitori keduanya memiliki nilai yang relevan untuk memprediksi laba masa
depan, namun model dengan komponen laba permanen diduga lebih akurat dalam
memprediksi laba masa depan dibandingkan model dengan komponen laba transitori.
Hal ini disebabkan karena laba permanen muncul akibat aktivitas utama
perusahaan yang selalu terjadi di setiap perioda, sedangkan laba transitori
karena sifatnya yang hanya terjadi pada perioda tertentu maka laba transitori
sekarang tidak mempengaruhi laba transitori berikutnya. Sesuai dengan temuan Ou
dan Penman (1989) yang menyatakan bahwa walaupun laba transitori adalah nilai, perubahan
harga yang berhubungan dengan laba sekarang mengacaukan informasi dalam
pelaporan keuangan mengenai laba masa depan. Selain itu, berdasarkan teori yang
ada menyebutkan bahwa laba permanen seharusnya mempunyai pengganda laba ($) yang lebih tinggi dibandingkan laba transitori
karena laba permanen akan bertahan lebih lama dalam laba pelaporan di
periode-periode berikutnya dibandingkan laba transitori (Revsine et al., 2001).
Dengan demikian, atas dasar argumen di atas,
hipotesis berikut ini disajikan:
H1 : Model dengan komponen laba permanen lebih
akurat dibandingkan model dengan komponen laba transitori dalam memprediksi
laba masa depan.
Pelbagai penelitian telah membuktikan bahwa laba
merupakan sumber informasi yang penting sehingga ketika terdapat pengumuman
mengenai laba, maka pasar akan merespon informasi tersebut baik respon negatif
maupun positif (Beaver, 1968; Foster, 1977; Kormendi dan Lipe, 1987; Ou, 1990;
Finger, 1994 dan; Assih, 1999). Selain itu, laba juga bisa digunakan untuk
memprediksi laba masa depan perusahaan. Memprediksi laba dapat meliputi
memprediksi laba agregat dan memprediksi komponen-komponen pembentuk laba.
Pelbagai penelitian juga membuktikan bahwa laba yang dipilah-pilah menjadi
komponen yang lebih khusus mempunyai kemampuan untuk meningkatkan prediksi
terhadap laba masa depan (Lipe, 1986; Fairfield et al. 1996; Sloan, 1996; Isgiyarta, 1997; Werdiningsih, 2001; dan
Burgstahler et al. 2002).
FASB (1984) dalam Sugiri (2003) menyatakan bahwa
pos-pos individual, subtotal, atau bagian-bagian lain dari suatu laporan
keuangan sering lebih berguna daripada agregatnya bagi orang-orang yang
mengambil keputusan investasi, keputusan kredit, dan keputusan-keputusan
lainnya yang sejenis. Walaupun laba agregat bisa digunakan untuk memprediksi
laba masa depan, tetapi hal itu menimbulkan measurement
error dalam prediksi. Hal ini terjadi karena di dalam laba agregat terdapat
tiga komponen laba yaitu laba permanen, transitori, dan laba yang tidak
relevan. Adanya komponen laba yang tidak relevan yang merupakan komponen
pengganggu menyebabkan tingkat keakuratan laba agregat menjadi menurun ketika
digunakan untuk memprediksi laba masa depan. Laba permanen diduga memiliki
tingkat keakuratan yang lebih tinggi dibandingkan laba agregat karena komponen
yang ada di dalam laba permanen selalu berulang di perioda yang akan datang.
Dengan demikian, atas dasar argumen di atas, maka
hipotesisnya adalah:
H2 : Model dengan komponen laba permanen lebih
akurat dibandingkan model dengan komponen laba agregat dalam memprediksi laba
masa depan.
Walaupun laba agregat diduga kurang akurat
dibandingkan laba permanen, tetapi laba agregat memiliki tingkat keakuratan
yang lebih tinggi dibandingkan laba transitori karena laba transitori tidak
mempengaruhi laba transitori berikutnya dan laba total untuk tahun berikutnya.
Analisis tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Ohlson (1999) dan
Revsine et al. (2001) yang masih
harus diuji kebenarannya. Selain itu, laba agregat diduga lebih akurat
dibandingkan laba transitori karena adanya laba permanen di dalam laba agregat
tersebut.
Dengan demikian, atas dasar argumen di atas,
hipotesis berikut ini disajikan:
H3 : Model dengan komponen laba agregat lebih
akurat dibandingkan model dengan komponen laba transitori dalam memprediksi
laba masa depan.
III.
METODA PENELITIAN
1. SUMBER DATA, POPULASI, DAN SAMPEL
Sumber data dalam penelitian ini adalah data laporan keuangan tahunan
perusahaan selama perioda 1995-2002 yang diperoleh dari database Bursa Efek Jakarta yang tersedia di PPA (Pusat
Pengembangan Akuntansi) UGM, di MSi Fakultas Ekonomi UGM, Indonesian Capital Market Directory (ICMD), dan home-page JSX. Pemilihan sampel
menggunakan metoda penyampelan bersasaran (purposive
sampling). Syarat-syarat perusahaan yang dijadikan sampel adalah: (1)
Perusahaan terdaftar di BEJ dan mempublikasi laporan keuangan dengan konsisten
dari tahun 1995-2002; (2) Perioda laporan keuangan perusahaan tersebut berakhir
setiap 31 Desember; (3) Bukan perusahaan perbankan dan asuransi sesuai dengan
klasifikasi menurut Indonesian Capital
Market Directory; (4) Perusahaan tersebut menyajikan laporan keuangan dalam
mata uang rupiah. Sampel akhir terdiri dari 72 perusahaan dengan observasi
secara time-series.
2. VARIABEL PENELITIAN DAN PENGUKURAN VARIABEL
2.1. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah laba agregat masa depan
(t+1).
2.2. Variabel Independen
Variabel independen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
2.2.1. Laba Permanen
Laba permanen adalah laba dengan komponen yang berasal dari aktivitas utama
perusahaan yang terus menerus ada di setiap perioda (Revsine et al., 2001). Oleh karena itu komponen
laba permanen diproksikan dengan laba operasi (Revsine et al., 2001). Laba operasi memiliki tingkat kepermanenan yang
tinggi karena merupakan pendapatan yang berasal dari kegiatan utama perusahaan
(Penman, 2001).
2.2.2. Laba Transitori.
Laba transitori adalah laba yang berasal dari komponen yang tidak terkait
dengan aktivitas utama perusahaan dan hanya terjadi pada periode tertentu
(Revsine et al., 2001).
Sementara itu dalam penelitian ini komponen laba
transitori diamati langsung dari laporan laba rugi perusahaan antara lain
penjualan aktiva tetap, selisih kurs, penjualan merk dagang, restrukturisasi
dan penyelesaian pinjaman, penurunan nilai persediaan, penjualan penyertaan
saham, penjualan investasi efek utang, pembelian surat berharga, pembelian
surat utang, penurunan aktiva tetap, penjualan investasi jangka panjang,
penghapusan utang, kenaikan nilai pasar surat berharga, laba/rugi anak
perusahaan, restrukturisasi sewa guna usaha jangka panjang, kebakaran,
kerusuhan, dan bencana alam, serta operasi yang tidak berlanjut (Revsine et al, 2001 dan Penman, 2001).
2.2.3. Laba Agregat
Laba agregat adalah seluruh total laba perusahaan baik yang terkait atau
tidak terkait dengan aktivitas utama perusahaan. Komponen laba agregat adalah
penghasilan bersih setelah item operasi yang tidak berlanjut, item-item khusus,
dan pos luar biasa.
3. Model Analisis
Untuk menguji hipotesis-hipotesis H1, H2, dan H3,
dikembangkan tiga model penelitian—Model 1, Model 2, dan Model 3. Model 1
sebagai berikut.
Keterangan:
Ŷt+1 = Nilai prediksi laba agregat perioda
berikutnya.
α = Intersep dari nilai Y.
$ = Slope dari garis regresi.
ε = Error
term.
Model 1 adalah model dengan laba permanen sebagai
variabel independen.
Model 2 adalah model dengan laba transitori
sebagai variabel independen, adalah sebagai berikut.
Keterangan:
Ŷt+1 = Nilai prediksi laba agregat perioda
berikutnya.
α = Intersep dari nilai Y.
$ = Slope dari garis regresi.
ε = Error
term.
Kemudian Model 3 adalah model laba agregat yang
terdiri dari keseluruhan total laba perusahaan adalah sebagai berikut.
Keterangan:
Ŷt+1 = Nilai prediksi laba agregat perioda
berikutnya.
α = Intersep dari nilai Y.
$ = Slope dari garis regresi.
ε = Error
term.
Sebagai tolok ukur untuk menguji apakah model
prediksi dalam penelitian ini lebih baik maka dibandingkan dengan Model naive.
Model ini berasumsi bahwa laba perioda sebelumnya merupakan prediktor yang baik
untuk memprediksi laba masa depan. Rumus yang digunakan untuk menghitung model
ini adalah:
Keterangan:
Ŷt+1 = Nilai prediksi laba untuk perioda
berikutnya.
Yt = Nilai realisasi laba untuk perioda t.
Yt-1 = Nilai realisasi laba untuk perioda sebelum t
4. ANALISIS DATA DAN PENGUJIAN
HIPOTESIS
4.1. PENGUJIAN HIPOTESIS
Teknik prediksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi
sederhana sebagai estimasi prediksi untuk menentukan nilai laba prediksian yang
akan datang. Regresi sederhana dibentuk dengan menggunakan data tahun
1995-2002. Hasil prediksi kemudian dibandingkan dengan realisasi laba tahun
2002. Sementara itu untuk Model naive data
yang digunakan untuk memprediksi laba tahun 2002 adalah data tahun 2000 dan
2001.
Efektivitas model dari hasil proses prediksi
dilakukan dengan pengujian ketepatan (goodness
of fit) antara nilai (variabel dependen/Y) sesungguhnya dengan nilai
(variabel dependen/Y) prediksi. Teknik perhitungan ketepatan hasil dilakukan
dengan cara menghitung tingkat kesalahan (selisih nilai sesungguhnya dengan
nilai prediksi). Ukuran yang digunakan atas kesalahan prediksi adalah mean absolute percentage error (MAPE).

Keterangan:
PE = Persentase error
n = Jumlah prediksi yang diuji.
Setelah diketahui MAPE untuk masing-masing model
maka untuk menguji ketiga hipotesis dilakukan dengan menggunakan alat statistik
uji ANOVA. Untuk menguji H1 yang menyatakan bahwa model dengan
komponen laba permanen lebih akurat dibandingkan model dengan komponen laba
transitori dalam memprediksi laba masa depan maka MAPE Model 1 dan MAPE Model 2
diuji secara statistik. Jika MAPE Model 1 secara statistik lebih kecil secara
signifikan daripada MAPE Model 2, maka bukti empiris mendukung hipotesis bahwa
model dengan komponen laba permanen lebih akurat dibandingkan model dengan
komponen laba transitori dalam memprediksi laba masa depan.
Kemudian untuk menguji H2 yang
menyatakan bahwa model dengan komponen laba permanen lebih akurat dibandingkan
model dengan komponen laba agregat dalam memprediksi laba masa depan maka MAPE
Model 1 dan MAPE Model 3 diuji secara statistik. Jika MAPE Model 1 secara
statistik lebih kecil secara signifikan daripada MAPE Model 3, maka bukti
empiris mendukung hipotesis bahwa model dengan komponen laba permanen lebih
akurat dibandingkan model dengan komponen laba agregat dalam memprediksi laba
masa depan.
Untuk menguji H3 yang menyatakan bahwa
model dengan komponen laba agregat lebih akurat dibandingkan model dengan
komponen laba transitori dalam memprediksi laba masa depan maka MAPE Model 3
dan MAPE Model 2 diuji secara statistik. Jika MAPE Model 3 secara statistik
lebih kecil secara signifikan daripada MAPE Model 2, maka bukti empiris
mendukung hipotesis bahwa model dengan komponen laba agregat lebih akurat
dibandingkan model dengan komponen laba transitori dalam memprediksi laba masa
depan.
4.2. ANALISIS SENSITIVITAS
Analisis sensitivitas ini dilakukan untuk melihat dan menelaah model
prediksi yang terbaik sehingga dapat menjelaskan keakuratan laba masa depan.
Dalam analisis ini model exponential
smoothing (pemulusan eksponensial) dipilih sebagai tolok ukur dalam
melakukan prediksi laba masa depan. Pemulusan eksponensial adalah suatu
prosedur yang mengulang perhitungan secara terus-menerus dengan menggunakan
data terbaru. Metoda ini dipilih karena dengan melakukan pemulusan terhadap
laba perusahaan diharapkan prediksi yang dilakukan akan menjadi lebih mudah dan
akurat. Adapun model yang diajukan adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Ŷt+1 = Nilai prediksi laba agregat perioda
berikutnya.
α = Konstanta pemulusan.
Yt = Data baru atau nilai laba agregat aktual
pada perioda t.
Ŷt = Nilai
pemulusan yang lama atau rata-rata yang dimuluskan hingga perioda t.
IV.
ANALISIS DATA
Bab ini menjelaskan
hasil-hasil pengujian hipotesis penelitian. Bagian pertama menyajikan statistik
deskriptif variabel-variabel yang digunakan.
1. STATISTIK DESKRIPTIF
Tabel 4.1 menyajikan statistik deskriptif data sampel perioda tahun
1995-2002.
Masukkan Tabel 4.1 disini
2. HASIL PENGUJIAN
2.1. HASIL PENGUJIAN HIPOTESIS
Masukkan Tabel 4.2 disini
Analisis di atas bertujuan untuk menguji berlaku
tidaknya asumsi untuk ANOVA, yaitu apakah ketiga sampel ditambah dengan satu
sampel sebagai tolok ukur mempunyai varians
yang sama. Terlihat bahwa Levene Test
hitung adalah 10.998 dengan nilai probabilitas 0.000. Probabilitas yang lebih
kecil dari 0.05 menunjukkan bahwa keempat model memiliki varians yang berbeda sehingga menurut Singgih Santoso (2000) untuk
melanjutkan analisis caranya adalah mengubah (transform) jenis data dependen yaitu MAPE ke bentuk logaritmik.
Masukkan Tabel 4.3
disini
Terlihat bahwa Levene Test hitung adalah 0.652 dengan
nilai probabilitas 0.582. Probabilitas yang lebih besar dari 0.05 menunjukkan
bahwa keempat model memiliki varians
yang sama.
Masukkan Tabel 4.4
disini
Analisis di atas digunakan untuk menguji apakah
keempat sampel mempunyai rata-rata (mean)
yang sama. F hitung dari output statistik adalah 150.730. Sementara itu, pada
Tabel F di dapat angka 2.60 dengan tingkat signifikansi 0.05. Hasil menunjukkan
F hitung lebih besar dari F Tabel sehingga bisa disimpulkan rata-rata MAPE
keempat model tersebut memang berbeda nyata.
Masukkan Tabel 4.5 disini
Pengujian Hipotesis 1
Hipotesis 1 bertujuan untuk menguji apakah Model 1 lebih akurat
dibandingkan Model 2 dalam memprediksi laba masa depan. Tabel 4.2 menunjukkan
bahwa perbandingan prediksi laba yang menggunakan Model 1 dengan prediksi laba
yang menggunakan Model 2 perbedaan rata-ratanya sebesar -2.1191 dengan tingkat
signifikansi 0.000. Kesimpulannya Model 1 lebih akurat jika dibandingkan dengan
Model 2 dalam memprediksi laba masa depan dan perbedaan tersebut signifikan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hipotesis
1 didukung.
Pengujian Hipotesis 2
Hipotesis 2 bertujuan untuk menguji apakah Model 1 lebih akurat
dibandingkan Model 3 dalam memprediksi laba masa depan. Tabel 4.2 menunjukkan
bahwa perbandingan prediksi laba yang menggunakan Model 1 dengan prediksi laba
yang menggunakan Model 3 perbedaan rata-ratanya sebesar -2.0303 dengan tingkat
signifikansi 0.000. Kesimpulannya Model 1 lebih akurat jika dibandingkan dengan
Model 3 dalam memprediksi laba masa depan dan perbedaan tersebut signifikan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hipotesis
2 didukung.
Pengujian Hipotesis 3
Hipotesis 3 bertujuan untuk menguji apakah Model 3 lebih akurat
dibandingkan Model 2 dalam memprediksi laba masa depan. Tabel 4.2 menunjukkan
bahwa perbandingan prediksi laba yang menggunakan Model 3 dengan prediksi laba
yang menggunakan Model 2 perbedaan rata-ratanya sebesar -0.0888 dengan tingkat
signifikansi 0.882. Kesimpulannya Model 3 tidak lebih akurat jika dibandingkan
dengan Model 2 dalam memprediksi laba masa depan tetapi perbedaan tersebut
tidak signifikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hipotesis 3 tidak didukung.
Pengujian Model Naive sebagai Tolok
Ukur Prediksi
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa perbandingan prediksi laba yang menggunakan
model naive dengan Model 1 perbedaan rata-ratanya sebesar 2.1116 dengan tingkat
signifikansi 0.000. Sementara itu, perbandingan prediksi laba yang menggunakan
model naive dengan Model 2 perbedaan rata-ratanya sebesar -0.0075 dengan
tingkat signifikansi 1.000. Untuk perbandingan prediksi laba yang menggunakan
model naive dengan Model 3 perbedaan rata-ratanya sebesar 0.0813 dengan tingkat
signifikansi 0.906. Kesimpulannya model naive tidak lebih akurat dibandingkan
Model 1, Model 2, dan Model 3 dalam memprediksi laba masa depan tetapi
perbedaan itu hanya signifikan pada Model 1.
3. HASIL
ANALISIS SENSITIVITAS
Pengujian dilakukan menggunakan ANOVA dengan tiga variabel independen
ditambah satu variabel sebagai tolok ukur yaitu model pemulusan eksponensial
serta model naive. Hasil pengujian ANOVA
menggunakan tingkat signifikansi 0,05. Hasil pengujian ANOVA secara ringkas
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Masukkan Tabel 4.6 disini
Analisis di atas bertujuan untuk menguji berlaku
tidaknya asumsi untuk ANOVA, yaitu apakah ketiga sampel ditambah dengan satu
sampel sebagai tolok ukur mempunyai varians
yang sama. Hasil menunjukkan bahwa Levene
Test hitung adalah 8.768 dengan nilai probabilitas 0.000. Probabilitas yang
lebih kecil dari 0.05 menunjukkan bahwa keempat model memiliki varians
berbeda sehingga untuk melanjutkan analisis caranya adalah mengubah (transform) jenis data dependen yaitu
MAPE ke bentuk logaritmik.
Masukkan Tabel 4.7 disini
Terlihat bahwa Levene Test hitung adalah 1.953 dengan
nilai probabilitas 0.101. Probabilitas yang lebih besar dari 0.05 menunjukkan
bahwa keempat model memiliki varians
yang sama.
Masukkan Tabel
4.8 disini
Analisis di atas digunakan untuk menguji apakah
kelima model mempunyai rata-rata (mean)
yang sama. F hitung dari output statistik adalah 136.218. Sementara itu, dari
Tabel F di dapat angka 2.37 dengan tingkat signifikansi 0.05. Hasil menunjukkan F hitung lebih besar dari F
Tabel sehingga bisa disimpulkan rata-rata MAPE kelima model tersebut memang
berbeda nyata.
Masukkan Tabel 4.9 disini
Pengujian Model Pemulusan Eksponensial sebagai
Tolok Ukur Prediksi
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa perbandingan prediksi laba yang menggunakan
model pemulusan eksponensial dengan Model 1 perbedaan rata-ratanya sebesar
2.2018 dengan tingkat signifikansi 0.000. Sementara itu, perbandingan prediksi
laba yang menggunakan model pemulusan eksponensial dengan Model 2 perbedaan
rata-ratanya sebesar 0.0822 dengan tingkat signifikansi 0.953. Untuk
perbandingan prediksi laba yang menggunakan model pemulusan eksponensial dengan
Model 3 perbedaan rata-ratanya sebesar 0.1507 dengan tingkat signifikansi
0.686. Perbandingan model prediksi antara model pemulusan eksponensial dengan
model naive perbedaan rata-ratanya sebesar 0.0900 dengan tingkat signifikansi
0.936. Kesimpulannya model pemulusan eksponensial tidak lebih akurat
dibandingkan Model 1, Model 2, dan Model 3 dalam memprediksi laba masa depan
tetapi perbedaan tersebut hanya signifikan pada Model 1. Sementara itu model
pemulusan eksponensial lebih akurat dibandingkan model naive dalam memprediksi
laba masa depan tetapi perbedaan tersebut tidak signifikan.
V.
SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN PENELITIAN BERIKUTNYA
1. SIMPULAN
Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang tidak hanya meneliti
kemampuan laba agregat dalam memprediksi laba masa depan tapi juga
mempertimbangkan adanya komponen laba permanen dan transitori dan melihat
tingkat keakuratan ketiga komponen laba tersebut. Penelitian ini juga
membandingkan ketiga komponen tersebut dengan model naive sebagai tolok ukur
karena model naive merupakan model yang biasa digunakan untuk memprediksi laba
masa depan.
Hasil penelitian menunjukkan dukungan terhadap
hipotesis 1 yang menyatakan bahwa model dengan komponen laba permanen lebih
akurat dibandingkan model dengan komponen laba transitori dalam memprediksi
laba masa depan. Hasil pengujian yang berkaitan dengan hipotesis 2 yang
menyatakan bahwa model dengan komponen laba permanen lebih akurat dibandingkan
model dengan komponen laba agregat dalam memprediksi laba masa depan diterima.
Sementara itu hasil pengujian terhadap hipotesis 3 yang menyatakan bahwa model
dengan komponen laba agregat lebih akurat dibandingkan model dengan komponen
laba transitori dalam memprediksi laba masa depan ditolak. Alasan tidak
didukungnya hipotesis 3 adalah sesuai dengan Sugiri (2003) yang menyatakan laba
yang dirinci lebih mempunyai daya prediktif dibandingkan laba agregatnya.
Pengujian terhadap model naive sebagai tolok ukur
dalam memprediksi laba masa depan menunjukkan bahwa model naive tidak lebih
akurat dibandingkan model dengan komponen laba permanen dalam memprediksi laba
masa depan. Hasil pengujian berkaitan dengan model pemulusan eksponensial
sebagai tolok ukur menghasilkan simpulan yang sama, seperti model pemulusan
eksponensial menunjukkan tidak lebih akurat dibandingkan model dengan komponen
laba permanen dalam memprediksi laba masa depan.
Berdasarkan data dalam penelitian ini maka dapat
disimpulkan bahwa walaupun laba agregat bisa digunakan untuk memprediksi tetapi
tingkat keakuratannya menjadi berkurang. Dengan mengklasifikasikan laba ke
dalam komponen permanen dan transitori maka akan memberikan tingkat prediksi
dan keakuratan yang lebih baik. Sementara itu, berdasarkan data dalam
penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa model dengan komponen laba permanen
merupakan model yang paling akurat untuk memprediksi laba masa depan.
2. KETERBATASAN
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah:
1.
Penggunaan
sampel yang tidak dilakukan secara acak.
2.
Pemisahan
komponen transitori yang hanya difokuskan pada elemen yang secara umum
dihasilkan dari aktivitas bisnis tanpa memperhatikan apakah komponen tersebut
memiliki konsekuensi kas atau tidak.
3.
Hanya menguji
keakuratan untuk satu perioda.
3. PENELITIAN BERIKUTNYA
Saran untuk penelitian berikutnya adalah:
1.
Sampel yang
lebih representatif dan diseleksi secara random.
2.
Perioda
pengamatan yang lebih panjang kemungkinan memberikan hasil yang berbeda dan
lebih baik.
3.
Meneliti
tingkat keakuratan lebih dari satu perioda agar penelitian lebih robust.
4.
Mempertimbangkan
klasifikasi komponen transitori laba rugi yang memiliki konsekuensi terhadap aliran
kas atau tidak.
5.
Penelitian
tentang kemampuan laba permanen, transitori, dan agregat dalam memprediksi
aliran kas masa depan.
6.
Penelitian
tentang pengaruh laba permanen dan transitori terhadap kualitas laba.
7.
Penelitian
berikutnya juga dapat meneliti pengaruh laba permanen dan transitori terhadap
nilai perusahaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali, A., dan Zarrowin. 1992. Permanent Versus
Transitory Components of Annual Earnings and Estimation Error in Earnings
Response Coefficients. Journal of
Accounting and Economics 15: 249-264.
---------. Klein, A, dan Rosenfeld, J. 1992.
Analysts’ Use of Information about Permanent and Transitory Earnings Components
in Forecasting Annual EPS. The Accounting
Review. Vol. 67. No. 1. January: 183-198.
Arsyad, Lincolin. 2001. Peramalan Bisnis. Edisi Pertama. BPFE Yogyakarta.
Assih, Prihat. 1999. Laba Akuntansi dan
Klasifikasi Akuntansi untuk Menaksir Profitabilitas Perusahaan. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol 1. No.
3: 183-194.
Ball, R, dan Brown, P. 1968. An Empirical Evaluation
of Accounting Income Numbers. Journal of
Accounting Research. Autumn: 159-177.
Beaver, W. H. 1968. The Information Content of
Annual Earnings Announcements. Empirical Research in Accounting: Selected
Studies. Journal of Accounting Research.
(Supplement) Vol. 4: 67-92.
-----------------.1989. Financial Reporting: An Accounting Revolution. Third Edition.
Prentice Hall International, Inc.
----------------. 1999. Discussion of “On
Transitory Earnings”. Review of
Accounting Studies. Desember 4: 163-167.
Burgstahler, Jiambalvo, dan Shevlin. 2002. “Do
Stock Prices Fully Reflect the Implications of Special Items for Future
Earnings? Journal of Accounting Research.
Vol. 40. No. 3. June: 585-612.
Fairfield, P.M., R.J. Sweeney, dan T.L. Yohn.
1996. Accounting Classification and the Predictive Content of Earnings. The Accounting Review. Vol. 71. No. 3:
337-355.
Financial Accounting Standard Boards. 1978.
Objective of Financial Reporting by Business Enterprises. Statements of Financial Accounting Concepts No. 1.
Finger, Catherine A. 1994. The Ability of Earnings
to Predict Future Earnings and Cash Flow. Journal
of Accounting Research. Vol. 32. No. 2 Autumn: 210-223.
Foster, George. 1977. Quarterly Accounting Data:
Time-Series Properties and Predictive Ability Results. The Accounting Review. Vol. LII. No. 1. January: 1-21.
Kormendi, R dan Lipe, R. 1987. Earnings
Innovations, Earnings Persistence, and Stock Returns. Journal of Business. Vol. 60. No. 3:323-345.
Lipe, Robert. 1986. The Information Contained in
the Components of Earnings. Journal of
Accounting Research. Vol. 24. Suplement. 37-55.
Makridakis, Spyros, dan Wheelwright. 1978. Forecasting: Methods and Applications.
New York, John Wiley and Sons.
Ou. 1990. The Information Content of Nonearnings
Accounting Numbers as Earnings Predictors. Journal
of Accounting Research. Vol. 28. No. 1. Spring: 392-413.
------- dan Penman. 1989.
Accounting Measurement, Price-Earnings Ratio, and the Information Content of
Security Prices. Journal of Accounting
Research. Vol. 27. Supplement: 111-143.
Penman. 2001. Financial
Statement Analysis & Security Valuation. McGraw-Hill International
Edition.
Revsine, Lawrence. Collins D. dan Johnson W. 2001.
Financial Reporting and Analysis.
Second Edition. Prentice Hall.
Santoso, Singgih. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Elex Media Komputindo.
Gramedia. Jakarta
Sloan, Richard G. 1996. Do Stock Prices Fully
Reflect Information in Accruals and Cash Flows About Future Earnings? The Accounting Review. Vol. 71. No. 3.
July: 289-315.
Sugiri, Slamet. 2003. Kemampuan Laba Rincian Untuk
Memprediksi Arus Kas. Disertasi.
Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.
Werdiningsih, Sri. 2001. Pengaruh Klasifikasi
Komponen Laba Terhadap Kemampuan Prediksi Laba. Tesis S2. Program Magister Sains. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Wolk et. al. 2000. Accounting Theory: A Conceptual Institusional Approach. Fifth
Edition. South-Western College Publishing.
Zulfiati, Lies. 2004. Pengaruh Komponen Laba
Permanen dan Transitori Terhadap Price-Earnings Ratio. Tesis S2. Program Magister Sains. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
EmoticonEmoticon