Sunday, June 8, 2014

CONTOH JURNAL EKONOMI LENGKAP PERBANDINGAN KEAKURATAN MODEL LABA PERMANEN

PERBANDINGAN KEAKURATAN MODEL LABA PERMANEN, TRANSITORI DAN AGREGAT DALAM MEMPREDIKSI LABA MASA DEPAN



ABSTRACT

Earnings represent information which very paid attention by users of financial statements. Some research was examined the ability of earnings to forecast future earnings which only focused to aggregate earnings. Some literature mention that reported earnings number contain permanent and transitory earnings component which can be used to forecast future earnings and future cash flow. Permanent earnings is earnings related to core activity of the firms which always happened each every period, while transitory earnings are earnings do not relate with core activity of the firms and is not expected to happened in next period. This research empirically examines the level of accuracy model with permanent, transitory, and aggregate earnings component to forecast future earnings of the firms. This research also use naïve model as benchmark compared with permanent, transitory, and aggregate earnings to forecast future earnings.
By using 72 observations by time-series from 1995-2002, the result of research indicate that model with permanent earnings component more accurate compared model with transitory, aggregate earnings component, and naïve model to forecast future earnings. This research also use exponential smoothing model as benchmark in sensitivity analysis. The result demonstrate that model with permanent earnings component more accurate compared model with transitory, aggregate earnings component, naïve model, and exponential smoothing model to forecast future earnings.

Key words:    Permanent earnings, Transitory earnings, Aggregate earnings, and Forecast future earnings.

I. PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Pelaporan keuangan merupakan sumber informasi yang sangat penting bagi pengguna informasi. SFAC No. 1 memberikan tiga tujuan dari laporan keuangan. Tujuan yang pertama adalah berhubungan dengan kemampuan laporan keuangan memberikan informasi yang berguna dalam membuat keputusan investasi dan keputusan kredit. Tujuan yang kedua adalah berguna dalam meramal prospek aliran kas dan laba masa depan. Tujuan yang terakhir adalah memberikan informasi tentang sumberdaya perusahaan, klaim terhadap sumberdaya tersebut, dan perubahan sumberdaya tersebut. Fokus utama dari laporan keuangan adalah informasi tentang laba dan komponennya.
Studi tentang laba telah dilakukan oleh Ball and Brown (Ball dan Brown, 1968) yang memprediksi bahwa peningkatan unexpected earnings (laba kejutan) diikuti oleh tingkat return abnormal positif dan penurunan laba kejutan diikuti oleh tingkat return abnormal negatif. Hasilnya menunjukkan bahwa laba pelaporan akuntansi merefleksi faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham dan merupakan informasi yang berguna.
Beaver juga menguji tentang kandungan informasi terhadap pengumuman laba tahunan, yang mengindikasi bahwa laba pelaporan berhubungan dengan peristiwa yang dianggap investor mempengaruhi harga saham sehingga investor menggunakan informasi tersebut untuk merubah peramalan labanya dan menyesuaikan harga dengan tepat (Beaver, 1968).
Dapat dikatakan bahwa beberapa studi di atas hanya berfokus pada laba agregat atau disebut bottom line earnings untuk memprediksi laba masa depan atau aliran kas masa depan sehingga menimbulkan pertanyaan apakah laba agregat tersebut merupakan indikator yang baik untuk memprediksi, atau adakah komponen lain di dalam laba agregat yang bisa menyebabkan prediksi menjadi bias dan bahkan berkurang tingkat keakuratannya. Revsine et al. (2001) menjelaskan ada tiga komponen yang berbeda di dalam angka laba pelaporan yaitu komponen laba permanen, laba transitori dan komponen pengganggu atau disebut juga laba yang tidak relevan terhadap nilai (value-irrelevant earnings). Laba permanen merupakan laba yang relevan digunakan untuk memprediksi laba masa depan atau aliran kas masa depan dan diharapkan untuk tetap ada di masa depan. Laba transitori merupakan laba yang relevan digunakan untuk memprediksi laba masa depan atau aliran kas masa depan tetapi tidak diharapkan untuk tetap ada di masa depan. Sementara itu laba yang tidak relevan terhadap nilai (value-irrelevant earnings) tidak berhubungan dengan laba masa depan atau aliran kas masa depan.
Beberapa penelitian menggambarkan tentang kemampuan laba meramal laba masa depan (Foster, 1977; Finger, 1994; Assih, 1999) tetapi belum ada penelitian yang mencoba untuk membandingkan keakuratan model dengan komponen laba permanen, transitori dan laba agregat dalam meramal laba masa depan. Karena laba permanen dan transitori sama-sama mempunyai nilai yang relevan untuk memprediksi laba dan aliran kas masa depan, maka penelitian ini mencoba untuk menguji secara empiris dan meneliti keakuratan model dengan komponen laba permanen, transitori, dan laba agregat untuk memprediksi laba masa depan.
Berdasarkan pada uraian yang telah dijelaskan di atas yang menyatakan bahwa laba permanen, transitori, dan agregat dapat digunakan untuk memprediksi laba masa depan maka permasalahan yang ingin ditonjolkan dalam penelitian ini adalah, “di antara model dengan komponen laba permanen, transitori dan laba agregat manakah yang lebih akurat ketika digunakan untuk memprediksi laba masa depan perusahaan yang listing di Bursa Efek Jakarta”. Selain itu untuk memperkuat hasil dan menghindari terjadinya bias jika hanya menggunakan satu teknik prediksi maka penelitian ini juga menguji tingkat keakuratan model naive yang digunakan sebagai tolok ukur dibandingkan model dengan komponen laba permanen, transitori, dan agregat dalam memprediksi laba masa depan.



II. TINJAUAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1. TINJAUAN LITERATUR
2.1.1. Teori Signal
Menurut Wolk et al. (2000) teori signal merupakan salah satu argumen yang mendukung pasar yang tidak diatur untuk informasi akuntansi (unregulated markets for accounting information). Teori signal muncul karena adanya insentif dari manajer untuk melaporkan secara sukarela informasi mengenai perusahaan di luar yang dimandatkan oleh badan pembuat regulasi.
Ketika perusahaan melaporkan kepada publik komponen labanya terutama komponen laba permanen dan transitori, maka hal tersebut merupakan good news karena pasar menganggap perusahaan memberikan informasi yang lengkap mengenai perusahaan. Dengan komponen laba permanen dan transitori yang dilaporkan oleh perusahaan, maka investor dapat mengetahui kinerja perusahaan sesungguhnya sehingga prediksi yang dilakukan akan lebih akurat.
2.2. PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.2.1. Laba Permanen, Laba Transitori, dan Laba Agregat
Laba permanen disebut juga sustainable earnings, persistent earnings, atau core earnings yaitu laba yang mempunyai kemampuan laba jangka panjang perusahaan (Penman, 2001). Sementara itu laba sekarang yang tidak mungkin diulang dimasa yang akan datang (laba sementara) bukanlah indikasi dari laba masa depan. Beaver (1989) menyatakan bahwa peristiwa yang terjadi di dalam perioda tertentu kemungkinan transitori dan tidak diharapkan mempunyai pengaruh yang sama terhadap laba dalam perioda berikutnya. Laba akuntansi dapat dipandang menjadi dua komponen, yaitu laba permanen dan laba transitori. Laba permanen dapat dipertimbangkan sebagai nilai harapan dari laba akuntansi masa depan.
Menurut Ali dan Zarrowin (1992), adanya komponen transitori dari perubahan laba dalam laba mungkin proksi yang jelek dari laba kejutan, sehingga menyebabkan bias terhadap nol. Hal ini merupakan alasan untuk membuktikan secara empiris rendahnya ERC. Selanjutnya, estimasi galat dalam ERC adalah berhubungan dengan persistensi. Hal ini akan menyebabkan analisa hubungan selanjutnya diantara ERC dan persistensi menjadi overstated.
Ali et al. (1992) telah menguji apakah analis dengan tepat mengakui time-series properties laba tahunan ketika menetapkan estimasi mereka terhadap laba masa depan. Hasilnya menunjukkan bahwa analis mampu membedakan secara parsial antara komponen permanen dan komponen temporer dalam perioda laba terdahulu. 
Walaupun model dengan komponen laba permanen dan transitori keduanya memiliki nilai yang relevan untuk memprediksi laba masa depan, namun model dengan komponen laba permanen diduga lebih akurat dalam memprediksi laba masa depan dibandingkan model dengan komponen laba transitori. Hal ini disebabkan karena laba permanen muncul akibat aktivitas utama perusahaan yang selalu terjadi di setiap perioda, sedangkan laba transitori karena sifatnya yang hanya terjadi pada perioda tertentu maka laba transitori sekarang tidak mempengaruhi laba transitori berikutnya. Sesuai dengan temuan Ou dan Penman (1989) yang menyatakan bahwa walaupun laba transitori adalah nilai, perubahan harga yang berhubungan dengan laba sekarang mengacaukan informasi dalam pelaporan keuangan mengenai laba masa depan. Selain itu, berdasarkan teori yang ada menyebutkan bahwa laba permanen seharusnya mempunyai pengganda laba ($) yang lebih tinggi dibandingkan laba transitori karena laba permanen akan bertahan lebih lama dalam laba pelaporan di periode-periode berikutnya dibandingkan laba transitori (Revsine et al., 2001).
Dengan demikian, atas dasar argumen di atas, hipotesis berikut ini disajikan:
H1  :  Model dengan komponen laba permanen lebih akurat dibandingkan model dengan komponen laba transitori dalam memprediksi laba masa depan.
Pelbagai penelitian telah membuktikan bahwa laba merupakan sumber informasi yang penting sehingga ketika terdapat pengumuman mengenai laba, maka pasar akan merespon informasi tersebut baik respon negatif maupun positif (Beaver, 1968; Foster, 1977; Kormendi dan Lipe, 1987; Ou, 1990; Finger, 1994 dan; Assih, 1999). Selain itu, laba juga bisa digunakan untuk memprediksi laba masa depan perusahaan. Memprediksi laba dapat meliputi memprediksi laba agregat dan memprediksi komponen-komponen pembentuk laba. Pelbagai penelitian juga membuktikan bahwa laba yang dipilah-pilah menjadi komponen yang lebih khusus mempunyai kemampuan untuk meningkatkan prediksi terhadap laba masa depan (Lipe, 1986; Fairfield et al. 1996; Sloan, 1996; Isgiyarta, 1997; Werdiningsih, 2001; dan Burgstahler et al. 2002).
FASB (1984) dalam Sugiri (2003) menyatakan bahwa pos-pos individual, subtotal, atau bagian-bagian lain dari suatu laporan keuangan sering lebih berguna daripada agregatnya bagi orang-orang yang mengambil keputusan investasi, keputusan kredit, dan keputusan-keputusan lainnya yang sejenis. Walaupun laba agregat bisa digunakan untuk memprediksi laba masa depan, tetapi hal itu menimbulkan measurement error dalam prediksi. Hal ini terjadi karena di dalam laba agregat terdapat tiga komponen laba yaitu laba permanen, transitori, dan laba yang tidak relevan. Adanya komponen laba yang tidak relevan yang merupakan komponen pengganggu menyebabkan tingkat keakuratan laba agregat menjadi menurun ketika digunakan untuk memprediksi laba masa depan. Laba permanen diduga memiliki tingkat keakuratan yang lebih tinggi dibandingkan laba agregat karena komponen yang ada di dalam laba permanen selalu berulang di perioda yang akan datang.
Dengan demikian, atas dasar argumen di atas, maka hipotesisnya adalah:
H2  :  Model dengan komponen laba permanen lebih akurat dibandingkan model dengan komponen laba agregat dalam memprediksi laba masa depan.
Walaupun laba agregat diduga kurang akurat dibandingkan laba permanen, tetapi laba agregat memiliki tingkat keakuratan yang lebih tinggi dibandingkan laba transitori karena laba transitori tidak mempengaruhi laba transitori berikutnya dan laba total untuk tahun berikutnya. Analisis tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Ohlson (1999) dan Revsine et al. (2001) yang masih harus diuji kebenarannya. Selain itu, laba agregat diduga lebih akurat dibandingkan laba transitori karena adanya laba permanen di dalam laba agregat tersebut.
Dengan demikian, atas dasar argumen di atas, hipotesis berikut ini disajikan:
H:  Model dengan komponen laba agregat lebih akurat dibandingkan model dengan komponen laba transitori dalam memprediksi laba masa depan.
III. METODA PENELITIAN
1. SUMBER DATA, POPULASI, DAN SAMPEL
Sumber data dalam penelitian ini adalah data laporan keuangan tahunan perusahaan selama perioda 1995-2002 yang diperoleh dari database Bursa Efek Jakarta yang tersedia di PPA (Pusat Pengembangan Akuntansi) UGM, di MSi Fakultas Ekonomi UGM, Indonesian Capital Market Directory (ICMD), dan home-page JSX. Pemilihan sampel menggunakan metoda penyampelan bersasaran (purposive sampling). Syarat-syarat perusahaan yang dijadikan sampel adalah: (1) Perusahaan terdaftar di BEJ dan mempublikasi laporan keuangan dengan konsisten dari tahun 1995-2002; (2) Perioda laporan keuangan perusahaan tersebut berakhir setiap 31 Desember; (3) Bukan perusahaan perbankan dan asuransi sesuai dengan klasifikasi menurut Indonesian Capital Market Directory; (4) Perusahaan tersebut menyajikan laporan keuangan dalam mata uang rupiah. Sampel akhir terdiri dari 72 perusahaan dengan observasi secara time-series.
2. VARIABEL PENELITIAN DAN PENGUKURAN VARIABEL
2.1. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah laba agregat masa depan (t+1).
2.2. Variabel Independen
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
2.2.1. Laba Permanen
Laba permanen adalah laba dengan komponen yang berasal dari aktivitas utama perusahaan yang terus menerus ada di setiap perioda (Revsine et al., 2001). Oleh karena itu komponen laba permanen diproksikan dengan laba operasi (Revsine et al., 2001). Laba operasi memiliki tingkat kepermanenan yang tinggi karena merupakan pendapatan yang berasal dari kegiatan utama perusahaan (Penman, 2001).
2.2.2. Laba Transitori.
Laba transitori adalah laba yang berasal dari komponen yang tidak terkait dengan aktivitas utama perusahaan dan hanya terjadi pada periode tertentu (Revsine et al., 2001).
Sementara itu dalam penelitian ini komponen laba transitori diamati langsung dari laporan laba rugi perusahaan antara lain penjualan aktiva tetap, selisih kurs, penjualan merk dagang, restrukturisasi dan penyelesaian pinjaman, penurunan nilai persediaan, penjualan penyertaan saham, penjualan investasi efek utang, pembelian surat berharga, pembelian surat utang, penurunan aktiva tetap, penjualan investasi jangka panjang, penghapusan utang, kenaikan nilai pasar surat berharga, laba/rugi anak perusahaan, restrukturisasi sewa guna usaha jangka panjang, kebakaran, kerusuhan, dan bencana alam, serta operasi yang tidak berlanjut (Revsine et al, 2001 dan Penman, 2001).
2.2.3. Laba Agregat
Laba agregat adalah seluruh total laba perusahaan baik yang terkait atau tidak terkait dengan aktivitas utama perusahaan. Komponen laba agregat adalah penghasilan bersih setelah item operasi yang tidak berlanjut, item-item khusus, dan pos luar biasa.
3. Model Analisis
Untuk menguji hipotesis-hipotesis H1, H2, dan H3, dikembangkan tiga model penelitian—Model 1, Model 2, dan Model 3. Model 1 sebagai berikut.
                                                                (1)
Keterangan:
Ŷt+1   =    Nilai prediksi laba agregat perioda berikutnya.
α       =    Intersep dari nilai Y.
$       =    Slope dari garis regresi.
ε       =    Error term.
Model 1 adalah model dengan laba permanen sebagai variabel independen.
Model 2 adalah model dengan laba transitori sebagai variabel independen, adalah sebagai berikut.
                                       (2)
Keterangan:
Ŷt+1   =    Nilai prediksi laba agregat perioda berikutnya.
α       =    Intersep dari nilai Y.
$       =    Slope dari garis regresi.
ε       =    Error term.

Kemudian Model 3 adalah model laba agregat yang terdiri dari keseluruhan total laba perusahaan adalah sebagai berikut.
                                          (3)
Keterangan:
Ŷt+1   =    Nilai prediksi laba agregat perioda berikutnya.
α       =    Intersep dari nilai Y.
$       =    Slope dari garis regresi.
ε       =    Error term.

Sebagai tolok ukur untuk menguji apakah model prediksi dalam penelitian ini lebih baik maka dibandingkan dengan Model naive. Model ini berasumsi bahwa laba perioda sebelumnya merupakan prediktor yang baik untuk memprediksi laba masa depan. Rumus yang digunakan untuk menghitung model ini adalah:
                             
Keterangan:
Ŷt+1   =    Nilai prediksi laba untuk perioda berikutnya.
Yt     =    Nilai realisasi laba untuk perioda t.
Yt-1   =    Nilai realisasi laba untuk perioda sebelum t

4. ANALISIS DATA DAN PENGUJIAN HIPOTESIS
4.1. PENGUJIAN HIPOTESIS
Teknik prediksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi sederhana sebagai estimasi prediksi untuk menentukan nilai laba prediksian yang akan datang. Regresi sederhana dibentuk dengan menggunakan data tahun 1995-2002. Hasil prediksi kemudian dibandingkan dengan realisasi laba tahun 2002. Sementara itu untuk Model naive data yang digunakan untuk memprediksi laba tahun 2002 adalah data tahun 2000 dan 2001.
Efektivitas model dari hasil proses prediksi dilakukan dengan pengujian ketepatan (goodness of fit) antara nilai (variabel dependen/Y) sesungguhnya dengan nilai (variabel dependen/Y) prediksi. Teknik perhitungan ketepatan hasil dilakukan dengan cara menghitung tingkat kesalahan (selisih nilai sesungguhnya dengan nilai prediksi). Ukuran yang digunakan atas kesalahan prediksi adalah mean absolute percentage error (MAPE).
                             
Keterangan:
PE =    Persentase error
n    =    Jumlah prediksi yang diuji.
Setelah diketahui MAPE untuk masing-masing model maka untuk menguji ketiga hipotesis dilakukan dengan menggunakan alat statistik uji ANOVA. Untuk menguji H1 yang menyatakan bahwa model dengan komponen laba permanen lebih akurat dibandingkan model dengan komponen laba transitori dalam memprediksi laba masa depan maka MAPE Model 1 dan MAPE Model 2 diuji secara statistik. Jika MAPE Model 1 secara statistik lebih kecil secara signifikan daripada MAPE Model 2, maka bukti empiris mendukung hipotesis bahwa model dengan komponen laba permanen lebih akurat dibandingkan model dengan komponen laba transitori dalam memprediksi laba masa depan.
Kemudian untuk menguji H2 yang menyatakan bahwa model dengan komponen laba permanen lebih akurat dibandingkan model dengan komponen laba agregat dalam memprediksi laba masa depan maka MAPE Model 1 dan MAPE Model 3 diuji secara statistik. Jika MAPE Model 1 secara statistik lebih kecil secara signifikan daripada MAPE Model 3, maka bukti empiris mendukung hipotesis bahwa model dengan komponen laba permanen lebih akurat dibandingkan model dengan komponen laba agregat dalam memprediksi laba masa depan.
Untuk menguji H3 yang menyatakan bahwa model dengan komponen laba agregat lebih akurat dibandingkan model dengan komponen laba transitori dalam memprediksi laba masa depan maka MAPE Model 3 dan MAPE Model 2 diuji secara statistik. Jika MAPE Model 3 secara statistik lebih kecil secara signifikan daripada MAPE Model 2, maka bukti empiris mendukung hipotesis bahwa model dengan komponen laba agregat lebih akurat dibandingkan model dengan komponen laba transitori dalam memprediksi laba masa depan.
4.2. ANALISIS SENSITIVITAS

Analisis sensitivitas ini dilakukan untuk melihat dan menelaah model prediksi yang terbaik sehingga dapat menjelaskan keakuratan laba masa depan. Dalam analisis ini model exponential smoothing (pemulusan eksponensial) dipilih sebagai tolok ukur dalam melakukan prediksi laba masa depan. Pemulusan eksponensial adalah suatu prosedur yang mengulang perhitungan secara terus-menerus dengan menggunakan data terbaru. Metoda ini dipilih karena dengan melakukan pemulusan terhadap laba perusahaan diharapkan prediksi yang dilakukan akan menjadi lebih mudah dan akurat. Adapun model yang diajukan adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Ŷt+1   =    Nilai prediksi laba agregat perioda berikutnya.
α       =    Konstanta pemulusan.
Yt     =    Data baru atau nilai laba agregat aktual pada perioda t.
Ŷt     =    Nilai pemulusan yang lama atau rata-rata yang dimuluskan hingga perioda t.
IV. ANALISIS DATA
            Bab ini menjelaskan hasil-hasil pengujian hipotesis penelitian. Bagian pertama menyajikan statistik deskriptif variabel-variabel yang digunakan.
1. STATISTIK DESKRIPTIF
Tabel 4.1 menyajikan statistik deskriptif data sampel perioda tahun 1995-2002.
Masukkan Tabel 4.1 disini
2. HASIL PENGUJIAN
2.1. HASIL PENGUJIAN HIPOTESIS
Masukkan Tabel 4.2 disini

Analisis di atas bertujuan untuk menguji berlaku tidaknya asumsi untuk ANOVA, yaitu apakah ketiga sampel ditambah dengan satu sampel sebagai tolok ukur mempunyai varians yang sama. Terlihat bahwa Levene Test hitung adalah 10.998 dengan nilai probabilitas 0.000. Probabilitas yang lebih kecil dari 0.05 menunjukkan bahwa keempat model memiliki varians yang berbeda sehingga menurut Singgih Santoso (2000) untuk melanjutkan analisis caranya adalah mengubah (transform) jenis data dependen yaitu MAPE ke bentuk logaritmik.
Masukkan Tabel 4.3 disini
Terlihat bahwa Levene Test hitung adalah 0.652 dengan nilai probabilitas 0.582. Probabilitas yang lebih besar dari 0.05 menunjukkan bahwa keempat model memiliki varians yang sama.
Masukkan Tabel 4.4 disini
Analisis di atas digunakan untuk menguji apakah keempat sampel mempunyai rata-rata (mean) yang sama. F hitung dari output statistik adalah 150.730. Sementara itu, pada Tabel F di dapat angka 2.60 dengan tingkat signifikansi 0.05. Hasil menunjukkan F hitung lebih besar dari F Tabel sehingga bisa disimpulkan rata-rata MAPE keempat model tersebut memang berbeda nyata.
Masukkan Tabel 4.5 disini

Pengujian Hipotesis 1
Hipotesis 1 bertujuan untuk menguji apakah Model 1 lebih akurat dibandingkan Model 2 dalam memprediksi laba masa depan. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa perbandingan prediksi laba yang menggunakan Model 1 dengan prediksi laba yang menggunakan Model 2 perbedaan rata-ratanya sebesar -2.1191 dengan tingkat signifikansi 0.000. Kesimpulannya Model 1 lebih akurat jika dibandingkan dengan Model 2 dalam memprediksi laba masa depan dan perbedaan tersebut signifikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hipotesis 1 didukung.
Pengujian Hipotesis 2
Hipotesis 2 bertujuan untuk menguji apakah Model 1 lebih akurat dibandingkan Model 3 dalam memprediksi laba masa depan. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa perbandingan prediksi laba yang menggunakan Model 1 dengan prediksi laba yang menggunakan Model 3 perbedaan rata-ratanya sebesar -2.0303 dengan tingkat signifikansi 0.000. Kesimpulannya Model 1 lebih akurat jika dibandingkan dengan Model 3 dalam memprediksi laba masa depan dan perbedaan tersebut signifikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hipotesis 2 didukung.
Pengujian Hipotesis 3
Hipotesis 3 bertujuan untuk menguji apakah Model 3 lebih akurat dibandingkan Model 2 dalam memprediksi laba masa depan. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa perbandingan prediksi laba yang menggunakan Model 3 dengan prediksi laba yang menggunakan Model 2 perbedaan rata-ratanya sebesar -0.0888 dengan tingkat signifikansi 0.882. Kesimpulannya Model 3 tidak lebih akurat jika dibandingkan dengan Model 2 dalam memprediksi laba masa depan tetapi perbedaan tersebut tidak signifikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hipotesis 3 tidak didukung.
Pengujian Model Naive sebagai Tolok Ukur Prediksi
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa perbandingan prediksi laba yang menggunakan model naive dengan Model 1 perbedaan rata-ratanya sebesar 2.1116 dengan tingkat signifikansi 0.000. Sementara itu, perbandingan prediksi laba yang menggunakan model naive dengan Model 2 perbedaan rata-ratanya sebesar -0.0075 dengan tingkat signifikansi 1.000. Untuk perbandingan prediksi laba yang menggunakan model naive dengan Model 3 perbedaan rata-ratanya sebesar 0.0813 dengan tingkat signifikansi 0.906. Kesimpulannya model naive tidak lebih akurat dibandingkan Model 1, Model 2, dan Model 3 dalam memprediksi laba masa depan tetapi perbedaan itu hanya signifikan pada Model 1.
3.      HASIL ANALISIS SENSITIVITAS
Pengujian dilakukan menggunakan ANOVA dengan tiga variabel independen ditambah satu variabel sebagai tolok ukur yaitu model pemulusan eksponensial serta model naive. Hasil  pengujian ANOVA menggunakan tingkat signifikansi 0,05. Hasil pengujian ANOVA secara ringkas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Masukkan Tabel 4.6 disini
Analisis di atas bertujuan untuk menguji berlaku tidaknya asumsi untuk ANOVA, yaitu apakah ketiga sampel ditambah dengan satu sampel sebagai tolok ukur mempunyai varians yang sama. Hasil menunjukkan bahwa Levene Test hitung adalah 8.768 dengan nilai probabilitas 0.000. Probabilitas yang lebih kecil dari 0.05 menunjukkan bahwa keempat model memiliki varians  berbeda sehingga untuk melanjutkan analisis caranya adalah mengubah (transform) jenis data dependen yaitu MAPE ke bentuk logaritmik.
Masukkan Tabel 4.7 disini
Terlihat bahwa Levene Test hitung adalah 1.953 dengan nilai probabilitas 0.101. Probabilitas yang lebih besar dari 0.05 menunjukkan bahwa keempat model memiliki varians yang sama.
Masukkan Tabel 4.8 disini
Analisis di atas digunakan untuk menguji apakah kelima model mempunyai rata-rata (mean) yang sama. F hitung dari output statistik adalah 136.218. Sementara itu, dari Tabel F di dapat angka 2.37 dengan tingkat signifikansi 0.05.  Hasil menunjukkan F hitung lebih besar dari F Tabel sehingga bisa disimpulkan rata-rata MAPE kelima model tersebut memang berbeda nyata.
Masukkan Tabel 4.9 disini
Pengujian Model Pemulusan Eksponensial sebagai Tolok Ukur Prediksi
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa perbandingan prediksi laba yang menggunakan model pemulusan eksponensial dengan Model 1 perbedaan rata-ratanya sebesar 2.2018 dengan tingkat signifikansi 0.000. Sementara itu, perbandingan prediksi laba yang menggunakan model pemulusan eksponensial dengan Model 2 perbedaan rata-ratanya sebesar 0.0822 dengan tingkat signifikansi 0.953. Untuk perbandingan prediksi laba yang menggunakan model pemulusan eksponensial dengan Model 3 perbedaan rata-ratanya sebesar 0.1507 dengan tingkat signifikansi 0.686. Perbandingan model prediksi antara model pemulusan eksponensial dengan model naive perbedaan rata-ratanya sebesar 0.0900 dengan tingkat signifikansi 0.936. Kesimpulannya model pemulusan eksponensial tidak lebih akurat dibandingkan Model 1, Model 2, dan Model 3 dalam memprediksi laba masa depan tetapi perbedaan tersebut hanya signifikan pada Model 1. Sementara itu model pemulusan eksponensial lebih akurat dibandingkan model naive dalam memprediksi laba masa depan tetapi perbedaan tersebut tidak signifikan.
V. SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN PENELITIAN BERIKUTNYA
1. SIMPULAN
Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang tidak hanya meneliti kemampuan laba agregat dalam memprediksi laba masa depan tapi juga mempertimbangkan adanya komponen laba permanen dan transitori dan melihat tingkat keakuratan ketiga komponen laba tersebut. Penelitian ini juga membandingkan ketiga komponen tersebut dengan model naive sebagai tolok ukur karena model naive merupakan model yang biasa digunakan untuk memprediksi laba masa depan.
Hasil penelitian menunjukkan dukungan terhadap hipotesis 1 yang menyatakan bahwa model dengan komponen laba permanen lebih akurat dibandingkan model dengan komponen laba transitori dalam memprediksi laba masa depan. Hasil pengujian yang berkaitan dengan hipotesis 2 yang menyatakan bahwa model dengan komponen laba permanen lebih akurat dibandingkan model dengan komponen laba agregat dalam memprediksi laba masa depan diterima. Sementara itu hasil pengujian terhadap hipotesis 3 yang menyatakan bahwa model dengan komponen laba agregat lebih akurat dibandingkan model dengan komponen laba transitori dalam memprediksi laba masa depan ditolak. Alasan tidak didukungnya hipotesis 3 adalah sesuai dengan Sugiri (2003) yang menyatakan laba yang dirinci lebih mempunyai daya prediktif dibandingkan laba agregatnya.
Pengujian terhadap model naive sebagai tolok ukur dalam memprediksi laba masa depan menunjukkan bahwa model naive tidak lebih akurat dibandingkan model dengan komponen laba permanen dalam memprediksi laba masa depan. Hasil pengujian berkaitan dengan model pemulusan eksponensial sebagai tolok ukur menghasilkan simpulan yang sama, seperti model pemulusan eksponensial menunjukkan tidak lebih akurat dibandingkan model dengan komponen laba permanen dalam memprediksi laba masa depan.
Berdasarkan data dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa walaupun laba agregat bisa digunakan untuk memprediksi tetapi tingkat keakuratannya menjadi berkurang. Dengan mengklasifikasikan laba ke dalam komponen permanen dan transitori maka akan memberikan tingkat prediksi dan keakuratan yang lebih baik. Sementara itu, berdasarkan data dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa model dengan komponen laba permanen merupakan model yang paling akurat untuk memprediksi laba masa depan.
2. KETERBATASAN
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah:
1.      Penggunaan sampel yang tidak dilakukan secara acak.
2.      Pemisahan komponen transitori yang hanya difokuskan pada elemen yang secara umum dihasilkan dari aktivitas bisnis tanpa memperhatikan apakah komponen tersebut memiliki konsekuensi kas atau tidak.
3.      Hanya menguji keakuratan untuk satu perioda.
3. PENELITIAN BERIKUTNYA
Saran untuk penelitian berikutnya adalah:
1.      Sampel yang lebih representatif dan diseleksi secara random.
2.      Perioda pengamatan yang lebih panjang kemungkinan memberikan hasil yang berbeda dan lebih baik.
3.      Meneliti tingkat keakuratan lebih dari satu perioda agar penelitian lebih robust.
4.      Mempertimbangkan klasifikasi komponen transitori laba rugi yang memiliki konsekuensi terhadap aliran kas atau tidak.
5.      Penelitian tentang kemampuan laba permanen, transitori, dan agregat dalam memprediksi aliran kas masa depan.
6.      Penelitian tentang pengaruh laba permanen dan transitori terhadap kualitas laba.
7.      Penelitian berikutnya juga dapat meneliti pengaruh laba permanen dan transitori terhadap nilai perusahaan.



DAFTAR PUSTAKA

Ali, A., dan Zarrowin. 1992. Permanent Versus Transitory Components of Annual Earnings and Estimation Error in Earnings Response Coefficients. Journal of Accounting and Economics 15: 249-264.

---------. Klein, A, dan Rosenfeld, J. 1992. Analysts’ Use of Information about Permanent and Transitory Earnings Components in Forecasting Annual EPS. The Accounting Review. Vol. 67. No. 1. January: 183-198.

Arsyad, Lincolin. 2001. Peramalan Bisnis. Edisi Pertama. BPFE Yogyakarta.

Assih, Prihat. 1999. Laba Akuntansi dan Klasifikasi Akuntansi untuk Menaksir Profitabilitas Perusahaan. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol 1. No. 3: 183-194.

Ball, R, dan Brown, P. 1968. An Empirical Evaluation of Accounting Income Numbers. Journal of Accounting Research. Autumn: 159-177.

Beaver, W. H. 1968. The Information Content of Annual Earnings Announcements. Empirical Research in Accounting: Selected Studies. Journal of Accounting Research. (Supplement) Vol. 4: 67-92.

-----------------.1989. Financial Reporting: An Accounting Revolution. Third Edition. Prentice Hall International, Inc.

----------------. 1999. Discussion of “On Transitory Earnings”. Review of Accounting Studies. Desember 4: 163-167.

Burgstahler, Jiambalvo, dan Shevlin. 2002. “Do Stock Prices Fully Reflect the Implications of Special Items for Future Earnings? Journal of Accounting Research. Vol. 40. No. 3. June: 585-612.

Fairfield, P.M., R.J. Sweeney, dan T.L. Yohn. 1996. Accounting Classification and the Predictive Content of Earnings. The Accounting Review. Vol. 71. No. 3: 337-355.

Financial Accounting Standard Boards. 1978. Objective of Financial Reporting by Business Enterprises. Statements of Financial Accounting Concepts No. 1.

Finger, Catherine A. 1994. The Ability of Earnings to Predict Future Earnings and Cash Flow. Journal of Accounting Research. Vol. 32. No. 2 Autumn: 210-223.

Foster, George. 1977. Quarterly Accounting Data: Time-Series Properties and Predictive Ability Results. The Accounting Review. Vol. LII. No. 1. January: 1-21.

Kormendi, R dan Lipe, R. 1987. Earnings Innovations, Earnings Persistence, and Stock Returns. Journal of Business. Vol. 60. No. 3:323-345.

Lipe, Robert. 1986. The Information Contained in the Components of Earnings. Journal of Accounting Research. Vol. 24. Suplement. 37-55.

Makridakis, Spyros, dan Wheelwright. 1978. Forecasting: Methods and Applications. New York, John Wiley and Sons.

Ou. 1990. The Information Content of Nonearnings Accounting Numbers as Earnings Predictors. Journal of Accounting Research. Vol. 28. No. 1. Spring: 392-413.

------- dan Penman. 1989. Accounting Measurement, Price-Earnings Ratio, and the Information Content of Security Prices. Journal of Accounting Research. Vol. 27. Supplement: 111-143.

Penman. 2001. Financial Statement Analysis & Security Valuation. McGraw-Hill International Edition.

Revsine, Lawrence. Collins D. dan Johnson W. 2001. Financial Reporting and Analysis. Second Edition. Prentice Hall.

Santoso, Singgih. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Elex Media Komputindo. Gramedia. Jakarta

Sloan, Richard G. 1996. Do Stock Prices Fully Reflect Information in Accruals and Cash Flows About Future Earnings? The Accounting Review. Vol. 71. No. 3. July: 289-315.

Sugiri, Slamet. 2003. Kemampuan Laba Rincian Untuk Memprediksi Arus Kas. Disertasi. Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.

Werdiningsih, Sri. 2001. Pengaruh Klasifikasi Komponen Laba Terhadap Kemampuan Prediksi Laba. Tesis S2. Program Magister Sains. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Wolk et. al. 2000. Accounting Theory: A Conceptual Institusional Approach. Fifth Edition. South-Western College Publishing.

Zulfiati, Lies. 2004. Pengaruh Komponen Laba Permanen dan Transitori Terhadap Price-Earnings Ratio. Tesis S2. Program Magister Sains. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.


EmoticonEmoticon