Sunday, June 8, 2014

KUMPULAN SKRIPSI EKONOMI MANAJEMEN TERBARU 2014 ANALISIS PENGARUH PROPORSI DEWAN KOMISARIS

ANALISIS PENGARUH PROPORSI DEWAN KOMISARIS DAN
KEBERADAAN KOMITE AUDIT
TERHADAP AKTIVITAS MANAJEMEN LABA


ABSTRACT
This study is performed to examine the influence of internal and external board of directors and the presence of an audit committee on earnings management activities. This study used the discretionary accrual model of the modified Jones model to measure earnings management. Sampling method was purposive random sampling, with the criteria of non organizations in the insurance and banking industries group listed at the BEJ prior to 1994, organizations publishing fund accounts at the time of investigations through the years 1994-2002, consists of external and internal board of directors, audit committee, and last of all, owns managerial stock holding data as well as firm stock holding.
The results show finds that: (1) the proportion of the board of directors and the presence of an audit committee significantly have a negative influence on earnings management. This means that the proportion of the board of directors and the presence of an audit committee reduce earnings management activities; (2) the interaction between the board of directors and the presence of an audit committee have a positive influence instead of a negative one by considering that the interaction was not effective in reducing earnings management activities; (3) managerial and institutional ownership does not have an influence for earnings management activities; and (4) the auditor has a significantly negative influence on earnings management activities. 
 Keywords: earnings management, board of directors and audit committee.
1.      Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Manajemen laba merupakan salah satu masalah keagenan (agency problem) yang terjadi karena adanya pemisahan antara pemegang saham dengan manajemen perusahaan. Aktivitas manajemen laba yang terjadi di perusahaan dapat dibatasi dengan adanya dewan komisaris eksternal (Peasnell et al., 1998 dan 2000) dan komite audit.
Berbagai bentuk manajemen laba seperti taking a bath, perataan laba (income smoothing), maksimalisasi atau minimalisasi pendapatan dapat dilakukan oleh pihak manajemen dengan memanfaatkan peluang yang ada dalam standar akuntansi seperti penerapan kebijakan akuntansi atau pemilihan metoda akuntansi yang digunakan.
Dewan komisaris diyakini memiliki peran penting dalam pengelolaan perusahaan, khususnya dalam memonitor manajemen puncak (Fama dan Jansen, 1983 seperti yang dinyatakan oleh Pratana, 2002). Beasley (1996) meneliti hubungan antara proporsi dewan komisaris dan kecurangan (fraud) laporan keuangan. Ia membuktikan bahwa perusahaan yang melakukan kecurangan mempunyai persentase dewan komisaris eksternal yang signifikan lebih rendah daripada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan. Adanya kewajiban dibentuknya komite audit pada perusahaan-perusahaan publik oleh Bursa Efek Jakarta dalam peraturan pencatatan efek no I-A, dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) menunjukkan bahwa BEJ ingin meningkatkan pengawasan terhadap pengelolaan perusahaan sehingga dapat mengurangi aktivitas manajemen melalui akrual diskresioner. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Verschoor (1993) mengenai pengawasan pada audit eksternal diharapkan yang dapat meningkatkan independensi auditor sehingga dapat memperbaiki efektivitas audit. Oleh karena itu, keberadaan komite audit yang cukup independen dapat membantu dalam mengurangi aktivitas manajemen laba.
Penelitian ini berbeda dari penelitian Pratana (2002) yang melihat hubungan corporate governance dengan manajemen laba, dimana corporate governance diukur dengan melihat variabel ukuran dewan direksi. Dalam penelitian ini, peneliti ingin membuktikan bahwa aktivitas manajemen laba dapat dikurangi dengan proporsi dewan komisaris eksternal yang tinggi dan keberadaan komite audit sesuai ketentuan, yaitu 30% berasal dari pihak eksternal untuk meningkatkan independensi dan terselenggaranya pengelolaan korporasi yang baik. Aktivitas manajemen laba diproksikan dengan discretionary accrual dengan menggunakan model Jones (1991).
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan dikemukakan dalam penelitian berikut ini adalah: 1) Apakah proporsi dewan komisaris eksternal yang tinggi dapat mengurangi aktivitas manajemen laba; 2) Apakah keberadaan komite audit dapat mengurangi aktivitas manajemen laba.
1.3.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah perusahaan publik Indonesia yang melakukan aktivitas manajemen laba dapat dikurangi dengan adanya proporsi dewan komisaris eksternal yang tinggi dan dengan adanya keberadaan komite audit dalam perusahaan.
2. Tinjauan Literatur dan Pengembangan Hipotesis
2.1. Teori Keagenan (Agency Theory) dan Manajemen Laba
Jensen dan Meckling (1976) dan Scott (1997) menggambarkan hubungan keagenan (agency relationship) sebagai hubungan yang timbul karena adanya kontrak yang ditetapkan antara principal yang menggunakan agen untuk melakukan jasa yang menjadi kepentingan principal dalam hal terjadi pemisahan kepemilikan dan kontrol perusahaan. Agar hubungan kontraktual ini dapat berjalan lancar, principal akan mendelegasikan otoritas pembuatan keputusan kepada agen dan hubungan ini juga perlu diatur dalam suatu kontrak yang biasanya menggunakan angka-angka akuntansi yang dinyatakan dalam laporan keuangan sebagai dasarnya.
Masalah keagenan (agency problem) sebenarnya muncul ketika principal kesulitan untuk memastikan bahwa agen bertindak untuk memaksimumkan kesejahteraan principal. Menurut teori keagenan, pengawasan yang secara luas digunakan dan diharapkan dapat menyelaraskan tujuan principal dan agen adalah melalui mekanisme pelaporan keuangan. Melalui laporan keuangan yang merupakan tanggung jawab agen, principal dapat mengukur, menilai sekaligus mengawasi kinerja agen, sejauh mana agen telah bertindak untuk meningkatkan kesejahteraan principal. Selain itu, pemilik/pemegang saham dapat memberikan kompensasi kepada agen berdasarkan laporan keuangan, kreditur dapat memberikan pinjaman dengan mempertimbangkan laporan keuangan, pemerintah dapat menetapkan regulasi berdasarkan laporan tersebut.
Laporan keuangan yang dibuat menggunakan angka-angka akuntansi diharapkan berperan besar dalam meminimalkan konflik antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976; Watts dan Zimmerman, 1986). Ketergantungan pihak eksternal pada angka akuntansi, kecenderungan manajer untuk mencari keuntungan sendiri (moral hazard) dan tingkat asimetri informasi yang tinggi, menyebabkan keinginan besar bagi manajer untuk memanipulasi kinerja yang dilaporkan untuk kepentingan mereka sendiri. Perbedaan preferensi atau kepentingan antara manajer dengan pemegang saham menyebabkan manajemen menggunakan accounting discretion untuk mempengaruhi transfer dari pemegang saham ke manajemen.
2.2. Dewan Komisaris dan Komite Audit
Dewan memandang aktivitas monitor oleh komisaris eksternal sebagai pusat dari pemecahan masalah agency (antara manajer dan pemegang saham) yang efektif (Fama dan Jensen, 1983 seperti yang dinyatakan oleh Pratana, 2002). Proporsi dewan komisaris harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan putusan yang efektif, tepat dan cepat serta dapat bertindak secara independen. Menurut Peraturan Pencatatan Nomor IA tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek bersifat Ekuitas di Bursa yaitu jumlah komisaris independen minimum 30%. Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance), perusahaan tercatat wajib memiliki komisaris independen yang jumlahnya proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah seluruh anggota komisaris.  
Pengertian komite adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang lebih besar, untuk mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas-tugas khusus. Manfaat komite audit yang dibentuk sebagai sebuah komite khusus di perusahaan untuk mengoptimalkan fungsi pengawasan yang sebelumnya merupakan tanggung jawab penuh dari dewan komisaris. Surat edaran PT. Bursa Efek Jakarta No: SE-008/BEJ/12-2001 tanggal 7 Desember 2001 telah mengatur mengenai keanggotaan komite audit dengan anggota komite audit yang berasal dari eksternal. Peranan komite audit diatur melalui surat edaran Bapepam nomor SE-03/PM/2002. Dalam surat itu dinyatakan bahwa komite audit terdiri dari sedikitnya tiga orang, diketuai oleh komisaris independen perusahaan dengan proporsi 30% (tiga puluh perseratus) untuk terselenggaranya pengelolaan korporasi yang baik.
Hubungan yang erat antara komite audit dan dewan komisaris ini juga nampak dalam kewajiban pelaporan komite audit. Komite audit bertanggung jawab kepada dewan komisaris atas pelaksanaan tugas yang telah ditentukan dan wajib membuat laporan kepada dewan komisaris atas setiap penggunaan yang diberikan (BEJ, 2001).
2.3. Manajemen laba dan faktor-faktor pendorong perlakuannya
Manajemen laba adalah manipulasi laba yang dilakukan pihak manajemen untuk mencapai tujuan tertentu. Manipulasi dilakukan agar laba nampak sebagaimana yang diharapkan. Manipulasi juga dilakukan agar investor tetap tertarik dengan perusahaan tersebut. Menurut Scott (1997) manajemen laba adalah tindakan manajer untuk melaporkan laba yang dapat memaksimalkan kepentingan pribadi atau perusahaan dengan menggunakan kebijakan metoda akuntansi.
Standar akuntansi yang memberikan keleluasaan kepada pihak manajemen untuk memilih dan menggunakan kebijakan atau metoda akuntansi tertentu, dijadikan sebagai alasan bagi pihak manajer untuk melakukan aktivitas menajemen laba. Aktivitas manajemen laba dapat terjadi karena tiga faktor meliputi: pemanfaatan transaksi akrual, perubahan metoda akuntansi dan penerapan suatu kebijakan akuntansi. Transaksi akrual memberikan kebebasan pada manajemen untuk menentukan jumlah transaksi secara fleksibel.
Adapun faktor-faktor yang mendorong manajer melakukan aktivitas manajemen laba adalah (Scott, 1997): Pertama: Kontrak bonus. Manajer perusahaan yang memperoleh laba dibawah target laba akan melakukan manipulasi laba agar memperoleh bonus yang maksimal di periode mendatang (taking a bath). Kedua: Kontrak hutang. Sweeney (1994) menemukan bahwa perusahaan secara signifikan menaikkan laba sehingga rasio debt to equity dan interest coverage pada frekuensi yang ditentukan. Ketiga: Faktor politik. Banyak perusahaan yang terkena dampak politik akan melakukan manajemen laba untuk mengurangi visibilitas mereka. Keempat: Faktor pajak. Pada perioda terjadi kenaikan harga (inflasi), penggunaan LIFO akan menghasilkan laba yang dilaporkan lebih rendah dan pajak yang dibayarkan menjdai lebih rendah. Kelima: Perubahan Chief Executive Officer (CEO). Pada bonus plan hypothesis memprediksikan bahwa semakin mendekati periode pensiun seorang CEO akan cenderung melakukan strategi income maximization untuk meningkatkan bonus mereka. DeAnggelo dan Skinner (1994) mengemukakan bahwa CEO akan melakukan take a bath untuk meningkatkan probabilitas peningkatan laba dimasa mendatang. Keenam: Penawaran saham perdana (IPO). Sutanto (2000) menemukan bahwa perusahaan yang akan melakukan penawaran saham perdana (IPO) melakukan aktivitas manajemen laba (income-increasing discretionary accruals) pada periode terakhir sebelum IPO.
2.4. Studi Penelitian Terdahulu
Healy (1985) menyatakan manajemen suatu perusahaan dapat melakukan manajemen laba dengan dua cara yaitu dengan memilih prosedur akuntansi atau mengontrol berbagai akrual. Dechow, Sloan, dan Sweeney (1995) mengemukakan bahwa aktivitas menajemen laba juga dapat dilakukan dengan cara memanipulasi komponen biaya, komponen pendapatan dan komponen marjin. Penelitian di Indonesia berkenaan dengan manajemen laba dengan cara peningkatan atau penurunan laba dilakukan oleh Sutanto (2001) meneliti manajemen laba menjelang IPO oleh perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEJ. Pratana (2002) meneliti hubungan corporate governance dengan manajemen laba dan kualitas laba. Lailatul (2002) meneliti mengenai manajemen laba pada perusahaan bermasalah menemukan bahwa aktivitas manajemen laba dilakukan oleh perusahaan yang bermasalah maupun perusahaan tidak bermasalah. 
2.5. Pengembangan Hipotesis
Ada beberapa mekanisme yang telah diidentifikasi dalam beberapa penelitian empiris yang dimaksudkan untuk memastikan bahwa manajemen bertindak sesuai dengan kepentingan principal (pemegang saham, pemberi pinjaman, dan pihak yang berkepentingan/stakeholder). Mekanisme ini meliputi mekanisme internal, seperti struktur dewan komisaris, kepemilikan manajer, dan kompensasi eksekutif; dan mekanisme eksternal, seperti pasar untuk kontrol perusahaan, kepemilikan institusional dan tingkat pendanaan dengan hutang (debt financing) (Barnhart dan Rosenstein, 1998 seperti yang dinyatakan oleh Pratana, 2002).
Bukti-bukti penelitian empiris yang ada saat ini, mendukung prediksi bahwa kemampuan dewan komisaris untuk mengawasi merupakan fungsi yang positif dari proporsi dan independensi dari dewan komisaris eksternal (Weisbach, 1988 seperti yang dinyatakan oleh Pratana, 2002). DeFond dan Subramayam (1998) seperti yang dikutip oleh Pratana (2002) mempostulatkan bahwa resiko litigasi klien dapat mempengaruhi pilihan akuntansi auditor untuk lebih konservatif daripada manajemen, bagi klien yang lebih beresiko. Hal ini berarti komite audit dapat mengurangi aktivitas manajemen laba. Dari penjelasan tersebut maka peneliti menghipotesakan:
H11 : Makin besar proporsi dewan komisaris eksternal maka makin berkurang aktivitas manajemen laba.
H12 : Perusahaan yang mempunyai komite audit akan mempunyai aktivitas manajemen laba yang lebih rendah intensitasnya daripada perusahaan yang tidak mempunyai komite audit. 
Audit komite sering melaporkan aktivitasnya pada dewan komisaris, hal ini akan meningkatkan kemungkinan audit komite berinteraksi dengan proporsi dewan komisaris dalam menentukan efektivitas dewan dalam melaksanakan peran pengawasan. Peneliti akan membandingkan perusahaan publik yang memiliki proporsi dewan komisaris eksternal tinggi dan memiliki komite audit (Good corporate governance) dengan perusahaan yang memiliki proporsi dewan komisaris eksternal rendah dan tidak memiliki komite audit (Bad corporate governance). Perusahaan yang memiliki proporsi dewan komisaris eksternal rendah dan memiliki komite audit, atau perusahaan yang memiliki proporsi dewan komisaris eksternal tinggi dan tidak memiliki komite audit bukan merupakan fokus dalam penelitian ini. Hal ini dapat dipahami dengan matriks berikut ini:  


Proporsi Dewan Komisaris

Tinggi
Rendah
 Keberadaan
Komite Audit
Ada
Good Corporate Governance

Tidak

Bad Corporate Governance
Gambar 2.1. Matriks Pengelolaan Korporasi 


Dari matriks tersebut, peneliti menghipotesakan:
H13 : Perusahaan dengan pengelolaan korporasi baik (Good corporate governance) akan memiliki aktivitas manajemen laba yang lebih rendah daripada perusahaan dengan pengelolaan korporasi buruk (Bad corporate governance).

3.      Metoda Penelitian

3.1.  Sumber Data, Populasi dan Sampel

Penelitian ini mengunakan data sekunder berupa laporan tahunan BEJ yang diperoleh dari pusat data BEJ di UGM, dari publikasi keterbukaan informasi dari BEJ yang diperoleh dari internet. Sampel dipilih dari populasi perusahaan yang sahamnya terdaftar dan diperdagangkan di BEJ, berdasarkan kriteria tertentu (purposive random sampling), yaitu: perusahaan yang bukan dalam kelompok industri perbankan dan asuransi, menerbitkan laporan keuangan tahunan dengan periode yang berakhir 31 Desember, menerbitkan laporan keuangan tahun 1994 sampai 2002 (9 tahun), mempunyai dewan komisaris eksternal dan internal dan mempunyai komite audit.

3.2.  Variabel Penelitian dan Pengukuran Variabel

Variabel Penelitian
  1. Auditor (AUD) dimasukkan dengan menggunakan variabel dummy yang bernilai 1 untuk perusahaan dengan auditor BIG 4 dan nol bila sebaliknya. Digunakannya auditor yang bereputasi baik (Big 4) akan menurunkan kecenderungan terjadinya manajemen laba (Becker et al., 1998).
  2. Ungkitan/leverage (LEV) merupakan proporsi ungkitan yang dimiliki oleh perusahaan, yang dihitung dengan ungkitan (hutang perusahaan) dibagi dengan total aset perusahaan. Semakin tinggi proporsi ungkitan (leverage) yang dimiliki oleh suatu perusahaan maka semakin tinggi kecenderungan manajemen laba yang dilakukan.
  3. Kepemilikan manajer (MGROWN). Semakin besar kepemilikan manajer pada perusahaan, maka semakin rendah kecenderungan manajer melakukan aktivitas manajemen laba karena adanya keselarasan tujuan manajer dengan tujuan pemegang saham. Variabel ini akan bernilai satu untuk kepemilikan manajerial kurang dari 5% dan nol untuk sebaliknya.
  4. Kepemilikan institusional (INSOWN) merupakan persentase saham yang dimiliki oleh investor institusional. Semakin besar kepemilikan institusional pada perusahaan, maka semakin rendah kecenderungan manajer melakukan aktivitas manajemen laba karena adanya fungsi pengawasan yang lebih baik dari investor yang sophisticated. Variabel ini akan bernilai satu untuk kepemilikan institusional kurang dari 5% dan nol untuk sebaliknya.
Pengukur Akrual Diskresioner
Peneliti mengukur akrual diskresioner dengan menggunakan model Jones yang dimodifikasi, karena dianggap model ini paling baik diantara model lain yang sama-sama digunakan untuk mengukur manajemen laba (Dechow et al., 1995; Bartov dan Gul, 2000; Lobo dan Zhou, 2001). Untuk mengukur akrual diskresioner, peneliti terlebih dahulu akan mengukur total akrual dengan metoda Jones yang dimodifikasi, yaitu:
TACCit = Net Income – Cash Flow from Operation …….………… (1)
Selanjutnya menghitung nilai akrual total yang diestimasi dengan persamaan regresi OLS sebagai berikut:
TACCit = a1 (1/TAi,t-1) + a2 (DREVit /TAi,t-1) + a3 (PPEit /TAi,t-1) + eit .. (2)
Akrual non-diskresioner merupakan nilai prediksian (predicted value) dari regresi untuk perusahaan dan tahun tertentu. Setelah menghitung akrual non-diskresioner, maka dapat dihitung akrual diskresioner dengan rumus:
DACCit = TACCit - NDACCit ……………...........…………………… (3)

4.      Hasil Penelitian dan Pembahasan

4.1.  Statistik Deskriptif
Penelitian ini menggunakan metoda pengumpulan data pooling data, dan berhasil mengumpulkan sampel sebanyak 61 perusahaan, namun karena ada 4 perusahaan yang menerbitkan laporan tidak berakhir 31 Desember maka sampel akhir yang digunakan adalah sebanyak 57 perusahaan dengan total observasi selama periode pengamatan dari tahun 1995-2002 adalah sebanyak 456 observasi.
Tabel 1. Statistik Deskriptif

MEAN
MEDIAN
DEVIASI STANDAR
MIN
MAX
N
DA
-440317611.00
-87230576.00
4690207366.40
-68274124215
40008034122
456
OUT
0.3346
0.3300
0.1333
0.10
0.85
456

Dari tabel 1 di atas terlihat bahwa mean dan median dari akrual diskresioner adalah -440317611.00 dan -87230576.00 dengan deviasi standar 4690207366.40 serta nilai maksimum (minimum) adalah 40008034122 (-68274124215). Hasil ini menggambarkan bahwa untuk perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel, rata-rata melakukan aktivitas manajemen laba dalam bentuk penurunan laba (income decreasing). Hal ini mungkin terjadi karena manajer termotivasi oleh motif untuk menghindari pajak atau regulasi tertentu.
Proporsi dewan komisaris (OUT) memiliki mean dan median sebesar 0.3346 dan 0.3300 dengan deviasi standar 0.1333 dan nilai maksimum (minimum) adalah 0.85 (0.10). Berdasarkan peraturan dari BEJ yang menetapkan batas minimal proporsi dewan komisaris sebesar 30% dan dibandingkan dengan hasil analisis mengindikasikan cukup tingginya proporsi dewan komisaris eksternal rata-rata perusahaan sample.
4.2.  Hasil Pengujian Asumsi Klasik
Dari hasil pengujian asumsi klasik yang meliputi pengujian heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi menunjukkan bahwa semua variable bebas dari heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi.
4.3.  Hasil Pengujian Hipotesis dan Pembahasan
Dalam penelitian ini, hipotesis 1a, 1b, 2, 3a dan 3b akan diuji dengan persamaan 4 menggunakan regresi OLS, yaitu:
DAit = b0 + b1OUTit + b2ACit + b3OUTit*ACit + d1AUD + d2LEV + d3MGROWN + d3INSOWN + eit
Hasil regresi OLS persamaan 4 yang menguji hubungan antara proporsi dewan komisaris dan keberadaan komite audit dengan aktivitas manajemen laba yang diproksikan dengan nilai akrual diskresioner akan diuraikan sebagai berikut: (lihat table 2 dan 3 di lampiran)
a.       Dari hasil regresi maka dapat dilihat bahwa secara keseluruhan model persamaan 5 ini dapat dipakai untuk memprediksi variabel dependen (akrual diskresioner). Hal ini dapat dilihat dari nilai F-hitung secara statistis signifikan pada a=0,05, ini menunjukkan bahwa seluruh variabel dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap akrual diskresioner. Sedangkan nilai adjusted R-square sebesar 0.153 yang menunjukkan bahwa variabel independen mampu menjelaskan variasi dalam variabel dependen hanya 15,3 %.
b.    Variabel AC. Variabel AC menunjukkan p-value < 0,05 dengan koefisien variabel sebesar -0.342 yang menunjukkan bahwa variabel keberadaan komite audit berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap akrual diskresioner. Hal ini berarti secara rata-rata aktivitas manajemen laba antara perusahaan yang memiliki komite audit lebih rendah daripada perusahaan yang tidak memiliki komite audit. Bila hipotesis 1b diuji dengan menggunakan t test, akan diperoleh hasil yang berbeda. Dari hasil t test menunjukkan bahwa p-value>0.05. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan aktivitas manajemen laba pada perusahaan yang memiliki komite audit dengan perusahaan yang tidak mempunyai komite audit. Hasil pengujian hipotesis 1b berbeda antara pengujian dengan menggunakan regresi dengan menggunakan t test. Namun karena hasil regresi mempertimbangkan faktor-faktor selain komite audit sehingga model tersebut lebih kaya dan lengkap dalam mendapatkan hasil, maka peneliti mendasarkan pengambilan kesimpulan pada hasil regresi yaitu bahwa hipotesis 1b secara statistik didukung.
c.     Variabel OUT. Dari hasil pengujian persamaan 5 diatas dapat dilihat bahwa variabel OUT dengan p-value<0,05 memiliki koefisien variabel sebesar –0.354 yang menunjukkan bahwa variabel proporsi dewan komisaris berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap akrual diskresioner.
d.     Variabel OUT.AC. Sementara itu variabel OUT.AC yang menunjukkan interaksi antara proporsi dewan komisaris dan keberadaan komite audit, menunjukkan p-value < 0,05 dengan koefisien variabel sebesar 0.469 yang berarti bahwa variabel OUT.AC berpengaruh secara positif dan sangat signifikan terhadap aktivitas manajemen laba.
e.     Variabel AUD. Variabel AUD berpengaruh secara negatif dan signifikan dengan manajemen laba (akrual diskresioner) yang ditunjukkan oleh koefisien variabel sebesar -0.203 dengan p-value < 0.05, hal ini sesuai dengan apa yang telah diprediksi oleh teori bahwa digunakannya kantor akuntan publik BIG 4 akan dapat mengurangi aktivitas manajemen laba.
f.     Variabel MGR. Variabel MGR menunjukkan hasil yang signifikan yang ditunjukkan oleh koefisien variabel sebesar 0.113 dengan p-value < 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap aktivitas manajemen laba (discretionary accruals). Hal ini tidak sesuai dengan apa yang telah diprediksi oleh teori bahwa dengan kepemilikan manajerial yang tinggi akan dapat mengurangi aktivitas manajemen laba. Hal ini disebabkan karena kepemilikan manajerial tidak dapat digunakan untuk mengurangi aktivitas manajemen laba, karena kepemilikan manajerial sering terjadi dengan motif lain, seperti memperoleh manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan manajemen sendiri.
g.    Variabel INS. Variabel INS menunjukkan hasil yang signifikan yang ditunjukkan oleh koefisien variabel sebesar 0.147 dengan p-value<0.05, sehingga disimpulkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap aktivitas manajemen laba (akrual diskresioner). Hal ini tidak sesuai dengan apa yang telah diprediksi oleh teori bahwa dengan kepemilikan institusional yang tinggi akan dapat mengurangi aktivitas manajemen laba.

5.      Kesimpulan dan Keterbatasan

5.1. Simpulan  
Hasil penelitian dengan menggunakan sampel perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEJ selama periode pengamatan 1995-2002 secara umum mendukung hipotesis penelitian. Hasil penelitian secara ringkas adalah: (a) Proporsi dewan komisaris dan keberadaan komite audit berpengaruh dengan arah negatif secara signifikan dengan aktivitas manajemen laba. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa proporsi dewan komisaris dan keberadaan komite audit mampu mengurangi aktivitas manajemen laba. (b) Hipotesis yang menyatakan interaksi antara proporsi dewan komisaris dan keberadaan komite audit terhadap aktivitas manajemen laba secara statistis dapat didukung namun dengan arah positif bukan negatif. (c) Pengaruh dari kepemilikan manajerial dan institusional terhadap aktivitas manajemen laba secara statistis dapat didukung namun dengan arah positif bukan negative, karena investor institusional lebih mementingkan kinerja perusahaan jangka panjang, oleh karena itu manajer tidak memiliki insentif untuk melakukan manajemen laba sekarang. (d) Variabel auditor terbukti secara signifikan dapat mengurangi aktivitas manajemen laba. (e) Variabel ungkitan mempunyai pengaruh dengan arah positif dan signifikan dengan aktivitas manajemen laba, yang berarti tidak konsisten dengan prediksi teori bahwa makin tinggi rasio ungkitan maka makin rendah aktivitas manajemen laba.
            Hasil dari penelitian ini memiliki  beberapa keterbatasan. Jumlah sampel yang diperoleh dalam penelitian ini cukup kecil walaupun dengan periode pengamatan yang panjang, karena terbatasnya jumlah perusahaan yang memiliki anggota dewan komisaris eksternal sejak tahun 1994.
Keterbatasan yang lain adalah variabel komite audit hanya digunakan satu karakteristik, yaitu ada atau tidaknya komite audit tanpa memasukkan karakteristik lain seperti kompetensi anggota komite audit, latar belakang pendidikan, pengalaman, dan sebagainya. Terakhir, data yang diperoleh dari BEJ kurang konsisten dari tahun ke tahun. Angka-angka yang terdapat dalam laporan keuangan di BEJ antar tahun seringkali berbeda, hal ini akan menyebabkan berkurangnya reliabilitas dari hasil penelitian yang menggunakan data dari BEJ.  
DAFTAR LITERATUR
Amanah, Lailatul., 2002. “Manajemen laba pada perusahaan bermasalah,” Thesis tidak terpublikasi. UGM.
Bapepam, 2000. Pembentukan Komite Audit. Surat Edaran Bapepam No: SE.03/PM/2000.
Bartov, E., dan Gul, F. A., 2000. “Discretionary accruals models and audit qualifications,” working paper, University of Rochester, Penn State.
Beasley, M., 1996. “An Empirical Analysis of the relation between the board of director composition and financial statement fraud,” The Accunting Review, vol. 71, pp. 443-465.
Becker, Connie L., Mark Defond., J. Jiambalvo,. dan K. R. Subramanyam, 1998. “The effect of audit quality on earnings management,” Contemporary Accounting Research 15: 1-24.
Bursa Efek Jakarta, 2000. Peraturan Pencatatan Efek Nomor I-A: Tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa. Keputusan direksi PT BEJ No: 315/BEJ/062000.
Bursa Efek Jakarta, 2001. Keanggotaan Komite Audit. Surat Edaran No: SE-008/BEJ/12-2001.
Cooper, D., Pamela S. C., 2001. Business Research Methods. 7th edition. McGraw-Hill.
Dechow. P. M.; R. G. Sloan; dan A. P. Sweeney, 1996. “Causes and consequences of earnings manipulation: an analysis of firms subject to enforcement actions by the SEC,” Contemporary Accounting Research 13, 1-36.
Dechow. P. M.; R. G. Sloan; dan A. P. Sweeney, April 1995. “Detecting Earnings Management,” The Accounting Review: 193-225
The Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI). 2001. Seri Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance): Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance. Jilid kedua. Jakarta.
Gudjarati, D., 1995. Basic Econometrics. 3rd edition. McGraw-Hill: New York.
Healy, P., 1985. “The effect of bonus schemes on accounting decisions,” Journal of Accounting and Economics 7, 85-107.
Jensen, M. C., dan W. H. Meckling., Oktober 1976. “Theory of the Firm: manajerial behavior, agency cost, and ownership structure,” Journal of Financial and Economics 3, 305-360.
Jones, J., Autum 1991. “Earnings Management During Import Relief Investigations,” Journal of Accounting Research, pp. 193-228.
Kiswara, Endang., 1999. “Indikasi keberadaan unsur manajemen laba dalam laporan keuangan perusahaan publik,” Thesis tidak terpublikasi. UGM.
Lobo, G. J., dan Zhou, J., 2001. “Disclosure Quality and earnings management,” working paper, Syracuse University, New York.
McClave. J. T., Terry. S., 2000. Statistics. 8th edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Midiastuti, Pratana Puspa., 2002. “Analisis hubungan corporate governance dengan manajemen laba dan kualitas laba,” Thesis tidak terpublikasi. UGM.
Peasnell, K.V., 1998. “Detecting Earnings Management using Cross-Sectional Abnormal Accrual Models,” Working Paper.
-----------------, 2000. “Board Monitoring and Earnings Management: Do Outside Derectors Influence Abnormal Accruals?” Accounting and Business Research 30: 303-326.
Scott, William R., 1997, Financial Accounting Theory, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Sutanto, Intan Imam., 2000. “Manajemen laba menjelang IPO oleh perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa efek jakarta,” Thesis tidak terpublikasi. UGM.
Sweeney, A. P., 1994, Debt Wolk, H. I., dan M. G. Tearney, 1997, Accounting Theory: A Conceptual and Institutional Approach, Fourth Edition, South Western College Publishing.
Verschoor, C.C., 1993, “Benchmarking the audit committee,” Journal of Accountancy 176, 59-64.
Watts, R. dan Zimmerman, J.L., Januari 1978. “Towards a positive theory of the determination of accounting standards,” Accounting Review 53, 112-134.
Watts, R. dan Zimmerman, J.L., 1986, Positive Accounting Theory. New York: Prentice-Hall. 


EmoticonEmoticon