Monday, June 9, 2014

CONTOH SKRIPSI EKONOMI MANAJEMEN LENGKAP DAN TERBARU 2014


PENGARUH KEPUASAN KERJA DAN KOMPENSASI TERHADAP KINERJA GURU PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 3 SEKAYU


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Pendahuluan
Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang menghasilkan sumber daya manusia yang nantinya diharapkan dapat menggerakan roda pembangunan nasional. Pembangunan nasional sesuatu yang bersifat dinamis, maka sekolah menengah dituntut pula untuk mengikuti serta senantiasa meningkatkan kualitasnya. Salah satu kunci utama peningkatan mutu pendidikan di sebuah sekolah adalah guru. Tanpa didukung oleh mutu guru yang baik, upaya peningkatan mutu pendidikan akan menjadi hampa, sekalipun didukung oleh komponen lainnya yang memadai, karenanya sangat beralasan bila pemerintah saat ini lebih memfokuskan peningkatan mutu guru sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dan kondisi saat ini sangat dituntut keseriusan untuk meningkatkan mutu guru bersangkutan.
Sumber daya manusia harus dikelola dengan professional agar dapat tercipta keseimbangan antara kebutuhan sumber daya manusia dengan tuntutan serta kemajuan organisasi. Keseimbangan tersebut merupakan kunci sukses utama bagi perguruan tinggi agar dapat berkembang dan tumbuh secara produktif dan wajar. Perkembangan organisasi sangat tergantung pada kinerja yang ada di organisasi.
Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja diantaranya adalah kinerja. Kepuasan kerja sendiri dapat diartikan sebagai sikap emosional yang menyenangkan dan mencintainya pekerjaannya dengan tolok ukur tingkat disiplin, moral kerja dan turnover guru. Menurut Robbins (2006; 78) Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Kepuasan kerja merupakan kunci pendorong moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja guru dalam mendukung terwujudnya tujuan sekolah. Seorang guru yang bekerja dengan baik dan menghasilkan kinerja yang baik akan merasa puas, sebab ia telah mampu memberikan hasi yang terbaik. Kinerja yang baik akan mendorong moral seorang guru untuk melakukan dengan lebih baik sehingga ia mempunyai prestasi yang tinggi (Robbins; 2006; 83). Prestasi yang tinggi ini merupakan perwujudan dari kinerja kerja. Sehingga kinerja akan sangat mempengaruhi kepuasan kerja seorang guru.
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya dari kinerja adalah kompensasi. Salah satu cara meningkatkan kepuasan kerja, motivasi dan kinerja guru adalah dengan memberikan kompensasi.  Menurut Werther dan Davis (Wiowo; 2007; 133) kompensasi adalah apa yang diterima pekerja sebagai pertukaran atas kontribusinya kepada organisasi. Dalam kompensasi terdapat sistem yang menghubungkannya dengan kinerja. Dengan kompensasi kepada pekerja diberikan penghargaan berdasarkan kinerja dan bukan berdasarkan senioritas atau jumlah jam kerja (Wibowo; 2007; 134). Pentingnya kompensasi sebagai salah satu indikator kepuasan dalam bekerja sulit ditaksir, karena pandangan-pandangan guru mengenai uang atau imbalan langsung nampaknya sangat subyektif dan barangkali merupakan sesuatu yang khas dalam suatu pekerjaan.
Kompensasi penting bagi guru sebagai individu karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran nilai karya mereka di antara guru itu sendiri, keluarga dan masyarakat. Kemudian program kompensasi juga penting bagi sekolah, karena hal itu mencerminkan upaya organisasi untuk mempertahankan sumberdaya manusia.
Dilihat dari hal-hal diatas maka menjadi suatu hal yang mutlak bagi pihak Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu untuk dapat mempunyai guru yang berkinerja baik serta kompensasi yang baik, sehingga guru-guru akan merasa puas dalam bekerja dan akan memberikan yang terbaik dalam proses belajar mengajar. Untuk mendapatkan kepuasan kerja dari guru ini maka pihak Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu harus dapat memberikan kompensasi yang sesuai dengan hasil kerja, selain itu  kinerja kerja juga harus diciptakan untuk memberikan rasa puas bagi guru sehingga dapat memberikan hasil proses belajar mengajar yang baik. Pihak Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu bersama dengan Pemerintah Daerah telah berusaha memberikan kompensasi kepada guru sehingga guru akan merasa puas dalam bekerja. Sebagai seorang pegawai negeri sipil seorang guru setidaknya akan menerima tunjangan daerah sebesar 1 juta rupiah, jika guru tersebut telah lulus sertifikasi maka ia akan mendapatkan tunjangan sertifikasi sebesar 1 kali gaji pokok. Sedangkan jika guru tersebut belum mendapatkan sertfikasi maka ia mendapatkan tunjangan dari pemerintah pusat sebesar 250 ribu rupiah per bulan. Kompensasi lain yang diterima guru adalah dana komite sekolah pengganti BP3 sedangkan jika guru tersebut memegang jabatan tertentu maka ia akan mendapatkan tunjangan jabatan yang berasal dari dana BOS dan sekolah gratis. Jika dilihat dari kompensasi yang diterima memberi kepuasan pada guru. Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah apakah dengan perbaikan dalam kompensasi dan kepuasan kerja pada guru akan membuat meningkatnya kinerja guru ?
Berdasarkan kondisi diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Pengaruh Kepuasan kerja dan Kompensasi terhadap Kinerja guru pada Sekolah Menengah Pertama  Negeri 3 Sekayu.

1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut :
1.    Pemberian kompensasi kepada guru masih menyebabkan ketidakpuasan terhadap sistem kompensasi yang ada.
2.    Masih terlihat guru yang kurang mempunyai kinerja kerja yang baik walaupun telah menerima tunjangan-tunjangan sebagai guru di  Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu.
3.    Masih sering terjadinya keluhan-keluahan guru yang merasa kurang puas terhadap pekerjaan dan sistem kompensasi yang ada di Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu.

1.3.  Perumusan Masalah
Adapun masalah yang akan diselesaikan dalam penelitian ini    adalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana pengaruh kepuasan kerja dan kompensasi terhadap kinerja guru pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu  ?
2.    Bagaimana pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja guru pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu?
3.    Bagaimana pengaruh kompensasi terhadap kinerja guru pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu?

1.4. Tujuan dan Manfaat   
1.4.1. Tujuan Penelitian
1.    Untuk menganalisis pengaruh kepuasan kerja dan Kompensasi terhadap Kinerja Guru pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu
2.    Untuk menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap Kinerja Guru pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu 
3.    Untuk menganalisis pengaruh kompensasi terhadap Kinerja Guru pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu

1.4.2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1.      Memberi   informasi   sebagai   masukan   bagi   pihak     Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu  dalam meningkatkan kepuasan Gurunya sehingga dapat memberikan hasil proses belajar mengajar dengan baik.
2.      Digunakan sebagai masukan bagi peneliti lain, ataupun akademis dalam mendalami ilmu manajemen pendidikan dan berguna  sebagai  bahan  penelitian  lanjutan  dengan  objek  penelitian yang sama.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah pengaruh kepuasan kerja dan Kompensasi secara bersama terhadap Kinerja Guru pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja atau job satisfaction adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaannya dalam Handoko (2001; 193). Kepuasan kerja merupakan cerminan dari perasaan pekerja terhadap pekerjaannya. Hal ini tampak dalam sikap positif pekerja terhadap pekerjaan yang dihadapi dan lingkungannya. Sebaliknya, karyawan yang tidak puas akan bersikap negatif terhadap pekerjaan dan bentuk yang berbeda – beda satu dengan yang lainnya. Adanya ketidakpuasan kerja karyawan seharusnya dapat dideteksi oleh organisasi. Variabel-variabel yang dapat dijadikan indikasi menurunnya kepuasan kerja adalah absenteeism, turnover, and job performance.Mengutip pendapat tersebut As’ad (2001 ; 103) menjelaskan bahwa variabel yang dapat dijadikan indikasi menurunnya kepuasan kerja adalah tingginya tingkat absensi (absenteeism), tingginya keluar masuknya karyawan (turnover), menurunnya produktivitas kerja atau prestasi kerja karyawan (performance). Apabila indikasi menurunnya kepuasan kerja karyawan tersebut muncul kepermukaan, maka hendaknya segera ditangani supaya tidak merugikan organisasi.
Mengacu pada pendapat Handoko (2001; 167) dan As’ad (2001;105) bahwa dampak kepuasan kerja perlu dipantau dengan mengaitkannya pada output yang dihasilkan, yaitu produktivitas kerja menurun, turn over meningkat, dan efektivitas lainnya seperti menurunnya kesehatan fisik mental, berkurangnya kemampuan mempelajari pekerjaan baru, dan tingginya tingkat kecelakaan.
Untuk mengetahui indikator apa saja yang mempengaruhi kepuasan kerja, terdapat lima indikator menurut Kreitner (2005; 270) yaitu:
1.    Pembayaran, seperti gaji dan upah. Karyawan menginginkan system upah dan kebijakan promosi yang dipersepsikan sebagai adil, tidak meragukan dan segaris dengan pengharapannya. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu, dan standar pengupahan komunitas kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan;
2.    Pekerjaan itu sendiri. Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi kesempatan untuk mengunakan kemampuan dan ketrampilannya, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja. Karakteristik ini membuat kerja lebih menantang. Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi yang terlalu banyak menantang juga dapat menciptakan frustasi dan perasaan gagal;
3.    Rekan kerja. Bagi kebanyakan karyawan kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan kerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat;
4.    Promosi pekerjaan. Promosi terjadi pada saat seorang karyawan berpindah dari suatu pekerjaan ke posisi lainnya yang lebih tinggi, dengan tanggung jawab dan jenjang organisasionalnya. Pada saat dipromosikan karyawan umumnya menghadapi peningkatan tuntutan dan keahlian, kemampuan dan tanggung jawab. Sebagian besar karyawan merasa positif karena dipromosikan. Promosi memungkinkan organisasi untuk mendayagunakan kemampuan dan keahlian karyawan setinggi mungkin;
5.    Kepenyeliaan (supervisi). Supervisi mempunyai peran yang penting dalam manajemen. Supervisi berhubungan dengan karyawan secara langsung dan mempengaruhi karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Umumnya karyawan lebih suka mempunyai supervisi yang adil, terbuka dan mau bekerjasama dengan bawahan

2.2. Kompensasi
Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka dalam Handoko (2001: 156). Menurut Gomez-Mejia dalam Ninuk (2002: 109); Schuler dan Jackson serta Luthans dalam Ninuk (2002: 109), kompensasi total dapat diklasifikasikan dalam tiga komponen utama, yaitu: Pertama, kompensasi dasar yaitu kompensasi yang jumlahnya dan waktu pembayarannya tetap, seperti upah dan gaji. Kedua, kompensasi variabel merupakan kompensasi yang jumlahnya bervariasi atau waktu pembayarannya tidak pasti. Kompensasi variabel ini dirancang sebagai penghargaan pada karyawan yang berprestasi baik. Termasuk kompensasi variabel adalah pembayaran insentif pada individu maupun kelompok, gainsharing, bonus, pembagian keuntungan (profit sharing), rencana kepemilikan saham karyawan (employee stock-ownership plans) dan stock-option plans. Ketiga, merupakan komponen terakhir dari kompensasi total adalah benefit atau seringkali juga disebut indirect compensation (kompensasi tidak langsung). Termasuk dalam komponen ini adalah (1) perlindungan umum, seperti jaminan sosial, pengangguran dan cacat; (2) perlindungan pribadi dalam bentuk pensiun, tabungan, pesangon tambahan dan asuransi; (3) pembayaran saat tidak bekerja seperti pada waktu mengikuti pelatihan, cuti kerja, sakit, saat liburan, dan acara pribadi; (4) tunjangan siklus hidup dalam bentuk bantuan hukum, perawatan orang tua, perawatan anak, program kesehatan, dan konseling.
Dalam kenyataannya, kompensasi yang diberikan oleh suatu organisasi tidak selalu meliputi semua jenis kompensasi seperti yang telah dijabarkan di atas. Pemberian kompensasi dapat bervariasi, dan biasanya berdasarkan pada pendapat pimpinan dan manajemen organisasi tentang penting tidaknya suatu bentuk kompensasi harus diberikan kepada karyawan dan disesuaikan pula dengan kemampuan organisasi yang bersangkutan. Masih banyak organisasi di sini yang hanya memberikan kompensasi dasar. Sebagian sudah memberikan kompensasi variabel, misalnya bonus dan pembagian keuntungan, namun perhitungannya masih belum transparan. Untuk kompensasi tidak langsung, biasanya hanya organisasi-organisasi yang berskala besar saja yang telah melaksanakan program ini.
Bagi karyawan, kompensasi dalam bentuk riil seperti kompensasi dasar maupun kompensasi variabel adalah penting, sebab dengan kompensasi ini mereka dapat memenuhi kebutuhannya secara langsung, terutama kebutuhan fisiologisnya. Namun demikian, tentunya karyawan juga berharap agar kompensasi yang diterimanya sesuai dengan penilaiannya terhadap pengorbanan yang telah diberikan kepada kelompoknya maupun kepada organisasi. Karyawan juga berharap agar kompensasi yang diterimanya sebanding dengan yang diberikan oleh organisasi kepada karyawan lainnya, yang menurut pendapatnya karyawan lain tersebut mempunyai kemampuan dan kinerja yang sama dengan dirinya.
Apabila harapan karyawan mengenai kompensasi yang demikian dapat diwujudkan oleh organisasi, maka karyawan akan merasa diperlakukan secara adil oleh organisasi.
Menurut Siagian (2003: 112), rasa keadilan dapat membuat karyawan menjadi puas terhadap kompensasi yang diterimanya. Sebaliknya, pihak organisasi juga berharap bahwa kepuasan yang dirasakan oleh karyawan akan mampu memotivasi karyawan tersebut untuk meningkatkan kinerjanya, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Apabila hal ini dapat terwujud, sebenarnya bukan hanya tujuan organisasi yang tercapai, namun kebutuhan karyawan juga akan terpenuhi.
Menurut Schuler dan Jackson dalam Ninuk (2002: 110) kompensasi dapat digunakan ntuk (a) menarik orang-orang yang potensial atau berkualitas untuk bergabung dengan organisasi. Dalam hubungannya dengan upaya rekrutmen, program kompensasi yang baik dapat membantu untuk mendapatkan orang yang potensial atau berkualitas sesuai dengan yang dibutuhkan oleh organisasi. Hal ini disebabkan karena orang-orang dengan kualitas yang baik akan merasa tertantang untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu, dengan kompensasi yang dianggap layak dan cukup baik. (b) mempertahankan karyawan yang baik. Jika program kompensai dirasakan adil secara internal dan kompetitif secara eksternal, maka karyawan yang baik (yang ingin dipertahankan oleh organisasi) akan merasa puas.
Sebaliknya, apabila kompensai dirasakan tidak adil maka akan menimbulkan rasa kecewa, sehingga karyawan yang baik akan meninggalkan organisasi. Oleh karena itu agar dapat mempertahankan karyawan yang baik, maka program kompensasi dibuat sedemikian rupa, sehingga karyawan yang potensial akan merasa dihargai dan bersedia untuk tetap bertahan di organisasi. (c) meraih keunggulan kompetitif. Adanya program kompensasi yang baik akan memudahkan organisasi untuk mengetahui apakah besarnya kompensasi masih merupakan biaya yang signifikan untuk menjalankan bisnis dan meraih keunggulan kompetitif. Apabila sudah tidak signifikan lagi, maka organisasi mungkin akan beralih dengan menggunakan sistem komputer dan mengurangi jumlah tenaga kerjanya atau berpindah ke daerah yang tenaga kerjanya lebih murah. (d) memotivasi karyawan dalam meningkatkan produktivitas atau mencapai tingkat kinerja yang tinggi. Dengan adanya program kompensasi yang dirasakan adil, maka karyawan akan merasa puas dan sebagai dampaknya tentunya akan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya. (e) melakukan pembayaran sesuai aturan hukum.
Dalam hal ini kompensasi yang diberikan kepada karyawan disesuaikan dengan aturan hukum yang berlaku. Contoh, sesuai peraturan pemerintah patokan minimal pemberian upah yang berlaku saat ini adalah sebesar UMR (upah minimum regional), maka organisasi harus memberikan kompensasi kepada karyawannya minimum sebesar UMR tersebut. (f) memudahkan sasaran strategis. Suatu organisasi mungkin ingin menjadi tempat kerja yang menarik, sehingga dapat menarik pelamar-pelamar terbaik.
Kompensasi dapat digunakan oleh organisasi untuk mencapai sasaran ini dan dapat juga dipakai untuk mencapai sasaran strategis lainnya, seperti pertumbuhan yang pesat, kelangsungan hidup dan inovasi. (g) mengokohkan dan menentukan struktur. Sistem kompensasi dapat membantu menentukan struktur organisasi, sehingga berdasarkan hierarki statusnya, maka orang-orang dalam suatu posisi tertentu dapat mempengaruhi orang-orang yang ada di posisi lainnya.
Tujuan dari pemberian kompensasi tersebut saling terkait, artinya apabila pemberian kompensasi tersebut mampu mengundang orang-orang yang potensial untuk bergabung dengan organisasi dan membuat karyawan yang baik untuk tetap bertahan di organisasi, serta mampu memotivasi karyawan untuk meningkatkan kinerjanya, berarti produktivitas juga akan meningkat dan organisasi dapat menghasilkan produk dengan harga yang kompetitif, sehingga organisasi lebih dimungkinkan untuk dapat mencapai sasaran strategisnya yaitu mempertahankan kelangsungan hidup dan mengembangkan usaha.
Apabila perhitungan kompensasi didasarkan pada jabatan atau keterampilan yang relevan dengan jabatan, maka organisasi juga akan memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk menarik, memotivasi dan mempertahankan karyawan yang berpotensi dan mempunyai kinerja tinggi. Di satu pihak kebutuhan organisasi untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengembangkan usahanya akan tercapai, di pihak lain karyawan juga dapat menikmati hasil berupa kompensasi yang diberikan oleh organisasi dengan rasa puas. Dengan demikian kompensasi dapat dipandang sebagai alat untuk mengelola sumber daya manusia secara efektif sesuai dengan kebutuhan organisasi dan kebutuhan karyawan itu sendiri.
Dasar perhitungan kompensasi dipakai untuk mendapatkan sistem pembayaran kompensasi yang adil, dan menjadikan organisasi menarik, mampu bertahan hidup dan mampu memotivasi karyawannya serta dapat melakukan penghematan biaya. Menurut Gomez-Mejia dalam Ninuk (2002: 95), dasar perhitungan kompensasi dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu menggunakan pendekatan pekerjaan atau jabatan (job-based approaches) dan menggunakan pendekatan keterampilan (skill-based approaches). Pendekatan pekerjaan atau jabatan mengasumsikan bahwa pekerjaan dapat dilakukan oleh orang yang dibayar untuk jabatan tertentu, sedangkan pendekatan keterampilan mengasumsikan bahwa karyawan tidak dibayar karena jabatan yang disandangnya, tetapi lebih pada kemampuannya untuk menyelesaikan tugas.
Kompensasi berdasarkan jabatan atau pekerjaan, Ada tiga komponen kunci untuk mengembangkan rencana kompensasi berdasarkan jabatan. Pertama, mewujudkan keadilan internal melalui evaluasi jabatan; kedua, mewujudkan keadilan eksternal melalui survei pasar; dan ketiga, mencapai keadilan individu menurut Gomez-Mejia dalam Ninuk (2002: 111). Kompensasi Sebagai Motivator Untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan.
Metode evaluasi jabatan memusatkan diri pada jabatan sebagai unit kepentingan. Beberapa metode mengevaluasi jabatan secara keseluruhan, sedangkan beberapa lainnya menggunakan faktor-faktor yang dapat dikompensasi. Metode evaluasi jabatan yang sudah sangat populer dipakai untuk mengevaluasi posisi eksekutif, manajer dan professional maupun posisi teknik, administrasi dan manufaktur adalah metode Hay Guide Chart-Profile . Secara operasional, sistem ini mengandalkan tiga faktor utama yang bisa dikompensasi, yaitu pemecahan masalah (problem solving), kecakapan (know how) dan pertanggungjawaban (accountability). Menurut metode ini, faktor-faktor yang penting mempunyai nilai tinggi, sedangkan faktor-faktor yang kurang penting mempunyai nilai yang lebih rendah. Evaluasi jabatan ini hanya untuk internal organisasi bukan untuk menghitung tingkat upah di pasar atau organisasi lain. Selain itu evaluasi jabatan ini hanya fokus pada nilai tugas masing-masing jabatan, bukan pada orang yang melaksanakannya (Schuler dan Jackson dalam Ninuk; 2002: 111).
Kompensasi berdasarkan keterampilan,  Para akademisi dan konsultan menegaskan bahwa pembayaran kompensasi berdasarkan jabatan dapat dengan mudah disalahgunakan dan sudah tidak cocok lagi dengan kebutuhan pada dewasa ini. Menurut Bridges, Murlis dan Fitt dalam As’ad (2004; 96), pendekatan-pendekatan kompensasi berdasarkan jabatan yang konvensional: (1) mendukung organisasi hierarkis kaku yang menekan motivasi serta kreativitas karyawan, (2) beranggapan bahwa orang adalah komoditas yang dapat dibentuk untuk “cocok dengan” peran-peran yang telah ditentukan, (3) tidak cocok untuk organisasi yang lebih ramping saat ini, dimana tim-tim kecil dan fleksibel yang terdiri dari orang-orang dengan aneka keterampilan secara ekonomis lebih masuk akal daripada sejumlah individu dengan satu keterampilan, (4) tidak cocok dalam sektor jasa, dimana keberhasilan masa depan terletak pada pengetahuan yang dimiliki pekerja ketimbang jabatan yang diberikan kepada mereka.
Menurut Lawler dalam Ninuk (2002: 112), alasan digunakannya keterampilan sebagai dasar perhitungan kompensasi adalah karena (a) karyawan yang berkemampuan tinggi atau yang mampu mengembangkan keterampilannya dapat menerima kompensasi yang lebih tinggi, walaupun jabatannya tetap. (b) nilai individu akan lebih tersorot daripada nilai pekerjaan yang dilakukannya. Karyawan yang memiliki kemampuan dan keterampilan tentu akan tertarik pada organisasi yang memberikan kompensasi berdasarkan kemampuan dan keterampilan, sebab pada umumnya karyawan yang mempunyai keterampilan lebih, mengharapkan kompensasi yang lebih banyak pula.
Organisasi yang ingin mempertahankan karyawan yang berprestasi baik, maka harus berani memberikan kompensasi yang lebih besar daripada karyawan yang tidak atau kurang berprestasi. Apabila organisasi tidak melakukan hal ini, maka karyawan yang berprestasi baik, yang seharusnya dipertahankan oleh organisasi, akan meninggalkan organisasi. Mereka yakin akan bisa memperoleh kompensasi yang lebih baik di tempat lainnya atau di organisasi lainnya. Hal ini berarti hanya karyawan yang tidak atau kurang berprestasi yang akan tetap bertahan di organisasi, kondisi ini tentunya akan berdampak negatif bagi organisasi.
Sudah sewajarnya apabila karyawan yang memiliki keterampilan dan pengetahuan lebih banyak adalah lebih bernilai dan harus dibayar menurut kemampuannya, bukan menurut tugas jabatan. Dalam job-based pay, maka besarnya kompensasi yang diterima oleh karyawan dikaitkan dengan jabatan atau pekerjaannya, tanpa memperhatikan apakah karyawan mengembangkan kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan tersebut secara efektif.
Dalam sistem pembayaran kompensasi berdasarkan keterampilan, tingkat pembayaran kompensasi awal bagi semua karyawan adalah sama. Apabila terjadi peningkatan keterampilan, maka masing-masing keterampilan baru yang mereka miliki dihargai satu tingkat lebih tinggi. Jadi kompensasi hanya akan mengalami kenaikan setelah karyawan memperlihatkan kemampuannya dalam melakukan suatu pekerjaan tertentu. Hal ini sangat berbeda dengan sistem kompensasi berdasarkan pekerjaan atau jabatan, kenaikan Kompensasi Sebagai Motivator Untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan pembayaran akan terjadi secara otomatis, biasanya pada interval waktu tertentu atau apabila terjadi peningkatan jabatan. Pada kenyataannya, masih banyak organisasi yang memperhatikan jabatan seseorang bukan pada kemampuan yang bersangkutan untuk mengembangkan keterampilannya.
Perbedaan lain antara sistem pembayaran kompensasi berdasarkan  keterampilan dengan sistem kompensasi berdasarkan pekerjaan atau jabatan adalah berkaitan dengan senioritas. Secara tradisional, senioritas atau lamanya bekerja di tingkat tertentu memainkan peran besar, sehingga lebih lama dalam jabatan diasumsikan lebih berpengalaman sehingga cocok untuk mendapatkan nilai yang lebih besar. Dengan sistem berdasarkan keterampilan, nilai lebih menyatu pada keterampilan daripada jabatan.
Selain itu, peluang promosi bagi karyawan yang mempunyai keterampilan juga lebih besar, karena lebih mudah bagi karyawan yang memiliki keterampilan untuk dipromosikan atau pindah dari satu pekerjaan kepada pekerjaan yang lain. Berkaitan dengan senioritas, kondisi ini masih banyak dijumpai pada organisasi maupun organisasi di sini. Semakin lama seseorang bekerja pada suatu organisasi, maka akan semakin tinggi kompensasi yang diterimanya, hal ini disebabkan karena peningkatan kompensasi diberikan secara otomatis dalam kurun waktu tertentu, sehingga sangat sulit bagi karyawan yunior untuk mendapatkan kompensasi yang lebih tinggi dibanding karyawan yang senior, walaupun karyawan yunior mempunyai kemampuan dan keterampilan yang lebih baik dibandingkan karyawan senior tersebut.
Menurut Mathis (2002; 117) terdapat empat perbedaan antara kompensasi berdasarkan keterampilan (skill-based pay) dan kompensasi berdasarkan pekerjaan atau jabatan (jobbased pay) yaitu: tes kompetensi, efek perubahan jabatan, senioritas, dan peluang promosi.
Michael dan Harold dalam Ninuk (2002: 114) membagi kompensasi dalam tiga bentuk, yaitu material, sosial dan aktivitas. Bentuk kompensasi material tidak hanya berbentuk uang, seperti gaji, bonus, dan komisi, melainkan segala bentuk penguat fisik (phisical reinforcer), misalnya fasilitas parkir, telepon dan ruang kantor yang nyaman, serta berbagai macam bentuk tunjangan misalnya pensiun, asuransi kesehatan.
Sedangkan kompensasi sosial berhubungan erat dengan kebutuhan  berinteraksi dengan orang lain. Bentuk kompensasi ini misalnya status, pengakuan sebagai ahli di bidangnya, penghargaan atas prestasi, promosi, kepastian masa jabatan, rekreasi, pembentukan kelompok-kelompok pengambilan keputusan, dan kelompok khusus yang dibentuk untuk memecahkan permasalahan organisasi.
Sedangkan kompensasi aktivitas merupakan kompensasi yang mampu mengkompensasikan aspek-aspek pekerjaan yang tidak disukainya dengan memberikan kesempatan untuk melakukan aktivitas tertentu.



2.3. Kinerja
Waldman dalam Koesmono (2005: 170); kinerja merupakan gabungan perilaku dengan prestasi dari apa yang diharapkan dan pilihannya atau bagian syarat-syarat tugas yang ada pada masing-masing individu dalam organisasi. Sedangkan menurut Mangkunegara (2001:67); kinerja dapat didefinisikan sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Cascio dalam Koesmono (2005: 170) mengatakan bahwa kinerja merupakan prestasi karyawan dari tugas-tugasnya yang telah ditetapkan. Soeprihantono (Koesmono: 2005: 170) mengatakan bahwa kinerja merupakan hasil pekerjaan seorang karyawan selama pereode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standard, sasaran yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.
Ada banyak  definisi yang diberikan oleh para ahli mengenai kinerja diantaranya Bernandin & Russell dalam Gomes (2003: 136) memberi batasan mengenai kinerja sebagai "... the record of outcomes produced on. a specified job junction or activity during a specified time periode", (catatan outcome yang  dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama suatu periode waktu tertentu).  Menurut Dessler (2000 : 321) dalam bukunya Human Resources Management mengemukakan pengertian kinerja sebagai berikut: Penilaian kinerja diartikan sebagai mengevaluasi kinerja dari seseorang karyawan baik saat ini maupun di masa yang lalu dihubungkan dengan standar kinerja dari karyawan tersebut.
Pendapat lain mengatakan kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk   menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan  tertentu (Rivai: 2005: 309). Kesediaan dan keterampilan   seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa  pemahaman  yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai kinerja kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam  lembaga. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam  upaya lembaga untuk mencapai tujuannya. Dari beberapa definisi penilaian kinerja tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penilaian kinerja adalah proses mengevaluasi kinerja dari seseorang karyawan tidak hanya saat ini saja tetapi juga di masa lampau dan dihubungkan dengan standar kinerja karyawan tersebut.
Penilaian kinerja dapat digunakan untuk perkembangan  lembaga. Sasaran yang menjadi objek penilaian kinerja adalah kecakapan, kemampuan karyawan  dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas yang dievaluasi dengan menggunakan tolok ukur tertentu secara objektif dan dilakukan secara  berkala. Dari hasil penilaian dapat dilihat kinerja lembaga yang dicerminkan  oleh kinerja karyawan atau dengan kata lain, kinerja merupakan hasil kerja  konkret yang dapat diamati dan dapat diukur. Penilaian kinerja mengacu pada suatu sistem formal dan terstruktur yang  digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang  berkaitan dengan pekerjaan, perilaku dan hasil, termasuk tingkat ketidak  hadiran. Dengan demikian, penilaian prestasi adalah merupakan hasil kerja  karyawan dalam lingkup tanggung jawabnya. Di dalam dunia usaha yang  berkompetisi secara global, lembaga memerlukan kinerja tinggi. Pada saat  yang bersamaan, karyawan memerlukan umpan balik atas hasil kerja mereka  sebagai panduan bagi perilaku mereka di masa yang akan datang (Rivai: 2005: 311). Para pekerja juga ingin mendapatkan umpan balik bersifat positif atas berbagai hal yang tidak mereka lakukan dengan baik, walaupun kenyataannya hasil penilaian prestasi tersebut masih lebih banyak berupa koreksi/kritik
Analisis suatu pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh jawaban atau pengetahuan mengenai  menurut Rivai (2005: 312):
1)    bagaimana cara meningkatkan prestasi yang berhasil dalam jabatan secara keseluruhan
2)    tingkat ketrampilan atau ilmu pengetahuan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugasnya
3)    menetapkan hal-hal yang merupakan hambatan, bagaimana mereka mengenalinya, apa yang menyebabkan terjadinya kasus-kasus tersebut dan apa yang harus dilakukan untuk menghindarkan atau memperbaiki kesalahan, dan
4)    teknik pemberian instruksi dan jenis serta lamanya suatu masa kerja yang diperlukan untukuntuk menjadi seorang ahli dalam setiap jenis pekerjaan.
  Ukuran kinerja karyawan merupakan suatu ukuran yang obyektif, yaitu kinerja pekerjaan yang dapat dibuktikan oleh orang lain dan biasanya dalam bentuk kuantitatif. Selain itu dapat merupakan ukuran yang subyektif, yaitu evaluasi yang didasarkan pada standar atau opini pribadi dari mereka yang melakukan evaluasi tidak ada keseragaman para ahli dalam menetapkan metode yang digunakan. Namun demikian, pada dasarnya evaluasi ini dapat dibedakan atas beberapa metode (Rivai: 2005: 314), yaitu:
1)    Global rating evaluation, dalam penelitian ini atasan melakukan penelitian secara menyeluruh atas hasil kerja bawahannya tanpa memperhatikan proses dan unsur pekerjaan yang ada
2)    Man to man comparison, dilakukan dengan cara membandingkan hasil pelaksanaan pekerjaan karyawan dengan karyawan yang lain yang melakukan pekerjaan sejenis
3)    Check list evaluation, evaluasi dengan menggunakan daftar pekerjaan yang sudah atau belum dikerjakan atau dengan bobot presentase dari pekerjaan yang dikerjakan
4)    Behavior based, dimaksudkan sebagai usaha untuk menilai apakah yang dikerjakan karyawan dalam pekerjaannya sudah sesuai atau belum dengan uraian pekerjaan yang sudah disusun sebelumnya. Metode ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mendapatkan umpan balik.
5)    Effectiveness based evaluation, metode evaluasi ini dilakukan oleh organisasi besar dan menggunakan sistem pengelolaan organisasi berdasarkan sasaran. Dalam metode ini para karyawan tidak dinilai bagaimana menggunakan waktunya dalam pelaksanaan pekerjaan, tetapi yang mereka nilai adalah apa yang mereka hasilkan.
Menurut Rivai (2005: 315) berkaitan dengan prosedur evaluasi, maka prosedur evaluasi yang didasarkan atas hasil cocok dengan konsep pemikiran manajemen yang mengharuskan pimpinan dan bawahan mengadakan diskusi bersama untuk menyepakati tindakan-tindakan yaitu:
1)    Maksud keseluruhan dari jabatan
2)    Tugas-tugas utama yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan
3)    Sasaran yang harus dicapai untuk setiap tugas dalam suatu periode dengan menetapkan target, standar dan tugas-tugas atau proyek-proyek khusus
4)    Hasil yang dicapai
5)    Memperbaiki sasaran untuk peninjauan berikutnya
Evaluasi kinerja menurut Dessler (2000 : 2) dapat didefinisikan sebagai prosedur yang meliputi:
1)    Penetapan standar kinerja
2)    Evaluasi kinerja aktual karyawan dalam hubungan dengan standar-standar ini
3)    Memberikan umpan balik tersebut untuk menghilangkan kemerosotan kinerja atau terus berkinerja lebih tinggi lagi.
Dengan demikian, secara singkat dapat dikatakan bahwa evaluasi kinerja karyawan harus memenuhi 2 (dua) manfaat, yaitu manfaat evaluasi dan manfaat pengembangan. Manfaat evaluasi ditujukan pada pekerjaan yang telah dan sedang dikerjakan, sedangkan manfaat pengembangan pekerjaan meliputi pemberian umpan balik terhadap hasil pekerjaan, membiarkan karyawan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangannya, memberikan kesempatan untuk meningkatkan ketrampilan dan mengarahkan karyawan untuk berprestasi di masa yang akan datang.
Evaluasi kinerja digunakan untuk berbagai tujuan dalam  organisasi. Setiap organisasi menekankan pada tujuan yang berbeda-beda dan organisasi lain dapat juga menekankan tujuan yang berbeda dengan sistem evaluasi yang sama (Rivai; 2006;50).
Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang, menurut Armstrong dan Baron dalam Wibowo (2007; 134) faktor-faktor tersebut adalah:
1)    Faktor-faktor pribadi : kemampuan individu, kompetensi, motivasi dan komitmen
2)    Faktor-faktor kepemimpinan : kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan yang disediakan oleh pimpinan dan pemimpin lain
3)    Faktor-faktor tim : kualitas dukungan yang disediakan oleh rekan kerja
4)    Faktor-faktor sistem : sistem kerja dan fasilitas yang disediakan oleh organisasi
5)    Faktor-faktor situasional : tekanan lingkungan internal dan eksternal serta perubahan-perubahan
Menurut Wibowo (2007; 136) indikator-indikator kinerja adalah sebagai berikut:
1)    Kemampuan atau kecakapan kerja, Merupakan kemampuan menguasai seluk beluk pekerjaannya serta mampu menyelesaikan permasalahan pekerjaan dengan baik.
2)    Kerajinan, Merupakan ketekunan atau kerajinan seseorang karyawan dalam melakukan pekerjaan.
3)    Kepatuhan kerja, Merupakan kepatuhan seorang karyawan terhadap prosedur atau peraturan dalam melakukan pekerjaan.
4)    Kualitas pekerjaan, Merupakan kesempurnaan hasil pekerjaan, kerapihan, kebenaran prosedur kerja, keletihan dan kecepatan kerja.
5)    Hubungan kerjasama, Merupakan mutu hasil pekerjaan yang memerlukan kerjasama serta bagaimana minat dan kemampuannya.
6)    Prakarsa atau inisiatif, Merupakan kemampuan menggabungkan pikiran dan usaha dan berusaha memulai sesuatu tanpa diminta.
7)    Kepemimpinan, Merupakan kemampuan dalam merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan seluruh kegiatan dalam bidang tugasnya serta mampu atau sanggup membimbing, mendorong dan menjadi teladan bawahannya.
8)    Tanggung jawab, Berusaha menyelesaikan pekerjaan dengan hasil baik, tepat waktu dan dapat bekerjasama dengan selaras serta jujur dalam melaksanakan tugas.
Menurut Mathis (2006; 378) Ada beberapa elemen untuk mengukur kinerja karyawan  yaitu : 
1)    Kualitas kerja karyawan. Meliputi segi ketelitian dan kerapihan kerja, kecepatan penyelesaian pekerjaan, ketepatan waktu dan kecakapan. 
2)    Kuantitas kerja karyawan, merupakan kemampuan secara kuantitaif dalam mencapai target atau basil kerja atas tugas-tugas,  seperti  kemampuan menyusun rencana,  kemampuan melaksanakan perintah/instruksi.
3)    Kehadiran Karyawan, Adalah aktifitas para karyawan di dalam kegiatan rutin kantor maupun acara-acara   lain yang ada kaitannya dengan kedinasan.
4)    Kerjasama Karyawan Kemampuan karyawan dalam melakukan kerjasama dengan setiap orang baik  vertikal maupun horisontal.

2.4. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1.
Penelitian Terdahulu
No.
Peneliti
Judul
Variabel Penelitian
Metode Penelitian
Hasil
1
Ninuk Muljani
 (2002)
Kompensasi Sebagai Motivator Untuk Meningkatkan
Kinerja Karyawan

Kompensasi dan kinerja
Deskripsi
Kompensasi mempunyai dampak dalam meomotivasi karyawan untuk bekerja dengan baik dan menghasilkan kinerja kerja yang baik pula
2
S. Pantja Djati
 (2003)
Kajian Terhadap Kepuasan Kompensasi, Komitmen Organisasi,
Dan Prestasi Kerja

Kepuasan Kompensasi, Komitmen Organisasi,
Dan Prestasi Kerja
Regresi linier berganda
terdapat hubungan yang kuat antara
kepuasan karyawan, komitmen karyawan pada organisasi dan prestasi kerja. Lebih spesifik
dimana ditemukan bahwa kepuasan karyawan pada kompensasi memang mempunyai pengaruh
positif yang signifikan terhadap komitmen karyawan pada organisasi begitu juga komitmen
karyawan pada organisasi berpengaruh terhadap kecakapan karyawan pada pekerjaan. Dalam
penelitian ini secara simultan variable dalam konsep kepuasan kompensasi berpengaruh
terhadap komitmen organisasi serta prestasi kerja karyawan.

Sumber : Jurnal/Tesis
2.5. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir

2.6. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berfikir di atas, hipotesis penelitan yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah:
1.    Diduga Kepuasan Kerja  dan Kompensasi  berpengaruh signifikan terhadap kinerja Guru pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu
2.    Diduga Kepuasan Kerja berpengaruh signifikan terhadap  kinerja Guru pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu
3.    Diduga Kompensasi secara  parsial  berpengaruh  signifikan  terhadap  kinerja  Guru pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu



BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Desain Korelasional.  Korelasional adalah desain penelitian yang akan mengungkapkan hubungan kolektif dua variable atau lebih, dimana nilai masing-masing variabel dimiliki oleh individu.  Penerapan dalam penelitian ini adalah mengkorelasikan variabel bebas yaitu Kepuasan Kerja (X1), kompensasi (X2) dengan variabel terikat yaitu kinerja (Y), serta untuk menguji hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan. Seluruh data yang diperoleh akan diproses dan diolah dengan suatu analisa kuantitatif

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas; obyek/subyek yang   mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Supranto: 2003:  76). Jumlah populasi dalam penelitian ini berjumlah 37 orang, yang merupakan guru dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu. Jumlah populasi sebanyak 37 orang keseluruhannya adakan diambil sebagai responden penelitian. Metode ini disebut dengan metode sampel jenuh atau sensus.

3.3. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan berasal dari dua sumber :
1.    Data Primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari responden dengan menggunakan angket tertutup. Pengukuran hasil angket tertutup digunakan dengan menggunakan skala likert. Pemilihan skala likert didasarkan pada pertimbangan bahwa penelitian ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi responden tentang fenomena sosial yang ada disekitarnya. Untuk keperluan analisis kuantitatif jawaban diberi skors maksimal 5 dan skor minimal 1.
2.    Data Sekunder
Diperoleh dari buku-buku, literatur kepustakaan dan jurnal-jurnal yang berhubungan dengan tema penelitian.

3.5. Variabel Penelitian dan Operasional Variabel
Uraian dari masing-masing variabel penelitian ini adalah sebagai    berikut:
1.  Variabel Kepuasan Kerja (X1)
Kepuasan kerja adalah suatu efektivitas atau respons emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan (Kreitner; 2005; 270).  Definisi ini berarti bahwa kepuasan bukanlah suatu konsep tunggal. Sebaliknya, seseorang merasa puas dengan suatu aspek dari pekerjaannya dan tidak puas dengan salah satu atau lebih.  Untuk menilai kepuasan  kerja seseorang dengan dimensi kerja sebagai berikut; 1). pekerjaan, 2). upah, 3). promosi, 4). rekan kerja, 5). pengawasan.
Operasionalisasi dari variabel kepuasan kerja dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 3.1.
Operasionalisasi Variabel Kepuasan Kerja
Variabel
Dimensi
Indikator
Skala
Kepuasan Kerja  (X1)
Pekerjaan
Sikap terhadap pekerjaan
Sifat dalam bekerja
Interval

Upah
Gaji, insentif, bonus
Interval

Promosi
Perkembangan Karir
Interval

Rekan kerja
Hubungan dengan rekan kerja, Hubungan dengan pimpinan
Interval

Pengawasan
Supervisi
Interval
Sumber : Kreitner; 2005; 270
Instrumen untuk melihat Kepuasan Kerja diberikan kepada masing-masing responden. Adapun penilaian dari instrument ini adalah dengan memberi bobot sebagai berikut :
5          = Sangat puas
4          = Puas
3          = Cukup
2          = Tidak puas
1          = Sangat tidak puas

2.  Variabel Kompensasi (X2)
Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima Guru sebagai balas jasa untuk kerja mereka (Handoko, 2001: 156). Menurut Michael dan Harold (Ninuk; 2002: 114) membagi kompensasi dalam tiga dimensi, yaitu material, sosial dan aktivitas.
Instrumen untuk melihat kompensasi diberikan kepada masing-masing responden. Adapun penilaian dari instrument ini adalah dengan memberi bobot sebagai berikut :
5          = Sangat setuju
4          = Setuju
3          = Kurang Setuju
2          = Tidak setuju
1          = Sangat tidak setuju
Secara lengkap, operasionalisasi Kompensasi seperti tertera pada tabel di bawah ini :








Tabel 3.2.  
Operasionalisasi Kompensasi
Variabel
Dimensi
Indikator
Skala
Kompensasi (X2)




Kompensasi material
Gaji, bonus, dan komisi, fasilitas parkir, telepon dan ruang kantor yang nyaman, serta berbagai macam bentuk tunjangan misalnya pensiun, asuransi kesehatan
Interval

Kompensasi sosial
Status, pengakuan sebagai ahli di bidangnya, penghargaan atas prestasi, promosi, kepastian masa jabatan, rekreasi
Interval


Kompensasi aktivitas
kompensasi yang mampu mengkompensasikan aspek-aspek pekerjaan yang tidak disukainya dengan memberikan kesempatan untuk melakukan aktivitas tertentu
Interval
Sumber : Michael dan Harold (Ninuk; 2002: 114)

3. Variabel Kinerja (Y)
Menurut Mangkunegara (2001:67); kinerja dapat didefinisikan sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seseorang Guru dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Cara penilaiannya masing-masing pertanyaan diberi bobot sebagai berikut:
5    =    Sangat baik
4    =    Baik
3    =    Cukup baik
2    =    Tidak baik
1    =    Sangat tidak baik
Secara lengkap, operasionalisasi variabel Kinerja seperti tertera pada tabel di bawah ini :
Tabel 3.3.
Operasionalisasi Variabel Kinerja
Variabel
Dimensi
Indikator
Skala
Kinerja (Y)
Kualitas Pekerjaan
ketelitian dan kerapihan kerja,
kecepatan penyelesaian pekerjaan,
ketepatan waktu dan kecakapan
Interval

Kuantitas Kerja
Kemampuan menyusun rencana, 
kemampuan melaksanakan perintah/instruksi
Interval

Kehadiran
aktifitas para guru di dalam kegiatan rutin sekolah


Kerjasama
Kemampuan guru dalam melakukan kerjasama
Interval
Sumber : Robert L Mathis (2006; 378)
3.5.  Teknik Pengolahan Data dan Analisis
Instrumen yang digunakan adalah kuesioner tertutup model likert     dengan interval 1 sampai 5. hasil kuesioner selanjutnya dilakukan uji     validitas  menggunakan product moment dan  reliabilitas  dengan  teknik  Cronbach's Alpha
Selanjutnya dari kuesioner-kuesioner tersebut akan dilakukan uji validasi dan realibilitas :
1.  Uji Validitas Data
Uji Validitas yang diperlukan agar diperoleh instrumen yang valid artinya instrumen yang tepat untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Menurut Sugiyono (2003; 124). Uji Validitas dapat dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor pertanyaan yang dijawab oleh responden. Sebelum kuisioner digunakan untuk dua jenis validitas mengumpulkan data, terlebih dahulu diuji validitasnya, dengan menggunakan rumus teknik korelasi item total Product moment. Skor setiap pertanyaan yang diuji validitasnya dikorelasikan dengan skor total seluruh item. Jika koefisien korelasi positif, maka item yang bersangkutan valid, jika negatif maka item yang bersangkutan tidak valid dan dikeluarkan dari kusioner, dengan kata lain item valid jika koefisien korelasi antar skor item dengan skor totalnya positif dan signifikan dengan p – value < = 0,05. Dengan demikian semakin tinggi nilai koefisien  suatu item menunjukkan semakin tinggi validitas item tersebut.
 2.  Uji Reliabilitas Data
Pengujian reliabilitas instrument ini dilakukan dengan internal consistency dengan teknik belah dua ( Split half) yaitu pengujian reliabilitas internal yang dilakukan dengan membelah item-item intrumen menjadi dua kelompok  (ganjil dan genap) kemudian ditotal, dicari korelasinya dan selanjutnya dianalisis dengan metode Alpha Cronbach. Dalam SPSS, apabila Cronbach yang diperoleh lebih besar 0,6 intrumen dinyatakan reliable (Haryono, 2007 : 8).
Untuk mengetahui tingkat keeratan pengaruh dari variable independen secara bersamaan terhadap variable dependen maka digunakan alat ukur korelasi berganda (r), sedangkan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh  variable independen secara bersamaan terhadap variable dependen akan dilihat dari r2. Kemudian untuk melihat keeratan hubungan secara individu antara variable independen dan variable dependen digunakan alat ukur korelasi parsial (r).
Sebelum dianalisis persamaan regresi maka akan dilakukan uji normalitas dan heterokedatisitas terhadap data-data yang ada :
Uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Analisis  normalitas data dalam penelitian ini akan menggunakan pengujian skewness dan  kurtosis. Skewness adalah ukuran distribusi normal yang sebaran datanya cenderung mengarah kebagian pinggir dibawah kurva normal. Sedangkan kurtosis adalah ukuran distribusi normal yang sebaran datanya cenderung mengarah puncak kurva.
Adapun rasio skewness  dan kurtosis dapat dicari dengan cara membagi nilai skewness  dan kurtosis  dengan masing-masing standar error-nya. Kriteria penilaian layak atau tidaknya, adalah nilai rasio skewness  dan  kurtosis harus terletak diantara -2 dan +2, jika nilai rasio kurtosis maupun skewness berada diantara nilai tersebut maka data distribusi normal.
Sedangkan Pengujian heterokedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual pengamatan kepengamatan yang lain. Pengujian Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatn lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda dsebut heteroskedastisitas.
 Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas. Namun dalam penelitia ini, cara yang dipakai ialah melihat grafik plot antara     nilai variabel terikat (ZPRED) dengan residual (SRESID) Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah residual (Y predeksi Y sesungguhnya) yang telah dipredeksi dengan dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :
  1. Jika ada data yang membentuk pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu dan teratur (bergelombang, melebar kemudian meyempit) maka telah terjadi heterokedastisitas.
  2. Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas
Dalam menjelaskan pengaruh variabel independen terhadap dependen, model yang digunakan adalah model regresi berganda, yang dapat dinyatakan sebagai berikut. (Umar, 2004: 188).
                          Y = a + b1X1+ b2X2  + e
Dimana:
Y = Kinerja
a = Konstanta
b1,b2 = koefisien regresi
X1 = Kepuasan Kerja
X2 = Kompensasi
e   = error term (10%)

3.6. Teknik Pengujian Hipotesis
Selanjutnya untuk menguji hipotesis digunakan persyaratan sebagai berikut:
Ho = Tidak ada pengaruh positif dan signifikan dari Kepuasan Kerja dan Kompensasi secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri terhadap Kinerja Guru pada  Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu.
Ha = Ada pengaruh positif dan signifikan dari Kepuasan Kerja dan Kompensasi secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri terhadap Kinerja Guru pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu.
Untuk menguji koefisien regresi secara bersama-sama dengan menggunakan alat uji-F atau F- test dengan tahapan sebagai berikut:
    (1) Membuat formulasi hipotesis
Ho : b1 = b2 = 0 (hipotesis nol). Artinya tidak ada pengaruh yang signifikan  dari variabel independen Kepuasan Kerja (X1) dan Kompensasi (X2) terhadap Kinerja Guru (Y).
Ha : b1b2 ≠ 0 (hipotesis alternatif). Artinya ada pengaruh yang signifikan  dari variabel independen Kepuasan Kerja (X1) dan Kompensasi (X2) terhadap Kinerja Guru (Y).
       (2) Menentukan level of significant
       (3) Menguji hipotesis :
Untuk menguji hipotesis, maka akan dilakukan 2 uji yaitu uji t dan uji F. Uji t digunakan untuk menguji secara parsial sedangkan uji F digunakan untuk menguji secara bersamaan.
Untuk menguji hipotesis secara parsial  adalah dengan menggunakan uji t. Uji t ini juga digunakan untuk mengetahui secara parsial  masing-masing variabel independen berpengaruh pada variabel dependen.





3.7. Jadwal dan Lokasi Penelitan
Waktu penelitian dilaksanakan selama lebih kurang 8 (Delapan) M sampai sejak proses perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan hasil penelitian, agar penelitian dapat dilaksanakan secara sistimatis dan bersinambungan, maka penelitian menyusun jadwal penelitian sebagai berikut :
Tabel 3.4
Jadwal Penelitian
NO
KEGIATAN
Bulan .......................................
Ming 1
Ming 2
Ming 3
Ming 4
Ming 5
Ming 6
Ming 7
Ming 8
1
Menemukan Masalah








2
Melakukan Kajian Pustaka








3
Memilih Metode Penelitian








4
Membuat Proposal








5
Melaksanakan Seminar








6
Menyiapkan Instrumen








7
Mengumpulkan Data








8
Mengolah Data








9
Menulis Laporan Penelitian








10
Sidang  Tesis









Penelitian ini dilakukan di lingkungan Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin



EmoticonEmoticon