Pengaruh Kepemimpinan dan Budaya Kerja terhadap Kinerja Pegawai Kantor
Pelayanan Pajak
SINOPSIS
Kepemimpinan seorang atasan dan
budaya kerja yang teratmosfir di lingkungan kerja merupakan kunci utama dalam
peningkatan kinerja Pegawai atau karyawan dari suatu unit bisnis. Melalui hasil
kuisioner yang telah disebarkan oleh penulis, terlihat bahwa variabel
kepemimpinan dan budaya kerja mendapatkan perhatian yang banyak dari
responden. Dapat
diartikan bahwa kinerja pegawai sangat dipengaruhi oleh variabel kepemimpinan
dan budaya kerja. Dalam uji parsialnya variabel budaya
kerja mempunyai korelasi yang dominan terhadap kinerja di lingkungan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kelapa Gading. Variabel budaya kerja ini dapat
memberikan sumbangan terbesar dalam mendorong pegawai untuk hasrat kerja
tinggi, mampu memberikan sumbangan terhadap peningkatan kinerja yang baik.
Kata Kunci: Kepemimpinan, Budaya
Kerja, Kinerja
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Penulisan
Kantor dan
pegawai merupakan dua hal yang saling membutuhkan. Jika pegawai berhasil
membawa kemajuan bagi kantor, keuntungan yang diperoleh akan dipetik oleh kedua
belah pihak. Bagi pegawai keberhasilan merupakan aktualisasi potensi diri
sekaligus peluang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan bagi kantor
keberhasilan merupakan sarana menuju pertumbuhan dan perkembangan kantor. Dengan
adanya modernisasi kantor pajak membuat permasalahan – permasalahan baru yang
semula belum terungkap muncul kepermukaan.
Para pegawai senantiasa gelisah untuk berpindah dari tempat yang semula
telah nyaman ke situasi yang penuh dengan kompetensi. Keresahan pegawai ini bermuara kepada kinerja
kantor yang tidak memuaskan.
Permasalahan
menurunnya kinerja pegawai yang dihadapi kantor sebenarnya merupakan
permasalahan klasik yang selalu up to date untuk didiskusikan. Penilaian
kinerja pegawai sebagai pelaku dalam organisasi dengan membuat ukuran kinerja
yang sesuai dengan tujuan organisasi. Standar penilaian kinerja suatu
organisasi harus dapat diproyeksikan kedalam standar kinerja para pegawai
sesuai dengan unit kerjanya. Evaluasi kinerja harus dilakukan
secara terus menerus agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan
efisien. Kantor Pelayanan Pajak tidak
terlepas dari kondisi-kondisi di atas, karena kantor atau organisasi perlu
memperbaiki kinerja pegawai. Kantor perlu
mengembangkan model kompetensi dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
pegawai sehingga dapat dijadikan dasar pengembangan Sumber Daya Manusia.
Disiplin kerja sangatlah penting dalam suatu
organisasi dalam melaksanakan tugas-tugasnya guna mewujudkan tujuan organisasi
tersebut. Disiplin kerja mengatur seorang akan mentaati segala
norma, kaidah dan peraturan yang berlaku dalam organisasi. Tujuan disiplin kerja ini dalam rangka memperlancar seorang
dalam melaksanakan pekerjaannya agar pencapaian tujuan organisasi tepat waktu,
tepat sasaran serta efektif dan efesien.
Menurut Nawawi (2003) budaya kerja adalah kebiasaan yang dilakukan
berulang-ulang oleh dalam suatu organisasi, pelanggaran terhadap kebiasaan ini memang tidak ada sangsi
yang tegas, namun dari pelaku organisasi secara moral telah menyepakati bahwa
kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan yang harus ditaati dalam rangka
pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan. Budaya kerja akan bermanfaat dalam organisasi
tatkala masing-masing saling membutuhkan sumbang saran dari teman sekerjanya,
namun budaya kerja ini akan berakibat buruk apabila dalam
instansi tersebut mengeluarkan egonya masing-masing karena dia berpendapat dia
dapat bekerja sendiri tanpa bantuan orang lain.
Berdasarkan
uraian di atas penulis bermaksud mengadakan
suatu penelitian mengenai pengaruh kepemimpinan dan budaya kerja terhadap
kinerja pegawai di Kantor Pelayanan Pratama Jakarta Kelapa Gading, dengan judul
" Pengaruh Kepemimpinan dan Budaya Kerja Terhadap Kinerja Pegawai
pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kelapa Gading”
B. Perumusan
Masalah
Berdasarkan ruang lingkup dan batasan masalah di atas, maka
masalah-masalah penelitian dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1.
Apakah ada
hubungan yang signifikan antara Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai ?
2.
Apakah ada
hubungan yang signifikan antara Budaya Kerja terhadap Kinerja Pegawai ?
3.
Apakah ada
pengaruh Kepemimpinan, Budaya Kerja secara simultan terhadap Kinerja ?
4.
Bagaimana
analisis SWOT mengatasi permasalahan kinerja pegawai di KPP Pratama Jakarta
Kelapa Gading ?
C. Tujuan Penulisan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis:
1.
Persepsi
responden terhadap Kepemimpinan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta
Kelapa Gading.
2.
Persepsi
responden terhadap Budaya Kerja pegawai di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Jakarta Kelapa Gading.
3.
Persepsi
responden terhadap kinerja pegawai di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta
Kelapa Gading.
4.
Pengaruh
Kepemimpinan, Budaya Kerja secara simultan terhadap Kinerja Pegawai di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kelapa Gading.
5.
SWOT dari
suatu permasalah kinerja pegawai di Kantor Pelayanan Pajak Pratam Jakarta
Kelapa Gading.
D. Metode
Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah tehnik atau cara-cara yang dapat digunakan
oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan metode pengumpulan data, sebagai berikut:
1. Studi Lapangan (Field Research)
Pengumpulan data primer dilakukan dengan
menyebarkan kuisioner pada para pegawai di lingkungan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kelapa Gading. Angket atau
kuesioner adalah daftar pertanyaan yang penulis berikan kepada responden untuk
mendapatkan informasi yang lengkap mengenai masalah yang sedang diteliti.
Penggunaan angket ini bertujuan agar responden dapat memberi informasi dengan
bebas tanpa adanya pengaruh atau tekanan dari pihak lain. Metode ini merupakan
metode utama yang penulis gunakan.
Kuisioner atau angket yang digunakan menggunakan skala likert dengan
range 1 sampai 5. Kuisioner (angket) yang akan diisi diberikan kepada pegawai
di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kelapa Gading yang dipilih dengan
teknik Dispropotionate Stratified Random
Sampling.
2. Studi Kepustakaan
Selain data
primer, penulis juga menggunakan data sekunder dalam penulisan karya tulis ini. Adapun data yang diperlukan diperoleh dengan
melakukan penelitian kepustakaan dari berbagai literatur yang berhubungan
dengan kepemimpinan, Budaya Kerja dan kinerja pegawai. Dokumentasi adalah metode yang penulis gunakan untuk memperoleh data
melalui buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan dan lain
sebagainya yang mendukung penelitian.
E. Ruang
Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada responden pegawai di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kelapa Gading.
Keterbatasan dari penelitian ini adalah Penulis hanya memberikan
gambaran secara umum mengenai pemecahan masalah dengan alat analisis SWOT. Penelitian ini dilakukan sekali pada satu
titik poin waktu tertentu yang sangat mungkin keakuratan validitasnya pun
kurang mendapat kelayakan. Hal ini
disebabkan karena keterbatasan waktu dan tenaga yang dimiliki oleh Penulis.
F. Sistematika
Penulisan
Karya tulis
ini saya susun dengan perincian 4 ( empat ) bagian. Bagian pertama adalah Pendahuluan yang
berisikan latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan penulisan, metode
pengumpulan data, ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan. Untuk bagian kedua adalah keadaan yang
diinginkan dan keadaan yang sekarang berjalan, bagian ketiga adalah analisis
permasalahan dan pembahasannya dan bagian keempat adalah penutup yang berisikan
kesimpulan dan saran.
BAB II
KEADAAN YANG DIINGINKAN DAN KEADAAN SEKARANG
A. Keadaan Yang
Dinginkan
Penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah proses
melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja pegawai. Kegiatan ini dapat memperbaiki
keputusan-keputusan personalia dan
memberikan umpan balik kepada para pegawai tentang pelaksanaan kerja
mereka. Pada umumnya setiap orang menginginkan
dan mengharapkan umpan balik mengenai prestasi kerjanya. Penilaian memungkinkan
bagi penilai dan yang dinilai untuk secara bersama menemukan dan membahas
kekurangan-kekurangan yang terjadi dan mengambil langkah
perbaikannya. Menurut Steers (1985)
prestasi kerja seseorang merupakan gabungan dari tiga faktor penting yaitu:
1. Kemampuan,
perangai, minat;
2. Kejelasan,
dan penerimaan atas penjelasan seorang pekerja;
3. Tingkat
motivasi.
Hubungan antara Kepemimpinan dan Kinerja Keberhasilan suatu organisasi baik sebagai keseluruhan maupun berbagai kelompok dalam suatu
organisasi tertentu, sangat tergantung pada mutu kepemimpinan yang terdapat dalam organisasi yang bersangkutan.
Secara garis besar perbedaan kinerja ini
disebabkan oleh dua faktor (As'ad, 1991:49), yaitu : faktor individu dan
situasi kerja. Menurut Gibson, et al
(dalam Srimulyo, 1999:39), ada tiga perangkat variabci yang mempengaruhi
perilaku dan prestasi kerja atau kinerja, yaitu:
1. Variabel
individual, terdiri dari: a. Kemampuan dan ketrampilan: mental dan fisik b.
Latar belakang: keluarga, tingkat sosial, penggajian c. demografis: umur,
asal-usul, jenis kelamin.
2. Variabel
organisasional, terdiri dari: a. Sumberdaya b. Kepemimpinan c. Imbalan d. Struktur e. Desain pekerjaan.
3. Variabel psikologis, terdiri dari:
a. Persepsi b. Sikap c. Kepribadian d. Belajar e. Motivasi.
Menurut Tiffin dan Me. Cormick (dalam Srimulyo, 1999:40) ada dua variabel
yang dapat mempengaruhi kinerja, yaitu:
1. Variabel
individual, meliputi: sikap, karakteristik, sifat-sifat fisik, minat dan
motivasi, pengalaman, umur, jenis kelamin, pcndidikan, serta faktor individual
lainnya.
2. Variabel
situasional: a. Faktor fisik dan pekerjaan, terdiri dari; mctode kcrja, kondisi
dan desain perlengkapan kerja, penataan ruang dan lingkungan fisik (penyinaran,
temperatur, dan fentilasi) b. Faktor sosial dan organisasi, meliputi:
peraturan-peraturan organisasi, sifat organisasi, jenis latihan dan pengawasan,
sistem upah dan lingkungan sosial.
Sutemeister (dalam Srimulyo, 1999:40-41)
mengemukakan pendapatnya, bahwa kinerja dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
1. Faktor
Kemampuan a. Pengetahuan : pendidikan, pengalaman, latihan dan minat b.
Ketrampilan : kecakapan dan kepribadian.
2. Faktor
Motivasi a. Kondisi sosial : organisasi formal dan informal, kepemimpinan dan b.Serikat kerja kebutuhan individu :
fisiologis, sosial dan egoistik c. Kondisi fisik : lingkungan kerja.
Kepemimpian merupakan gambaran dan
seorang individu berusaha mempengaruhi perilaku lainnya dalam suatu kelompok
tanpa menggunakan bentuk paksaan. Menurut Pamudji (1998: 6) kepemimpinan adalah
kemampuan individu tentang bagaimana caranya agar bisa diterima dengan baik dan
pengaturan terhadap pengikut, mengandalkan kewibawaan yang berlandaskan pada kepercayaan
pengikut, berperan sebagai pencetus ide-ide, pengarah, serta koordinat. Hal ini
sejalan dengan rumusan Atmosudirjo (1999:213), kepemimpinan adalah kemampuan
seseorang dalam mempengaruhi orang lain agar orang tersebut mau
menjalankan apa yang dikehendakinya.
Fungsi kepemimpinan menurut Hill dan
Caroll (1997) memiliki dua dimensi sebagai berikut:
1. dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan
mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya;
2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan
(support) atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan
tugas-tugas pokok kelompok atau organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan
melalui keputusan-keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemimpin.
Berdasarkan kedua dimensi tersebut
secara operasional dapat dibedakan lima fungsi pokok kepemimpinan, yaitu:
fungsi instruktif, konsultatif, partisipasi, delegasi dan pengendalian.
Harris dan Jeff (1987) membagi gaya
kepemimpinan menjadi tiga yaitu:
1. The Autocratic Leader; Dalam hal
ini pengambilan keputusan seorang manajer yang otoratik akan bertindak sendiri
dan memberitahukan kepada bawahannya bahwa ia telah mengambil keputusan
tertentu dan para bawahannya itu hanya berperan sebagai pelaksana karena mereka
tidak dilibatkan sama sekali dalam proses pengambilan keputusan.
2. The Participative Leader; Seorang
pimpinan yang paternalistik dalam menjalankan organisasi menunjukkan
kecenderungan-kecenderungan sebagai berikut: dalam hal pengambilan keputusan
kecenderungannya ialah menggunakan cara mengambil keputusan sendiri, kemudian
menjual kepada para bawahannya tanpa melibatkan para bawahan dalam pengambilan
keputusan. Hubungan dengan bawahan lebih
banyak bersifat bapak dan anak. Dalam menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinannya,
pada umumnya bertindak atas dasar pemikiran kebutuhan fisik para bawahannya
sudah terpenuhi.
3. The Free Rein Leader
Persepsi
pimpinan yang Laissez Faire tentang
pentingnya pemeliharaan keseimbangan antara orientasi pelaksanaan tugas dan
orientasi pemeliharaan hubungan sering terlihat bahwa aksentuasi diberikan pada
hubungan ketimbang pada penyelesaian tugas. Titik tolak pemikiran yang
digunakan ialah bahwa jika dalam organisasi terdapat hubungan yang intim antara
seorang pemimpin dengan para bawahan, dengan sendirinya para bawahan itu akan
terdorong kuat untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya secara
bertanggung jawab.
4. The Charismatic Leader
Pemahaman
yang lebih mendalam tentang kepemimpinan yang bersifat kharismatik menunjukkan
bahwa sepanjang persepsi yang dimilikinya tentang keseimbangan antar
pelaksanaan tugas dan pemeliharaan hubungan dengan para bawahan. Seorang
pemimpin kharismatik nampaknya memberikan penekanan pada dua hal tersebut,
artinya ia berusaha agar tugas-tugas terselenggara dengan sebaik-baiknya dan
sekaligus memberikan kesan bahwa pemeliharaan hubungan dengan para bawahan
didasarkan pada relasional dan bukan orientasi kekuasaan.
5. The Democratic Leader
Pandangan
yang dominan tentang tipe kepemimpinan yang demokratik yang dipandang paling
ideal. Meskipun tidak ada jaminan bahwa organisasi akan berjalan mulus. Pada
umumnya disadari bahwa ada biaya yang harus dipikul oleh organisasi dengan
adanya kepemimpinan yang demokratik.
Ciri pemimpin yang demokratik dalam hal pengambilan keputusan tercermin
pada tindakannya mengikutsertakan para bawahan dalam seluruh proses pengambilan
keputusan. Pemeliharaan hubungan tipe demokratik biasanya memberikan penekanan
kuat pada adanya hubungan yang serasi.
Kinerja pegawai tentunya sangat
dipengaruhi oleh budaya kerja manusia.
Harus disadari pula bahwa budaya erat kaitannya dengan manusia
(Kisdarto:2000). Kuatnya budaya kerja akan terlihat dari bagaimana pegawai
memandang budaya kerja sehingga berpengaruh terhadap perilaku yang digambarkan
memiliki motivasi, dedikasi, kreativitas, kemampuan dan komitmen yang tinggi.
Semakin kuat budaya kerja, semakin tinggi komitmen dan kemampuan yang dirasakan
pegawai. Makin banyak pegawai yang menerima nilai-nilai makin tinggi kemampuan
dan komitmen mereka pada nilai-nilai itu makin kuat budaya tersebut (Robbins,
1996:292). Menurut Wolsely dan Campbell (Prasetya, No. 01, Januari 2001:12)
orang yang terlatih dalam budaya kerja akan menyukai kebebasan, pertukaran
pendapat, terbuka bagi gagasan baru dan fakta baru, memecahkan permasalahan
secara mandiri, berusaha menyesuaikan diri antara kehidupan pribadi dan
sosialnya.
Slocum (1995) dalam West (2000:128) mendefinisikan budaya sebagai
asumsi-asumsi dan pola-pola makna yang mendasar, yang dianggap sudah selayaknya
dianut dan dimanifestasikan oleh semua fihak yang berpartisipasi dalam
organisasi. Budaya diartikan juga sebagai seperangkat perilaku, perasaan dan
kerangka psikologis yang terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama
oleh anggota organisasi (Osborn dan Plastrik, 2000:252). Sehingga untuk merubah
sebuah budaya harus pula merubah paradigma orang yang telah melekat.
Biech dalam Triguno (2004:31) bahwa semuanya mempunyai arti proses yang
panjang yang terus menerus disempurnakan sesuai dengan tuntutan dan kemampuan
SDM itu sendiri sesuai dengan prinsip pedoman yang diakui. Dari berbagai
pengertian tentang budaya kerja dapat disimpulkan bahwa budaya kerja adalah
cara pandang yang menumbuhkan keyakinan atas dasar nilai-nilai yang diyakini
pegawai untuk mewujudkan prestasi kerja terbaik pembentukan budaya kerja
terjadi tatkala lingkungan kerja atau organisasi belajar menghadapi masalah,
baik yang menyangkut perubahan-perubahan ekternal maupun internal yang
menyangkut persatuan dan keutuhan organisasi (Sithi-Amnuai, Ndraha,
2003:76).
Robbins (1996:301-302) menjelaskan bagaimana budaya kerja di bangun dan
dipertahankan ditunjukkan dari filsafat pendiri atau pimpinannya. Selanjutnya
budaya ini sangat dipengaruhi oleh kriteria yang digunakan dalam mempekerjakan
pegawai. Tindakan pimpinan akan sangat berpengaruh terhadap perilaku yang dapat
diterima, baik dan yang tidak. Bagaimana bentuk sosialisasi akan tergantung
kesuksesan yang dicapai dalam menerapkan nilai-nilai dalam proses seleksi.
Untuk menentukan sejauh mana perlu melakukan perubahan, langkah
pertamanya adalah dengan menganalisis budaya yang hidup dalam satuan kerja atau
organisasi untuk memutuskan apa saja yang perlu diubah dan kedua adalah
mengembangkan dan mengimplementasikan strategi perubahan tersebut (McKenna dan
Beech, 2000:77, Pragantha, 1995). Namun seringkali pula ketika perubahan budaya
dilakukan, kinerja yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Bahkan (Carnal, 1995, dalam Sofo:349) akan
mengganggu dan merusak, mengadukaduk yang tetap dan stabil sebelumnya (status
quo). Sejumlah alasan mengapa hal ini terjadi; salah satunya adalah
organisasi tidak mampu mengubah fundamental psikologis pegawainya untuk berubah
(Riza, 1998).
Dekonstruksi budaya tersebut hanya akan mungkin jika seluruh komponen
bersedia mengubah dirinya dalam konstruk budaya kerja baru, dan adanya dukungan
pimpinan puncak untuk memudahkan penyebaran nilai-nilai yang diarahkan kepada
terciptanya pegawai negeri sipil profesional, bermoral dan bertanggung jawab
serta memiliki persepsi tepat terhadap pekerjaan. Perubahan budaya juga harus
mengindahkan kode etik tertentu, baik dalam melancarkan perubahan maupun dalam
menghadapi pihak yang menentang perubahan. (Sathe, 1985:380 dalam Ndraha,
2003:94). Oleh O’Leary, dalam Osborne dan Plastrik (2000:259) “Mengubah budaya
pemerintah adalah seperti membangun Tembok Besar Cina”.
Harus disadari pula bahwa budaya erat kaitannya dengan manusia
(Kisdarto:2000). Kuatnya budaya kerja akan terlihat dari bagaimana pegawai
memandang budaya kerja sehingga berpengaruh terhadap perilaku yang digambarkan
memiliki motivasi, dedikasi, kreativitas, kemampuan dan komitmen yang tinggi.
Semakin kuat budaya kerja, semakin tinggi komitmen dan kemampuan yang dirasakan
pegawai. Makin banyak pegawai yang menerima nilai-nilai makin tinggi kemampuan
dan komitmen mereka pada nilai-nilai itu makin kuat budaya tersebut (Robbins,
1996:292). Menurut Wolsely dan Campbell (Prasetya, No. 01, Januari 2001:12)
orang yang terlatih dalam budaya kerja akan menyukai kebebasan, pertukaran
pendapat, terbuka bagi gagasan baru dan fakta baru, memecahkan permasalahan
secara mandiri, berusaha menyesuaikan diri antara kehidupan pribadi dan
sosialnya.
Menurut
Rangkuti (2005:19-20), analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara
sistematis untuk merumuskan strategi,
berdasarkan logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Sthrengths) dan peluang (Opportunities),
dan secara bersamaan dapat meminimalkan
kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Jadi, analisis SWOT
membandingkan antara faktor eksternal Peluang dan Ancaman dengan faktor
internal Kekatan dan Kelemahan. Matriks
SWOT menampilkan delapan kotak, yaitu dua kotak sebelah kiri menampilkan faktor eksternal (peluang dan
ancaman), dua kotak paling atas
menampilkan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan empat kotak
lainnya merupakan isu-isu strategis yang
timbul sebagai hasil pertemuan antara faktor
eksternal dan internal.
B. Keadaan
Sekarang
Penelitian
dilakukan pada sumber daya manusia yang bertugas pada KPP Pratama Jakarta
Kelapa Gading. KPP Pratama Jakarta
Kelapa Gading yang sebelumnya bernama KPP Jakarta Kelapa Gading terbentuk pada
tanggal 3 Juli 2007 bertempat di Jalan Walang Baru No. 10 Plumpang Semper
Jakarta Utara. Peralihan system lama ke
system modern didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan nomor :
Per-55/PMK.01/2007 tanggal 31 Mei 2007 dan ditindaklanjuti dengan Keputusan
Dirjen Pajak nomor : Kep- 85/PJ./2007 tanggal 8 Juni 2007 jo. Kep-86/PJ./2007
tanggal 11 Juni 2007 dan Perturan Dirjen Pajak nomor : Per-87/PJ./2007 tanggal
11 Juni 2007. dengan system yang baru
ini, KPP Pratama Jakarta Kelapa Gading mempunyai 10 seksi yaitu :
- Seksi Sub Bagian Umum;
- Seksi Pemeriksaan;
- Seksi Pelayanan;
- Seksi Ekstensifikasi;
- Seksi Penagihan;
- Seksi Pengawasan dan Konsultasi 1;
- Seksi Pengawasan dan Konsultasi 2;
- Seksi Pengawasan dan Konsultasi 3;
- Seksi Pengawasan dan Konsultasi 4;
- Seksi Pengolahan Data dan Informasi.
Berdasarkan data terakhir pada
saat pembuatan karya tulis ini, Pegawai yang tercatat sebanyak 93 orang terdiri
dari seorang kepala kantor yang mempunyai golongan jabatan eselon III, 10 orang
kepala seksi yang mempunyai golongan jabatan eselon IV dan sisanya adalah
pelaksana. Pelaksana yang dimaksud oleh
Penulis meliputi tenaga fungsional, Account Representative dan petugas lainnya.
Keadaan yang kepegawaian yang sedang berlangsung di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kelapa Gading dapat dirinici dengan menggunakan
prinsip SWOT. Prinsip ini menerangkan
keadaan suatu objek penelitian yang ditinjau dari keempat unsur pokok yaitu
kekutan, kelemahan, peluang dan ancaman.
Penulis mencoba untuk mendikotomi kenyataan yang ada di objek penelitian
sebagai berikut :
1. Kekuatan
a.
Sarana dan prasarana kantor yang
cukup memadai;
b.
Jaringan komputer yang baik untuk
intranet dan internet;
c.
Latar belakang pendidikan,
Keahlihan dan keterampilan pegawai yang cukup handal;
d.
Pimpinan puncak yang sangat
kondusif dalam mendukung kinerja pegawai;
e.
Sistem renumerasi/ penggajian
yang lebih baik;
f.
Penyelenggaraan in house training untuk kasus – kasus
tertentu sering dilakukan.
g.
Tingkat kedisiplinan pegawai yang
tinggi ditandai dengan adanya komputerisasi absensi.
h.
Lokasi kantor yang strategis bagi
pegawai untuk melukan tugasnya.
2. Kelemahan
a.
Sistem renumerasi penggajian yang
tidak berdasarkan volume pekerjaan mempunyai kecenderungan pegawai melakukan moral hazard (aji mumpung);
b.
Sistem kepegawaian yang tidak
otomatis membuat para pegawai tetap menjadi objek pelaku bukan subjek (masih
ada pengurusan pribadi yang harus dilakukan oleh pegawai mengenai pelaksanaan
hak – hak kepegawaiannya);
c.
Kepemimpinan yang mempunyai
kecenderungan status quo dalam
memimpin para anak buah (tidak mau susah karena penghasilan sama);
d.
Budaya kerja yang menolak suatu
pekerjaan bila tidak jelas job
description-nya.
e.
Budaya kerja menunggu (tidak
inisiatif) dalam melakukan pekerjaan masih tetap ada pada hampir semua pegawai,
karena renumerasi tidak berdasarkan angka kredit poin.
f.
Sistem pembagian pekerjaan
berdasarkan klasifikasi lapangan usaha yang mengakibatkan pembobotan volume
pekerjaan yang kurang imbang sesama pelaksana menimbulkan ketidakadilan
perlakuan.
g.
Perubahan sistem struktur
organsisai yang tidak matang dalam penerapannya sehingga suatu bidang hanya
memikirkan kepentingannya sendiri untuk kegiatan – kegiatan tertentu.
3. Peluang
a.
Mendapatkan predikat kantor
percontohan yang berkinerja terbaik pada tahun 2008;
b.
Tercapainya realisasi penerimaan
pajak yang melebihi rencananya untuk Tahun Pajak 2008;
c.
Menjadikan nilai prestise yang
tinggi bagi pegawai yang ditempatkan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta
Kelapa Gading.
4. Ancaman
a.
Menjadi sorotan publik atas
pelayanan pegawai kepada Wajib Pajak yang makin kritis sehingga dapat
menjatuhkan kredibilitas dan mental para pegawai;
b.
Perilaku oknum pegawai yang
bertindak di luar kode etik yang telah ditentukan dapat menjadi bumerang bagi
pegawai lain yang patuh dan taat pada peraturan.
BAB III
ANALISIS MASALAH DAN PEMBAHASAN
A. Analisis
Masalah
Analisis masalah dimulai dari pengenalan istilah – istilah statistik yang
dipakai pada penelitian ini. Populasi
(Sugiyono:2005) adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari subjek atau objek
yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kelapa Gading berjumlah 93 orang dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Populasi berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
|
Jumlah
|
Persentase
|
Pria
|
76
|
82%
|
Wanita
|
17
|
18%
|
Jumlah
|
93
|
100%
|
2. Populasi berdasarkan jenjang pendidikan
Jenjang Pendidikan
|
Jumlah
|
Persentase
|
S2
|
7 orang
|
7,53%
|
S1
|
40 orang
|
43,00%
|
D3
|
3 orang
|
3,23%
|
D1
|
7 orang
|
7,53%
|
SLTA
|
36 orang
|
38,71%
|
Jumlah
|
93 orang
|
100%
|
3. Populasi berdasarkan jabatan fungsional
Jabatan Fungsional
|
Jumlah
|
Persentase
|
Eselon 3
|
1
orang
|
1,08%
|
Eselon 4
|
10
orang
|
10,75%
|
Pelaksana & Fungsional
|
82
orang
|
88,17%
|
Jumlah
|
93
orang
|
100%
|
Karena dari jumlah pegawai yang ada sebanyak 93 orang atau kurang dari
100 orang, maka ditentukan jumlah responden sebesar 50 orang. Dari jumlah
populasi tersebut ditarik sampel penelitian dengan menggunakan teknik
Dispropotionate Stratified Random Sampling, yaitu pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak dan
berstrata tetap sebagian ada yang kurang proposional pembagiannya
(Surakhmad:1994) .
Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kelapa Gading terdapat jenjang
jabatan yang berbeda, maka responden yang diambil dari tiap – tiap jabatan
tersebut digunakan rumus Pengambilan
Sampel Bertingkat dari Sugiyono (1999), sebagai berikut :
a.
|
Eselon 3
|
=
|
=
|
0,54
|
»
|
1
|
|
b.
|
Kepala Bidang
|
=
|
=
|
5,34
|
»
|
5
|
|
c.
|
Kepala Seksi
|
=
|
=
|
10,6
|
»
|
44
|
|
jumlah
|
=
|
50
|
Data dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan
inferensial. Pengujian
atau analisis terhadap statistic
deskriptif dalam penelitian ini memperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 3.1
Tabel Statistik Penjelasan
Descriptive Statistics
Mean
|
Std.
Deviation
|
N
|
|
Kinerja
|
45.1200
|
3.90520
|
50
|
Kepemimpinan
|
42.4800
|
4.69581
|
50
|
Budaya
|
43.9000
|
4.54119
|
50
|
Menurut hasil pengolahan data SPSS di atas,
dapat disimpulkan bahwa variabel Budaya mempunyai nilai yang lebih dominan dalam memberikan
pengaruh terhadap Kinerja Pegawai Di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Jakarta Kelapa Gading. Menurut responden, Budaya Kerja memberikan pengaruh yang
dominan terhadap kinerja pegawai.
Analisis statistik inferensial dilakukan melalui 2 tahap yaitu tahap
validitas dan realibilitas. Suatu
instrumen dikatakan valid jika instrumen ini mampu mengukur apa saja yang
hendak diukurnya, mampu mengungkapkan apa yang ingin diungkapkan. Besarnya r tiap butir
pernyataan dapat dilihat dari hasil analisis SPSS pada kolom Corrected items Total correlation.
Kriteria uji validitas secara singkat (rule
of tumb) adalah 0.3. Jika korelasi sudah lebih besar dari 0.3, Pernyataan
yang dibuat dikategorikan shahih/valid (Setiaji, 2004: 59). Hasil analisis validitas dalam penelitian ini
diketahui sepuluh butir pertanyaan kepemimpinan
menunjukkan angket yang valid karena r hitung >
0,3. Begitu pula dengan Hasil analisis
validitas untuk sepuluh butir pertanyaan kinerja pegawai menunjukkan angket yang valid karena r hitung > 0,3. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan dalam angket valid dan tidak ada yang
perlu dibuang atau diganti.
Sedangkan Pengujian reliabilitas hanya dilakukan terhadap butir-butir
yang valid, yang diperoleh melalui uji validitas. Selanjutnya untuk melihat
tingkat reliabilitas data, SPSS memberikan fasilitas untuk mengukur
reliabilitas, jika Cronbach Alpha (G) > 0.6 maka reliabilitas Pernyataan
bisa diterima (Setiaji, 2004 : 59).
Hasil analisis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa untuk variabel
kepemimpinan, instrumen yang digunakan sebagai indikator kepemimpinan bernilai
0,716. angka ini jauh berada di atas
0,60. jadi dapat disimpulkan bahwa
reliabilitas dari variabel kepemimpinan tinggi. untuk variabel budaya kerja,
instrumen yang digunakan sebagai indikator bernilai 0,752. angka ini jauh berada di atas
0,60. jadi dapat disimpulkan bahwa
reliabilitas dari variabel budaya kerja tinggi.
Sedangkan untuk variabel kinerja, instrumen yang digunakan sebagai
indikator bernilai 0,755. angka ini jauh
berada di atas 0,60. jadi dapat
disimpulkan bahwa reliabilitas dari variabel kinerja tinggi
Penelitian
ini disusun dalam model empirik dengan regresi berganda sebagai berikut:
Knj = a + b1 Kpm
+ b2 BK+ ε
Knj = 9,929 + 0,507 Kpm + 0,311 BK + ε
t hitung =
(6,811) (3,474) (2,065)
R2 =
0,933
Adj R2 =
0,930
F =
327,348
Konstanta
pada persamaan regresi linear berganda sebesar 9,929 menyatakan bahwa jika
semua variabel bebas baik kepemimpinan maupun motivasi bernilai nol, maka
nilai kinerja sebesar 9,929. Koefisien regresi kepemimpinan sebesar 0,507
bernilai positif atau searah dengan kinerja pegawai. Semakin meningkat variabel
kepemimpinan, maka kinerja pegawai akan semakin meningkat. Jika terjadi peningkatan Kepemimpinan sebesar
1 maka akan terjadi peningkatan kinerja senilai 0,507. Koefisien regresi budaya
kerja sebesar 0,311 bernilai positif atau searah dengan kinerja pegawai. Semakin meningkat variabel budaya
kerja, maka kinerja pegawai akan semakin meningkat. Jika terjadi peningkatan budaya kerja sebesar
1 maka akan terjadi peningkatan kinerja senilai 0,311.
Uji T
statistik dilakukan untuk membuktikan bahwa aspek kepemimpinan dan aspek budaya
kerja secara parsial mempengaruhi semangat kerja digunakan uji t statistik.
Uji ini dilakukan untuk membuktikan bahwa aspek kepemimpinan dan aspek Budaya
Kerjasecara parsial mempengaruhi semangat kerja digunakan uji t statistik.
Adapun dasar keputusannya adalah sebagai berikut:
Ho :
diterima bila t hitung < t tabel
Ha :
diterima bila t hitung > t tabel
Berdasarkan
hasil perhitungan SPSS seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya, untuk menguji
Signifikansi Parameter Individual dengan cara membandingkan thitung
dengan ttabel, berdasarkan penelitian hasil perhitungan SPSS
diperoleh dengan df= 50, ttabel
sebesar 1,68. thitung untuk
variabel kepemimpinan sebesar 3,474 dan variabel budaya kerja sebesar 2,065,
keduanya lebih besar jika dibandingkan dengan ttabel. Maka tolak H0 dan terima Ha,
artinya secara individual variabel independen mempengaruhi variabel
dependen.
Uji F
statistik digunakan untuk membuktikan bahwa aspek kepemimpinan dan aspek Budaya
Kerja bersama–sama mempengaruhi semangat kerja digunakan uji F statistik.
Adapun dasar keputusannya adalah sebagai berikut:
Ho :
diterima bila F hitung < F tabel.
Ha :
diterima bila F hitung > F tabel.
Untuk F
tabel data diperlukan derajat kebebasan pembilang (dk) = k – 1, dimana k
merupakan jumlah variabel, sehingga, dk pembilang = 2 – 1 = 1. Sedangkan derajat kebebasan penyebut besarnya
= n – k, dimana n adalah jumlah sampel dan k adalah jumlah variabel, sehingga
dk penyebut = 50 – 2 = 48. Untuk uji ini
diperlukan derajat kepercayaan sebesar 95% untuk α = 5%, maka dk pembilang = 1
dan dk penyebut = 48, maka diperoleh F tabel
= 1,68.
Berdasarkan perhitungan SPSS, diperoleh F hitung
sebesar 327,3482409597 angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan F tabel
sebesar 1,68. artinya terima Ha,
secara bersama-sama variabel kepemimpinan dan budaya kerja mempengaruhi kinerja
pegawai.
Koefisien
determinasi dilambangkan dengan R2 merupakan proporsi hubungan antara
Y dengan X. Nilai koefisien determinasi adalah diantara 0 (nol) dan 1
(satu). Berdasarkan
perhitungan SPSS, diperoleh Adj R2= 0,930, korelasi atau hubungan antara variabel
dependen dan independen sebesar 93%.
Variabel Independen yaitu Kepemimpinan dan Budaya Kerja merupakan
predictor variabel bagi Kinerja Pegawai.
Konstribusi Variabel Independen sebesar 93%, sedangkan sisanya
(100%-93%) = 7% dipengaruhi oleh faktor lain.
Untuk
memastikan bahwa model yang diestimasi memenuhi asumsi klasik, maka harus
dipenuhi syarat BLUE (Best Linier
Unbiased Estimaer) yaitu:
1. Uji Normalitas Data
Pengujian
ini dilakukan dengan mengamati histogram atas nilai residual dan grafik normal
probability plot. Deteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu
diagonal dari grafik. Dasar pengambilan keputusannya adalah jika data menyebar
di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi
memenuhi asumsi normalitas dan jika data menyebar jauh dari garis diagonal
dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi
asumsi normalitas (Santoso, 2000: 212).
Gambar 3.1.
Grafik Histogram

Dengan
melihat histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi
yang mendekati distribusi normal, seperti yang ditampilkan pada gambar di atas,
data yang diperoleh dari hasil penelitian ini mendekati distribusi normal.
2. Uji Heteroskedastisitas
Deteksi
dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik, di mana sumbu X adalah Y
yang telah
diprediksi, dan sumbu Y adalah residual (Y prediksi - Y sesungguhnya) yang telah di
studentized. Dasar pengambilan keputusan
(Santoso, 2000: 210): Jika ada pola
tertentu, seperti titik (point-point) yang ada membentuk suatu pola
tertentu yang teratur
(bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka telah terjadi
Heteroskedastisitas; Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik
menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
Heteroskedastisitas.
Gambar 3.2.
Grafik Serakan Titik

Sebaran data
dalam penelitian ini tidak menunjukkan adanya pola tertentu, atau tidak
beraturan. Data menyebar di atas dan
dibawah angka nol, sehingga dapat disimpuljan dalam penelitian ini tidak
terjadi heteroskedastisitas.
3. Uji Multikolinearitas
Menguji
apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar vaiabel independent.
Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat problem Multikolinieritas
(Santoso, 2000: 203). Dilakukan dengan cara membandingkan matriks korelasi
variabel-variabel bebas. Tabel matriks
korelasi variabel bebas adalah sebagai berikut
Tabel 3.2.
Tabel Korelasi Koefisien
Coefficient
Correlations(a)
Model
|
Budaya
|
Kepemimpinan
|
||
1
|
Correlations
|
Budaya
|
1.000
|
-.977
|
Kepemimpinan
|
-.977
|
1.000
|
||
Covariances
|
Budaya
|
.023
|
-.021
|
|
Kepemimpinan
|
-.021
|
.021
|
a
Dependent Variable: Kinerja
Dari hasil
analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas,
karena pengaruh antar variabel bebas tidak ada yang mencapai 0,90.
B.
Pemecahan Masalah
Melalui hasil kuisioner yang
telah disebarkan oleh penulis, terlihat bahwa variabel kepemimpinan dan budaya
kerja mendapatkan perhatian yang banyak dari responden. Dapat diartikan bahwa kinerja
pegawai sangat dipengaruhi oleh variabel kepemimpinan dan budaya kerja. Dalam uji parsialnya variabel budaya kerja mempunyai
korelasi yang dominan terhadap kinerja di lingkungan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kelapa Gading. Variabel budaya kerja ini dapat
memberikan sumbangan terbesar dalam mendorong pegawai untuk hasrat kerja
tinggi, mampu memberikan sumbangan terhadap peningkatan kinerja yang baik.
Oleh karena itu faktor budaya kerja
terhadap pekerja perlu ditingkatkan. Kemampuan seorang pemimpin dalam hal
memotivasi bawahannya sangat diharapkan, karena seorang pimpinan selalu bekerja
bersama-sama dengan bawahannya.
Kepemimpinan
dikatakan berhasil jika yang dipengaruhi mau melakukan apa yang dikehendaki
oleh yang mempengaruhi (pimpinan). Namun berhasil belum tentu efektif.
Kepeminipinan dikatakan efektif apabila orang yang dipengaruhi itu melaksanakan
dengan sukarela dan dapat menerima pengaruhnya itu dengan senang hati, penuh
keyakinan, bukannya terpaksa, dan merasa bahwa apa yang dikerjakan dianggap
sesuai dengan harapannya (Soehardi Sigit, 2003).
Dalam teori motivasi juga dikemukakan
bahwa motivasi itu penting (important subject), dan motivasi kepada
seorang karyawan (employee motivation) adalah peran pemimpin, sementara
motivasi itu sendiri tidak bisa diamati dan diukur dengan mudah sehingga untuk
mengamati dan mengukur motivasi itu kita harus mengkaji lebih jauh perilaku
bawahan (employee attitude).
Pemberian motivasi kepada bawahan
khususnya oleh kepala kantor tidak selalu berupa fisik atau material saja
tetapi bagaimana cara memboosting hasrat berprilaku (desired behaviour)
seorang, yang mengarah kepada kemauan berprilaku baik, bekerja baik, dan
memberikan keyakinan yang tinggi terhadap kemampuan menyelesaikan tugas-tugas
kesehariannya dalam lembaga pajak.
Pemberian motivasi kepada bawahan merupakan hal yang penting dan
mendasar dalam mengarahkan sikap seorang individu ke arah good job
performance yang dalam arti positif maupun negatif. Hal ini penting karena
secara esensial Work motivation merupakan kekuatan individu untuk
melakukannya dengan baik.
Faktor – factor penting menurut Steers
(1985) harus senantiasa diperhatikan oleh pimpinan eselon 3 dan 4 yaitu :
kemampuan, perangai, minat, kejelasan dan penerimaan atas penjelasan dari
seorang pegawai bawahannya serta motivasi.
Pimpinan juga harus memperhatikan variabel individual pegawai seperti
kemampuan dan keterampilan pegawai, mental dan fisik pegawai, latar belakangnya
seperti keluarga, tingkat social, penggajian serta faktor demografis seperti
umur, asal – usul dan jenis kelamin.
Pimpinan juga tanggap atas variable organisasi seperti keadaan sumber
daya manusia, kepemimpinan para kasi, imbalan perhatian, struktur organisasi
dan desain pekerjaan masing – masing kelompok kerja. Penguasaan variable psikologis juga harus
senantiasa dimiliki oleh pimpinan seperti persepsi, sikap, kepribadian, belajar
dan motivasi.
Para pemimpinan harus senantiasa
menanamkan pada dirinya sikap kepemimpinan.
Kepemimpinan yang dimaksud di sini adalah kemampuan individu tentang
bagaimana caranya agar bias diterima dengan baik dan pengaturan terhadap
pengikut, mengandalkan kewibahwaan yang berlandaskan pada kepercayaan pegawai
bawahan, berperan sebagai pencetus ide – ide, pengarah serta koordinasi. Para pimpinan harus senantiasa mempunyai
dimensi pengarahan kepada para pegawai bawahannya dan dukungan dari pegawai
bawahannya.
Gaya kepemimpinan yang harus
diterapkan oleh Pimpinan pada tahap peralihan era modernisasi harus disesuai
dengan keadaan, kapan harus otoriter dan kapan harus demokratik. Pemilihan gaya kepemimpinan sangat berpengaruh
terhadap kinerja pegawainya karena gaya kepemimpinan merupakan bagian dari
budaya kerja. Budaya kantor paripurna
yang sangat berbau kolusi sangatlah sulit diubah tanpa pemilihan gaya
kepemimpinan yang situasional.
Pimpinan di era modern ini harus mampu
mengubah tradisi budaya sosial yang telah turun temurun diteruskan oleh
generasi sebelumnya yang sudah tidak sesuai lagi dengan situasi keterbukaan
dewasa ini. Pimpinan eselon 3 dan 4
harus mampu memunculkan cara pandang yang menumbuhkan keyakinan atas dasar
nilai – nilai yang diyakini pegawai untuk mewujudkan prestasi kerja terbaik
bagi kantor.
Becermin dari hasil penelitian
tersebut, maka sangat mudah sekali bagi pemimpin untuk menuntukan suatu budaya
kerja dalam rangka mencapai tujuan berupa prestasi kantornya melalui perbaikan
kinerja pegawainya. Alternatif pemecahan
masalah yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
Sistem
renumerasi penggajian yang tidak berdasarkan volume pekerjaan mempunyai
kecenderungan pegawai melakukan moral
hazard (aji mumpung);
1. Sistem kepegawaian harus dibuat sehingga para pegawai menjadi
subjek pelaku artinya urusan kepegawaian murni dilakukan oleh Bagian Umum baik
itu masalah kenaikan pangkat sampai urusan cuti tahunan;
2. Para pemimpin di kantor baik eselon 3 dan eselon 4 seharusnya
merupakan tokoh yang dapat dicontoh oleh pegawainya baik teknis administrasi
pekerjaan formal maupun informal. Tidak boleh terkesan “baik orang pintar
maupun yang bodoh penghasilannya pun sama” ;
3. Pimpinan eselon 3 secara tegas dapat menanggap semua masalah yang
dapat meresahkan para pegawai dalam hal suatu pekerjaan tidak ada yang
bertanggung jawab secara SOP (standard
operation procedure) selain itu para pemimpin harus memberikan ketegasan
distribusi pembagian tugas yang relative adil;
4. Semua pimpinan baik eselon 3 maupun 4 harus senantiasa menciptakan
budaya inisiatif dalam pembelajaran dan tanggung jawab pekerjaan. Kasus ini dapat diciptakan melalui proses in
house training untuk setiap bulan,
evaluasi kinerja seksi setiap bulan dan berusaha memberikan penyatuan
hati antara pimpinan dan bawahan dalam setiap diskusi.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan ini merupakan uraian secara singkat mengenai keseluruhan
bahasan yang dilakukan oleh Penulis mengenai uraian singkat atas pokok masalah,
analisis data dan pembahasan. Budaya
kerja kantor paripurna yang mempunyai kecenderungan egoistik dalam beberapa
kelompok akan mengalami perubahan secara frontal ke arah kompetensi individual. Perubahan ini tentu mengakibatkan
ketidaknyamanan pegawai yang berakhir pada kinerja pegawai yang menurun. Dari analisis pengolahan data ternyata
kinerja pegawai tersebut dapat dipengaruhi oleh budaya dan kepemimpinan. Pembahasan yang dilakukan adalah bagaimana
para pemimpin dapat memberikan jiwa kepemimpinan yang mengayomi dan menetapkan
budaya kinerja untuk para pegawainya.
Pemecahan masalah yang dapat diungkapkan oleh Penulis adalah dengan
mencoba untuk mengatasi kekurangan – kekurangan berupa kelemahan pada poin
SWOT. Kelemahan tersebut merupakan
cermin bagi semua eleman kantor untuk senantiasa memberikan nasehat antar
sesama untuk menuju kinerja pegawai yang diharapkan dapat meningkatkan prestasi
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kelapa Gading.
B. Saran
Dari hasil analisis dan pembahasan tersebut di atas, Penulis mencoba
memberikan saran – saran bagi semua anggota elemen Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Jakarta Kelapa Gading sebagai berikut :
1. Kepemimpinan bukan pimpinan semata –
mata. Kepemimpinan adalah jiwa seseorang
untuk mau melakukan tanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya dan
bawahannya/ pengikutnya serta senantiasa dapat memberikan motivasi kepada
bawahannya/ pengikutnya untuk dapat bertindak lebih maju bahkan dari dirinya
sendiri. Para pimpinan baik eselon 3 dan
4 yang ditetapkan secara jabatan harus senantiasa bercermin bahwa anak buah
adalah anaknya sendiri sehingga berusahalah untuk senantiasa dekat baik secara
lahir maupun batin baik keadaan formal mupun informal;
2. Diharapkan dengan tercapainya poin tersebut
di atas, Pimpinan dapat memberikan arti penting dalam budaya kerja kepada para
pegawainya. Dan kepada pegawai terdapat
kata mutiara bahwa pimpinan yang baik adalah sebelumnya adalah pegawai yang
baik pula. Tanpa pegawai yang cakap,
pimpinan tidak mempunyai arti apa – apa.
Pegawai harus senantiasa menjaga kepercayaan yang telah diberikan oleh
para pimpinan – pimpinannya sehingga terdapat kontrak tidak terlihat (invisible contract) antara kedua belah
pihak yang mampu memotivasi kinerja pegawai untuk merealisir peluang – peluang
dan menangkal ancaman dari luar kantor.
Diharapkan dengan kondisi yang demikian Kantor Pelayanan Pajak Jakarta
Kelapa Gading siap menyongsong era modernisasi yang sarat dengan kompetensi.
Daftar Pustaka
As’ad, 2000.
Psikologi Industri. Ed 4, Yogjakarta : Liberty.
Hill, Tosi., Caroll, SJ, Organisational Theory and management : A
Macro Approach, John willey and Sons Inc, New York. 1997.
Nawawi, Hadari: 1996 Metodologi
Penelitian Sosial, Yogyakarta, Gadjah Mada University press
Nawawi, Hadari. 2003. Kepemimpinan
Mengefektifkan Organisasi, Buku 1. Universitas
Terbuka/UPI-YAI, Jakarta
Handoko, T
Hani, Manajemen. BPFE, Yogyakarta. 1995.
Harris, O., Jeff. JR, Managing people at work, concepts and cases
in Interpersonal Behavior, John willey and Sons Inc. 1987
Imam
Ghazali, 2003, Aplikasi Multivariate
dalam SPSS, Yogyakarta, Universitas Dipenogoro.
Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara RI Nomor 25/KEP/M.PAN/04/2002 tentang Pedoman
Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara, Jakarta
.
Kisdarto, 2000. Budaya Kerja Bukan Robotisme. Majalah Manajemen, No. 141, Mei, hlm. 10-11
Ndraha, Taliziduhu. 2003. Budaya Organisasi, Ed 2, Jakarta, PT.
Rineka Cipta.
Osborn, D dan Peter P, 2000, Memangkas Birokrasi, Ed Revisi, Jakarta. PPM.
Praganta, Revi, 1995. Memperkuat Budaya Perusahaan Anda. Majalah Usahawan, No. 04, TH.
XXIV, April, hlm. 42-45
Prasetya, Buletin 2001. Mengenal Program Budaya Kerja, No. 01,
Januari. Surabaya.
Riza,
Irfan, 1998, Restrukturisasi Organisasi :
Ditinjau dari Persepektif Budaya dan Iklim
Organisasi. Majalah Usahawan, No. 9, TH. XXVI,
September, hlm. 19-23
Riduwan,
2000, Statistika Dasar, Graha Ilmu,
Jakarta
Robbins, SP, 1996. Perilaku
Organisasi : Konsep Kontroversi, Aplikasi. Ed
Indonesia, Jakarta, PT. Prenhallindo.
Saidi, H.M.,
Prestasi dan Kemampuan, rajawali
Press, Jakarta. 1992
Siagian,
Sondang, Teori Dan Praktek Kepemimpinan,
Cetakan Ke–3, Rineka Cipta, Jakarta. 1989.
Setiaji,
B.2004. Riset dengan Pendekatan
Kuantitatif. Universitas Muhammadiyah. Surakarta
Singgih
Santoso, 2000, SPSS, Elex Komputindo,
Jakarta
Smith, C, Organ, D,W & Near ,
J.P (1983). Organizational citizenship. Behavior: Its Nature and antecedents. Journal
of applied Psychology, 68. 453-463
Steers, RM. Efektivitas Organisasi Seri Manajemen, Erlangga, Jakarta. 1985.
Sofo, F, 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia, Ed 1,
Surabaya : Airlangga University Press.
Srimulyo Koko, 1999, “Analisis Pengaruh factor-faktor terhadap
kinerja perpustakaan di Kotamadya Surabaya”, Surabaya, www.unair.ac.id
Soehardi Sigit, Prof, Dr, “Esensi Perilaku Organisasional”, BPFE,
Universitas Sajanawiyata Tamansiswa, Yogyakarta, Oktober 2003
Steers, R. M. & Porter, L. W
(1983) Motivation and work behavior(3rd edn) . New York : Mc Graww-Hill
Steers, RM. Efektivitas Organisasi Seri Manajemen,
Erlangga, Jakarta. 1985.
Sugiyono :2005. Metode Penelitian Bisnis, Bandung:
Alfabeta.CV,
Suharsini
Arikunto (2002). Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktis. Rineka Cipta. Jakarta.
Triguno, 2004. Budaya Kerja : Menciptakan Lingkungan Yang
Kondusive Untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja, Ed 6, Jakarta : PT. Golden Terayon Press.
Van Scotter, J,R & Motowidlo,
S.J (1996) Interpersonal facilitation and job dedication as separate facets of contextual
performance.Journal of applied Psychology 81, 525 –531
Veitzal Rivai, 2005., Aproach Appraisal, Murai Kencana,
Jakarta
Veitzal
Rivai., 2005, Manajemen Sumber Daya
Manusia, Rieneka Cipta, Jakarta
West, M.A., 2000. Mengembangkan Kreativitas Dalam Organisasi,
Ed 1, Yogjakarta: Kanisius.
Winarno
Surakhmad (1994). Pengantar Penelitian
Ilmiah Dasar – Metode Tekhnik. Tarsito. Bandung
DAFTAR TABEL
DAN GAMBAR
TABEL 3.1. TABEL STATISTIK PENJELASAN 15
GAMBAR 3.1. GRAFIK
HISTOGRAM 18
GAMBAR 3.2. GRAFIK
SERAKAN TITIK 19
TABEL 3.2.
TABEL KORELASI KOEFISIEN 20
EmoticonEmoticon