Saturday, June 7, 2014

KUMPULAN SKRIPSI AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK TERBARU PENGARUH FAKTOR INSTITUSIONAL TERHADAP MINAT ADOPSI SISTEM INFORMASI AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH


PENGARUH FAKTOR INSTITUSIONAL TERHADAP MINAT ADOPSI SISTEM
INFORMASI AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH


ABSTRACT
This research examine the effect of institutional factors which consist of mimetic pressure, coercive pressure and normative pressure on interest of the Parigi Moutong County Government to adopt a SIAKD software developed by the Central Government which moderated by system complexity. Population in this research is all employees who occupy leadership positions as an element within the Parigi Moutong County Government. The method of analysis used in this research is Moderated Regression Analysis (MRA) used to test the interaction which is moderation in the multiple regression equation.
The test results indicated that the three institutional factors such as mimetic pressures, coercive pressures and normative pressures which moderated by the complexity of the system variables jointly positive effect on interest of SIAKD adoption. The test results also indicate that partially, of the three institutional factors, mimetic pressure and normative pressure effect on the interest to adopt the software SIAKD, while the coercive factor did not affect willingness to adopt of SIAKD software. The test results also show that the complexity factor of the system will strengthen the influence of mimetic pressures on interest to adopt SIAKD software developed by the Central Government.
Keywords: Institutional Factors, Mimetic Pressure, Coercive Pressure, Normative Pressure, System Complexity.
ABSTRAK
Penelitian ini menguji pengaruh faktor institusional yang terdiri dari tekanan mimetic, tekanan coercive dan tekanan normative terhadap minat Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong untuk mengadopsi software SIAKD yang dikembangkan oleh Pemerintah Pusat, dengan dimoderasi oleh variabel kompleksitas sistem. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai yang menduduki jabatan sebagai unsur pimpinan dalam lingkup Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong. Metode analisis dalam penelitian ini adalah Moderated Regression Analysis (MRA) yang digunakan untuk menguji adanya interaksi variabel moderasi dalam persamaan regresi berganda.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa ketiga faktor institusional yang dimoderasi oleh variabel kompleksitas sistem secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap minat adopsi SIAKD. Hasil pengujian juga menunjukkan bahwa secara parsial, dari tiga faktor institusional, tekanan mimetic dan tekanan normative berpengaruh terhadap minat untuk mengadopsi software SIAKD, sedangkan faktor coercive tidak berpengaruh terhadap minat untuk mengadopsi software SIAKD. Hasil pengujian juga menunjukkan bahwa adanya variabel kompleksitas sistem akan memperkuat pengaruh tekanan mimetic terhadap minat untuk software SIAKD yang dikembangkan oleh Pemerintah Pusat.
Kata kunci: Faktor Institusional, Tekanan Mimetic, Tekanan Coercive, Tekanan Normative, Kompleksitas Sistem.

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sistem pelaporan keuangan berbasis akuntansi dalam lingkup pemerintahan di Indonesia secara formal mulai diterapkan setelah diterbitkannya Undang-undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pasal 30, 31, dan 32 dalam Undang-undang tersebut menyatakan bahwa Presiden dan Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran (APBN/APBD) berupa laporan keuangan yang terdiri dari Laporan Realisasi APBN/APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Pasal 51 Undang-undang No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyatakan bahwa Badan Usaha Negara dan Badan Usaha Daerah menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya.
Tindak lanjut dari pasal-pasal tersebut di atas adalah diluncurkannya Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang memuat prinsip-prinsip akuntansi pemerintahan, berlaku untuk pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Khusus untuk pemerintah daerah, pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang secara teknis dijabarkan dalam Permendagri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, kemudian beberapa bagiannya direvisi lagi dalam Permendagri Nomor 59 Tahun 2007. Untuk mempermudah pelaksanaan akuntansi keuangan oleh pemerintah daerah, pemerintah kemudian mengeluarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (SE Mendagri) No.900/079/2008 tentang Pedoman Penyusunan Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah dan SE¬900/316/BAKD tahun 2007 yang juga sebagian mengatur tentang proses akuntansi keuangan daerah secara teknis mencakup penjurnalan, posting, buku besar, neraca saldo, dan laporan keuangan.
Selanjutnya untuk lebih mempermudah pemerintah daerah dalam menyusun laporan keuangan pemerintah daerahnya (LKPD), pemerintah kemudian memberikan kesempatan kepada masing-masing daerah untuk mengembangkan software sistem informasi akuntansi terkomputerisasi dengan tujuan meningkatkan kualitas LKPD. Adanya peluang yang diberikan oleh pemerintah kepada masing-masing pemda dalam mengembangkan software sistem informasi akuntansi dimanfaatkan oleh pemda-pemda di berbagai daerah dengan bekerjasama dengan pihak konsultan pengembang sistem untuk memperoleh sistem yang andal.
Seiring waktu berjalan, ternyata proses pengembangan software sistem informasi akuntansi di banyak daerah mengalami kegagalan (Abdullah, 2008), meskipun dana yang dikeluarkan untuk biaya investasi pengembangan software sistem akuntansi keuangan daerah tersebut tidaklah sedikit. Hal ini dapat dilihat dari masih rendahnya kualitas LKPD yang dibuat oleh pemda dalam tiga tahun terakhir (Siaran Pers, BPK RI, 23 Juni 2008)
Adanya fenomena kegagalan pengembangan software SIAKD yang dikembangkan sendiri-sendiri oleh masing-masing pemda membuat pemerintah pusat bereaksi. Pemerintah pusat melalui beberapa lembaga seperti Departemen Dalam Negeri, Departemen keuangan dan BPKP akhirnya berusaha mengembangkan software sistem informasi akuntansi keuangan daerah untuk diadopsi di tingkat pemda dengan maksud untuk menghindari terjadinya kegagalan pengembangan dan implementasi sistem dan menciptakan keseragaman dalam penyusunan laporan keuangan pemda. Keseragaman ini dimaksudkan untuk memperoleh laporan keuangan yang online dan mudah diakses baik di tingkat pusat maupun di daerah.
Program software sistem informasi akuntansi keuangan terkomputerisasi yang telah dikembangkan oleh pemerintah pusat kemudian dibagikan ke pemerintah-pemerintah daerah untuk diimplementasikan, dalam praktiknya ternyata tidak banyak pemerintah daerah mengadopsinya. Fenomena rendahnya tingkat adopsi software SIAKD yang kembangkan oleh pemerintah pusat dalam lingkup pemerintah daerah menimbulkan pertanyaan mengapa hal tersebut terjadi, padahal pemerintah pusat sudah memberikan beberapa dukungan untuk implementasi software SIAKD tersebut. Dukungan tersebut antara lain disediakannya fasilitas komputer dan tenaga ahli untuk menjadi field support di masing-masing daerah. Hal inilah yang menarik minat peneliti untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi software SIAKD yang dikembangkan oleh pemerintah pusat dengan menganalisa dari sudut pandang aspek organisasional.
Mengingat aspek organisasional sangat luas untuk dijadikan alat analisis dalam mengkaji perilaku adopsi sistem informasi, maka dalam penelitian ini peneliti membatasi ruang kajian dengan fokus pada teori institusionalisme baru (the new institutionalism) dengan menggunakan tiga faktor institusional yakni mimetic, coercive dan normative yang dikembangkan oleh Dimaggo dan Powell (1983 dan 1991).Ide dasar teori institusional adalah terbentuknya organisasi oleh karena tekanan lingkungan institusional yang menyebabkan terjadinya institusionalisasi.
DiMaggio dan Powell melihat ada tiga bentuk tekanan institusional yang bersifat isomorphic yaitu, pertama; mimetic pressures, yaitu peniruan sebuah organisasi oleh organisasi yang lain, suatu kondisi dimana organisasi mengkopi atau meniru organisasi lainnya yang biasanya disebabkan karena ketidakpastian. Kedua; coercive pressures yang menunjukkan bahwa organisasi mengambil beberapa bentuk atau melakukan adopsi terhadap organisasi lain karena tekanan-tekanan negara dan organisasi lain atau masyarakat yang lebih luas, atau dengan kata lain suatu kondisi dimana organisasi terpaksa melakukan adopsi struktur atau aturan karena adanya paksaan. Ketiga; normative pressures, proses peniruan organisasi karena adanya norma-norma yang berlaku, suatu kondisi ketika orang mengadopsi berbagai bentuk karena adanya norma-norma yang berlaku dalam suatu lingkungan organisasi profesional.
Aspek organisasional dan hubungannya dengan adopsi sistem informasi mulai diteliti sejak beberapa dekade, seperti penelitian yang dilakukan oleh Venkates, et al. (2003) meneliti tentang model-model adopsi teknologi informasi. Bradford dan Florin (2003), Moore dan Benbasat (1991) melakukan riset terkait dengan hubungan jaringan sistem, organisasi, individu dan faktor-faktor organisasional terhadap keputusan adopsi. Teo, et al.(2003), Ugrin (2009), dan Frumkin dan Galaskiewicz (2004) yang melakukan penelitian menggunakan sudut pandang teori institusional dengan variabel tekanan mimetic, tekanan coercive dan tekanan normative sebagai variabel yang mempengaruhi adopsi sistem informasi.
Teo, et al.(2003) menemukan bahwa tiga bentuk tekanan institusional; tekanan mimetic, tekanan coersive, dan tekanan normative, membawa pengaruh signifikan terhadap kecenderungan organisasi untuk mengadopsi Financial Electronic Data Interchange (FEDI). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan mengadopsi sistem informasi sebagian besar disebabkan karena adanya faktor¬faktor institusional, disamping adanya pengaruh pertimbangan cost and benefit.
Penelitian Ugrin (2009) menemukan bahwa faktor-faktor tekanan institusional seperti tekanan mimetic, ketaatan terhadap norma-norma dalam industri dan adanya paksaan dari entitas pemegang kekuasaan, berpengaruh terhadap keputusan adopsi sistem Enterprise Resources Planning (ERP). Frumkin dan Galaskiewicz (2004) menemukan bahwa lembaga-lembaga pemerintah sebenarnya lebih lemah dipengaruhi oleh ketiga jenis tekanan institusional bila dibandingkan dengan organisasi bisnis dan organisasi nirlaba lainnya. Temuan lemahnya pengaruh faktor-faktor institusional organisasi sektor publik oleh Frumkin dan Galaskiewicz (2004) menimbulkan pertanyaan besar bagi peneliti, mengingat organisasi sektor publik adalah organisasi yang diatur dan didanai oleh pemerintah.
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Ugrin (2009). Namun berbeda dari penelitian Ugrin yang menggunakan organisasi bisnis sebagai obyek penelitian dengan topik adopsi sistem Financial Electronic Data Interchange (FEDI), penelitian ini menggunakan organisasi sektor publik khususnya dalam lingkup pemerintah daerah sebagai obyek peneltian dengan topik adopsi SIAKD yang dikembangkan oleh Pemerintah Pusat untuk diterapkan pada di tingkat pemerintah daerah.
Perbedaan lain dengan penelitian Ugrin (2009) adalah dalam hal variabel moderasi, Ugrin menggunakan empat variabel moderasi yang terdiri dari tahap¬tahap adopsi (stage of adoption), kesulitan untuk mengkuantifikasi manfaat sistem informasi (difficulty to quantify system benefits), integrasi sistem (system integrativeness), dan pengalaman (experience), sedangkan penelitian ini menggunakan satu variabel moderasi yakni kompleksitas sistem.

1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian yang menggunakan sudut pandang teori institusional, yang menyatakan bahwa organisasi cenderung menjadi homogen disebabkan oleh adanya faktor institusional telah dilakukan oleh para peneliti di beberapa negara, misalnya di Australia (Ugrin, 2009), di Singapura (Teo,et al. 2003), di Taiwan (Chang, 2007; Cheng dan Yu, 2008; dan Lai,et al. 2005) dan di Amerika Serikat (Frumkin dan Galaskiewicz, 2004).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor institusional yang terdiri dari tekanan mimetic, tekanan coercive dan tekanan normative berpengaruh positif terhadap minat perusahaan untuk mengadopsi suatu sistem yang telah diterapkan oleh perusahaan lain (Ugrin, 2009; Teo,et al. 2003; Chang, 2007; Cheng dan Yu, 2008; dan Lai,et al. 2005). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dalam tujuan penelitian ini adalah menganalisis dan menguji:
1 Pengaruh tekanan mimetic terhadap minat untuk mengadopsi software SIAKD.
2 Pengaruh tekanan coercive terhadap minat untuk mengadopsi software SIAKD.
3 Pengaruh tekanan normative terhadap minat untuk mengadopsi software SIAKD.
4 Pengaruh tekanan mimetic terhadap minat untuk mengadopsi software SIAKD dimoderasi oleh persepsi kompleksitas sistem.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Institusional
Ide dasar teori institusional adalah terbentuknya organisasi karena tekanan lingkungan institusional yang menyebabkan terjadinya institusionalisasi. Tolbert dan Zucker (1983) menyatakan bahwa ide atau gagasan pada lingkungan institusional membentuk bahasa dan simbol yang menjelaskan keberadaan organisasi dan diterima sebagai norma-norma dalam konsep organisasi. Menurut DiMaggio dan Powell (1983) organisasi terbentuk oleh lingkungan institusional yang ada di sekitar mereka. Ide-ide yang berpengaruh kemudian diinstitusionalkan, dianggap sah dan diterima sebagai cara berpikir ala organisasi tersebut.
Kekhususan teori institusional terletak pada paradigma norma-norma dan legitimasi, cara berpikir dan semua fenomena sosiokultural yang konsisten  dengan instrumen teknis pada organisasi. DiMaggio dan Powell (1983) melihat bahwa organisasi terbentuk karena kekuatan di luar organisasi yang terbentuk lewat proses mimicry dan compliance. Kontributor lain teori institusional adalah Meyer dan Scott (1983), yang menyatakan bahwa organisasi berada di bawah tekanan untuk menciptakan bentuk-bentuk sosial yang hanya terbentuk oleh pendekatan konformitas dan berisi struktur-struktur terpisah pada aras operasional.
Teori Institusional dipandang sangat relevan untuk digunakan dalam mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi suatu sistem dalam sebuah organisasi. Chang (2007) menyatakan bahwa perubahan dalam lingkungan lembaga organisasi dapat disebabkan oleh homogenitas yang pada akhirnya menimbulkan rangsangan atau hambatan terhadap praktik-praktik organisasi yang baru, termasuk dalam hal praktik akuntansi.
2.2. Isomorphic Pressures
Penganut teori institusional tertarik untuk memahami mengapa organisasi menjadi serupa dan mengapa terdapat kesamaan dalam bentuk dan praktik¬praktik organisasi (DiMaggio dan Powell, 1983; Meyer dan Rowan, 1977). DiMaggio dan Powell (1983) menyatakan bahwa keanekaragaman bentuk dan praktik organisasi masih nampak pada tahap awal pendirian organisasi. Ketika sebuah organisasi mulai tumbuh, mereka akan mulai meniru strategi, struktur dan budaya organisasi yang lain yang diyakini dapat meningkatkan peluang organisasi untuk dapat bertahan. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya homogenitas dalam lingkungan organisasi.
Proses yang mendorong suatu organisasi untuk menjadi homogen disebut dengan isomorphic pressures, yang digambarkan sebagai “suatu proses yang mempengaruhi suatu unit dalam populasi untuk menyerupai unit lain yang menghadapi kondisi lingkungan yang sama”, (Hawley (1986) dalam DiMaggio dan Powell, 1983). Ketika proses isomorphic pressures terjadi, tekanan institusional yang diberikan pada organisasi akan menyebabkan perubahan organisasi menuju homogenitas (Meyer dan Rowan, 1977; Scott dan Meyer, 1994).
DiMaggio dan Powell (1983) melihat ada tiga bentuk isomorphic pressures yaitu, pertama; mimetic pressures, yaitu peniruan organisasi terhadap organisasi lain sebagai respon adanya ketidakpastian, kedua; coercive pressures yang menunjukkan bahwa organisasi mengambil beberapa bentuk atau melakukan adopsi terhadap organisasi lain karena tekanan-tekanan negara (pengaruh politik) dan organisasi lain atau masyarakat yang lebih luas (masalah legitimasi), dan ketiga, normative pressures, terkait dengan norma-norma yang berlaku.
2.3. Mimetic Pressures
Mekanisme pertama yang menimbulkan isomorphic pressures terhadap organisasi disebut mimetic pressures. DiMaggio dan Powell (1983) menyatakan bahwa adanya unsur ketidakpastian menjadi faktor kuat yang mendorong terjadinya peniruan. Selain itu, adanya tujuan yang ambigu, pengetahuan yang rendah atas kemajuan teknologi juga dapat menjadi faktor-faktor yang menyebabkan suatu organisasi membentuk dirinya serupa dengan organisasi-organisasi lainnya.
DiMaggio dan Powell (1983) berpendapat bahwa salah satu alasan struktur organisasi cenderung serupa adalah karena terdapat hanya sedikit model organisasi yang dapat ditiru. Oleh karena itu, upaya memilih struktur organisasi untuk menghadapi ambiguitas dan ketidakpastian seringkali didasarkan pada pola organisasi yang sama.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa mimetic pressures terjadi ketika organisasi dengan sukarela dan sengaja meniru organisasi lain yang dianggap sah atau sukses untuk meningkatkan legitimasinya. Selain hanya sekedar melakukan peniruan, untuk menghindari ketertinggalan dari organisasi yang sudah mapan, organisasi baru haruslah juga menciptakan kreasi-kreasi unik yang dapat menjadi ciri khas organisasi tersebut, dengan demikian organisasi tidak hanya sekedar menjadi peniru tetapi juga mengembangkan bentuk dan praktik baru dan dapat mengakses sumberdaya lain dengan kemampuan yang digali dari potensi yang ada dalam diri organisasi itu sendiri.
2.4. Coercive Pressures
Coercive pressures berhubungan dengan adanya tekanan dalam bentuk formal dan informal yang berasal dari organisasi yang memiliki kekuasaan. Organisasi ini dikatakan memiliki kekuasaan atas organisasi lainnya karena organisasi lain bergantung padanya dan adanya harapan masyarakat dimana organisasi ini berfungsi (DiMaggio dan Powell, 1983). Tekanan tersebut mungkin saja dirasakan sebagai suatu kekuatan, atau sebagai bujukan, atau sekedar sebagai undangan untuk turut serta bergabung dalam suatu perkumpulan.

Terjadinya perubahan organisasi dalam beberapa situasi, merupakan respon langsung dari mandat pemerintah melalui peraturan perundang-undangan yang diberlakukan. Misalnya perusahaan industri diwajibkan untuk menerapkan teknologi yang ramah lingkungan sebagai respon dari peraturan yang ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup.
Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa coercive pressures terjadi ketika organisasi menerapkan model atau struktur tertentu disebabkan oleh adanya tekanan dari organisasi lain atau masyarakat secara umum. Coercive pressures juga timbul manakala organisasi dipaksa untuk menerapkan praktek-praktek tertentu karena diatur oleh peraturan perundang¬undangan
2.5. Normative Pressures
Mekanisme ketiga dari institutional pressures adalah normative pressures yang muncul dari adanya tekanan berupa norma-norma yang berlaku dalam suatu lingkungan organisasi. DiMaggio dan Powell (1983) menyatakan bahwa dua aspek normative pressures yang menarik adalah; (1) latar belakang pendidikan formal, dan legitimasi berdasar aspek kognitif yang dihasilkan dari perguruan tinggi, dan (2) tingkat pertumbuhan dan pengaruh lembaga profesional yang memungkinkan praktek-praktek baru menyebar dengan cepat di seluruh organisasi.
Normative pressures berhubungan dengan fokus para pimpinan organisasi pada norma-norma dan nilai-nilai yang melekat pada lembaga-lembaga organisasional. Manajer beroperasi pada seperangkat aturan, sebuah jaringan relasi internal dan eksternal kelompok dan individu. Normative pressures juga terjadi ketika organisasi-organisasi saling menyerupai satu sama lain yang disebabkan oleh lamanya mereka secara tidak langsung menerapkan norma-norma dan nilai-nilai organisasi lain dalam lingkungannya.
2.6. Kompleksitas Sistem
Kompleksitas sistem sering terkait dengan ambiguitas, ketidakpastian, dan tidak adanya struktur. Ambiguitas berarti membingungkan, tidak ada pemahaman, dan tidak ada persetujuan. Sebaliknya, ketidakpastian berarti tidak adanya informasi penting (Garner, 1962; Miller dan Frick, 1949; Shannon dan Weaver, 1949 dikutip oleh McKeen,et al. 1994 ).
Hasil penelitian McKeen,et al. (1994) menemukan bahwa terdapat hubungan yang sesungguhnya mempengaruhi antara keterlibatan pemakai dan kompleksitas dengan keberhasilan sistem. Hasil ini menunjukkan bahwa kompleksitas mempunyai peran yang penting dalam hubungannya dengan adopsi sistem. Suatu sistem yang dianggap kompleks atau rumit akan mempengaruhi keinginan pengguna untuk menggunakan sistem tersebut. Kompleksitas berhubungan dengan tingkat kemampuan sumberdaya yang dimiliki Pemda. Semakin tinggi tingkat kemampuan yang dimiliki maka tingkat kompleksitas akan semakin rendah dirasakan dan mempengaruhi tingkat penerimaan terhadap suatu sistem.
2.7. Penelitian Terdahulu
Peneltian yang dilakukan oleh Teo, et al. (2003), Lai, et al. (2005) menggunakan sudut pandang teori institusional untuk mengkaji faktor-faktor yang mendukung adopsi sistem informasi antar organisasi menemukan bahwa tiga bentuk tekanan institusional; tekanan mimetic, tekanan coersive, dan tekanan normative, membawa pengaruh signifikan terhadap kecenderungan organisasi untuk mengadopsi teknologi informasi (TI). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan mengadopsi sistem informasi sebagian besar disebabkan karena adanya faktor-faktor institusional, disamping adanya pengaruh pertimbangan cost and benefit.
Hasil penelitian Teo, et al. (2003), dan Lai, et al. (2005) tersebut memberikan dukungan yang kuat terhadap adanya variabel institusional sebagai predictor dari keinginan untuk melakukan adopsi dalam hubungan antar organisasi. Hal tersebut juga berarti bahwa perhatian yang lebih besar harus diberikan dalam memahami faktor tekanan institusional ketika meneliti adopsi sistem informasi dalam organisasi yang berada pada jaringan institusional.
Ugrin (2009) melakukan penelitian untuk menguji pengaruh karakteristik sistem, tahap adopsi dan pengalaman dalam pemilihan sistem ERP, dengan menggunakan alat analisis teori institusional, menemukan bahwa faktor-faktor institusional seperti mimicry, ketaatan terhadap norma-norma dalam industri dan adanya paksaan dari entitas pemegang kekuasaan, berpengaruh terhadap keputusan adopsi sistem ERP. Hasil penelitiannya juga menemukan bahwa pengaruh faktor-faktor institusional pada keputusan adopsi sistem menguat dalam kondisi; partisipan belum mengadopsi sistem ERP, benefit dari sistem sulit dikuantifikasi, dan sistem dapat meningkatkan interaksi organisasi dalam mata rantai suplai.
Penelitian kualitatif yang menggunakan sudut pandang Teori Institusional juga telah dilakukan oleh beberapan peneliti. Chang (2007) melakukan penelitian model kualitatif untuk mengkaji penerapan akuntansi manajemen lingkungan pada tingkat universitas dengan menggunakan 5 (lima) universitas sebagai objek penelitian yakni 3 (tiga) universitas yang berada di Taiwan dan 2 (dua) universitas yang berada di Australia. Hasil penelitian Chang (2007) menunjukkan bahwa ketiga bentuk tekanan institusional yakni tekanan coercive, tekanan mimetic dan tekanan normative berpengaruh positif terhadap keinginan untuk menerapkan akuntansi manajemen lingkungan.
Frumkin dan Galaskiewicz (2004) menganggap bahwa organisasi sektor publik (lembaga-lembaga pemerintah) merupakan faktor penggerak institusionalisasi organisasi sektor bisnis dan organisasi nirlaba lainnya, akan tetapi lembaga-lembaga pemerintah sangat jarang diteliti sebagai subyek tekanan institusional. Untuk itu mereka melakukan pengujian apakah organisasi sektor publik apabila dibandingkan dengan organisasi sektor bisnis dan organisasi nirlaba lainnya, lebih kuat atau lebih lemah dipengaruhi oleh tekanan mimetic, coercive dan tekanan normative. Menggunakan data dari Departemen Pendidikan Nasional, mereka menemukan bahwa lembaga-lembaga pemerintah sebenarnya lebih lemah terhadap ketiga jenis tekanan institusional bila dibandingkan dengan organisasi bisnis dan organisasi nirlaba lainnya. Lemahnya pengaruh faktor-faktor institusional organisasi sektor publik menimbulkan pertanyaan besar bagi bidang administrasi publik, mengingat organisasi sektor publik adalah organisasi yang diatur dan didanai oleh pemerintah.
3. KERANGKA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Penelitian ini merupakan salah satu studi explanatory yang mencoba menjelaskan pengaruh faktor-faktor institusional yang terdiri dari tekanan mimetic, tekanan coercive, dan tekanan normative terhadap keputusan untuk mengadopsi software SIAKD yang dikembangkan oleh pemerintah pusat dalam lingkup pemerintah daerah. Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dan tinjauan pustaka, terlebih dahulu dikembangkan kerangka konseptual penelitian. Kerangka konseptual merupakan suatu model terintegrasi mengenai pola hubungan antar variabel yang diteliti berdasarkan pada kerangka proses berpikir. Adapun kerangka konseptual pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Pengembangan Hipotesis
3.2.1. Pengaruh Tekanan Mimetic Terhadap Minat Adopsi Software SIAKD
Tekanan mimetic dapat menyebabkan organisasi berubah menjadi serupa dengan organisasi lain dalam lingkungannya. Tekanan mimetic memanifestasikan diri ke dalam dua cara: prevalensi praktek dalam industri organisasi dan persepsi keberhasilan industri organisasi yang telah mengadopsi praktek tersebut (Haveman 1993). Ketika dihadapkan pada persoalan dengan solusi yang tidak pasti, pembuat keputusan organisasi mungkin mengalah dengan tekanan mimetic dari lingkungan untuk menghemat biaya pencarian, meminimalkan biaya eksperimen, dan menghindari resiko (Levitt dan March, 1988). Bukti dari perubahan mimetic ditemukan dalam banyak studi yang menguji adopsi bentuk dan praktek baru (Lieberman dan Montgomery, 1988), sehingga terdapat kemungkinan bahwa pemerintah daerah yang belum mengadopsi software SIAKD yang dikembangkan pemerintah pusat ketika memonitor lingkungan pemerintah daerah sekitar mereka akan memodelkan diri meniru pemerintah daerah lain yang telah mengadopsi software SIAKD produk pemerintah pusat.
Penelitian Granovetter (1987) dan Krassa (1988) menunjukkan bahwa keputusan untuk terlibat dalam perilaku tertentu tergantung pada jumlah organisasi lain yang berada dalam lingkungan yang sama yang sudah melakukan hal tersebut. Ketika organisasi sejenis berhasil dalam melakukan cara tertentu, akan membawa pada rangkaian tindakan legitimasi atau dianggap benar dalam hal ini, kemudian organisasi lain akan ikut menyesuaikan untuk menghindari perasaan malu karena dianggap kurang inovatif atau kurang responsif. Dalam konteks adopsi software SIAKD yang dikembangkan oleh pemerintah pusat, semakin banyak pemerintah daerah lain yang telah mengadopsi software SIAKD yang dibuat oleh pemerintah pusat, semakin besar kemungkinan pemerintah daerah yang belum mengadopsi software SIAKD untuk menghindari penilaian bahwa daerah tersebut tertinggal secara teknologi dibanding daripada daerah lain yang telah mengadopsi. Berdasarkan uraian diatas maka dihipotesiskan: H1: Tekanan mimetic berpengaruh
terhadap minat untuk mengadopsi
software SIAKD.
3.2.2. Pengaruh Tekanan Coercive Terhadap Minat Adopsi Software SIAKD
Tekanan coercive didefinisikan sebagai tekanan formal atau informal yang diperoleh organisasi dari organisasi lain dimana mereka bergantung (DiMaggio dan Powell, 1983). Bukti empiris menunjukkan bahwa tekanan coercive pada organisasi dapat berasal dari berbagai sumber seperti organisasi yang dominan, badan regulasi, dan perusahaan induk. Organisasi dominan yang mengendalikan sumberdaya meminta organisasi yang bergantung padanya untuk mengadopsi struktur dan program yang memenuhi kepentingannya, dan organisasi yang bergantung mungkin mengikuti permintaan ini untuk mengamankan kelangsungan hidup mereka sendiri.
Pemerintah daerah dalam lingkup organisasi pemerintahan mungkin akan mendapatkan tekanan coercive dari level pemerintahan yang lebih tinggi. Misalnya pada level pemerintah kabupaten tekanan dapat berasal dari pemerintah provinsi dan pemerintah pusat sebagai organisasi induk,  sedangkan pada level pemerintah provinsi tekanan dapat berasal dari pemerintah pusat sebagai organisasi induk. DiMaggio dan Powell (1983) menemukan bahwa organisasi level bawah diminta untuk mengikuti praktek dan struktur sesuai dengan kebijakan organisasi induk, sehingga organisasi induk yang telah mengadopsi sistem mungkin memberikan tekanan pada organisasi level bawahnya untuk melakukan hal seperti itu. H2: Tekanan coercive berpengaruh
terhadap minat untuk mengadopsi
software SIAKD.
3.2.3. Pengaruh Tekanan Normative Terhadap Minat Adopsi Software SIAKD
Burt (1982) mengatakan bahwa sebuah organisasi yang terikat secara langsung atau tidak langsung dengan organisasi lain yang telah mengadopsi suatu inovasi, dapat mempelajari adopsi tersebut, cost dan benefit yang terkait dengan adopsi tersebut, dan organisasi ini kemungkinan akan dibujuk untuk berperilaku sama. Sharing norma ini terjadi melalui hubungan relasional diantara anggota sebuah jaringan organisasional, yang memudahkan terjadinya konsensus, yang berpengaruh pada perilaku organisasi.
Tekanan normative yang dihadapi oleh sebuah organisasi pemda dapat berasal dari lembaga-lembaga kerjasama antara pemerintah setingkat. Seperti APPSI (Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia), APEKSI (Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia), dan APKASI (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia). Lembaga-lembaga kerjasama antara pemerintah tersebut didirikan dengan tujuan untuk menciptakan kerjasama yang harmonis, sinergi yang saling menguntungkan dan peningkatan kemampuan anggota dalam rangka penciptaan pemerintahan yang baik (good governance). King, dkk. (1994) mengatakan bahwa partisipasi dalam badan yang didukung pemerintah, badan-badan standar, dan asosiasi profesional mungkin memberikan event (adopsi teknologi baru). Sehingga dapat dinyatakan bahwa para pengambil keputusan dalam organisasi yang berpartisipasi dalam sebuah assosiasi yang mempromosikan dan menyebarkan informasi mengenai adopsi software SIAKD yang dikembangan oleh pemerintah pusat dan dianggap sebagai norma-norma yang berlaku dalam lingkungan asosiasi akan cenderung menerima adopsi sistem informasi ini. H3: Tekanan normative berpengaruh
terhadap minat untuk mengadopsi
software SIAKD.
3.2.4. Pengaruh Persepsi Kompleksitas Sistem
Persepsi kompleksitas sistem adalah suatu tingkat dimana sebuah sistem dianggap relatif sulit untuk dipahami dan digunakan (Rogers, 1995 dalam Teo,et al. 2003). Hal ini juga telah diakui secara luas sebagai salah satu faktor yang dapat menghambat adopsi (Grover, 1993; Tornatzky dan Klein, 1982 dalam Teo,et al. 2003). Sistem yang kompleks mempengaruhi peningkatan pengetahuan dan keterampilan organisasi. Kompleksitas sistem akan mengharuskan organisasi meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya untuk dapat mengimplementasikan sistem secara ekfektif (Fichman dan Kemerer, 1997).  Hasil penelitian DiMaggio dan Powell (1983) menunjukkan bahwa ketika pemahaman atas sistem dan teknologi sangat rendah yang terkait dengan persepsi terhadap kompleksitas sistem, tekanan mimetic akan menjadi lebih kuat. Namun hal tersebut tidak berlaku untuk tekanan coercive dan normative.
Kompleksitas sistem tidak akan bepengaruh terhadap tekanan coercive, karena adanya tekanan coercive melalui peraturan perundang-undangan, suatu organisasi diharuskan untuk mengadopsi tanpa melihat apakah sistem tersebut kompleks atau tidak. Demikian halnya dengan tekanan normative, yang berupa norma-norma yang berlaku dalam lingkungan organisasi professional, tanpa memandang unsur kompleksitas suatu sistem, apabila adopsi sistem informasi sudah dianggap sebagai norma yang berlaku maka suatu organisasi akan secara langsung berusaha untuk menerapkan norma tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kompleksitas sistem hanya akan memoderasi tekanan mimetic terhadap minat adopsi software SIAKD, dan tidak memoderasi tekanan coercive dan tekanan normative, sehingga kami menduga: H4: Pengaruh tekanan mimetic terhadap minat untuk mengadopsi software SIAKD dimoderasi oleh kompleksitas sistem.
4. METODE PENELITIAN
4.1. Pendekatan Penelitian

variabel melalui pengujian hipotesis dan data yang disajikan adalah dalam bentuk angka-angka yang dihitung melaui uji statistik. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995:11), penelitian explanatory adalah penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis.
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan survey. Menurut Tull dan Hawkins dalam Hasan (2007:33) penelitian survey adalah pengumpulan informasi secara sistematis dari para responden dengan maksud untuk memahami dan/atau meramal beberapa aspek perilaku dari populasi yang diminati. Penelitian survey harus memperhatikan sampling, desain,

Kabupaten Parigi Moutong. Alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah bahwa Kabupaten Parigi Moutong merupakan salah satu kabupaten yang relatif baru terbentuk dan hingga saat ini belum mengadopsi software SIAKD yang dikembangkan oleh pemerintah pusat, baik yang dikembangkan oleh Departemen Dalam Negeri, maupun yang di kembangkan oleh lembaga-lembaga lainnya seperti Departemen Keuangan dan BPKP. Penyusunan Laporan Keuangan Pemeritah daerah saat ini dilakukan secara manual dengan menggunakan program Microsoft Excell.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Penelitian ini menggunakan organisasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai objek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah unsur pimpinan dari tiap-tiap SKPD yang terdiri dari Kepala, Wakil Kepala /Sekretaris, dan para Kepala Bagian/Kepala Bidang. Sesuai data di Badan Kepegawaian Daerah, Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong mempunyai 29 SKPD.
Metode sampel yang digunakan adalah metode nonprobability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk terpilih sebagai sampel penelitian. Adapun teknik sampel yang digunakan adalah purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008:122).
Jumlah pegawai pemerintah yang menduduki jabatan dan termasuk dalam kategori unsur pimpinan adalah sebanyak 192 orang, namun dari jumlah tersebut, tidak semua unsur pimpinan memenuhi kriteria yang telah ditentukan yakni unsur pimpinan yang terlibat langsung dalam implementasi sistem dan proses penyusunan laporan keuangan. Unsur pimpinan yang memenuhi kriteria yang ditentukan adalah berjumlah 84 orang dan inilah yang menjadi responden dalam penelitian ini.
4.4. Teknik Pengumpulan Data
Penyebaran dan pengumpulan kuesioner dilakukan dengan menyerahkan langsung kepada responden di lokasi penelitian yang bertempat di kantor-kantor tiap-tiap SKPD dimana responden bekerja.
4.5. Uji Instrumen Penelitian
4.5.1. Uji Validitas
Secara matematis untuk menguji validitas instrumen penelitian digunakan rumus korelasi Product Moment dengan angka kasar dari Pearson, yaitu dengan mengkorelasikan skor tiap butir soal dengan skor total. Kriteria penggunaan rumus ini apabila nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka korelasi signifikan artinya pertanyaan dalam instrument dapat dikatakan valid. Teknik Pearson’s Correlation Product Moment yang digunakan adalah pengujian dua sisi dengan bantuan program komputer SPSS for Windows.
4.5.2. Uji Reliabilitas
Pengujian reliabilitas dianalisis dengan menggunakan teknik dari Cronbach yaitu Cronbach’s Alpha yang terdapat pada program komputer SPSS for Windows. Sekaran (2000:115) menyatakan bahwa semakin dekat koefisien alpha pada nilai 1 berarti butir-butir pernyataan dalam koefisien semakin reliabel. Instrumen dapat dikatakan handal jika memiliki nilai r lebih besar dari 0,6 (Arikunto, 2006).
4.5.3. Uji Non Response Bias
Uji non response bias dilakukan untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara respon yang kembali dengan respon yang tidak kembali dengan menguji beda antara respon yang dikelompokkan pada respon awal dengan respon akhir. Uji non response bias dilakukan dengan uji t. Sebelum dilakukan uji t, dilakukan pengujian terhadap varians dimana yang ingin diuji adalah apakah perlakuan kedua sampel tersebut sama atau berbeda. Uji yang digunakan adalah Levene’s test.
4.6. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Berdasarkan kajian pustaka dan penelitian terdahulu, definisi operasional variabel untuk masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1 Tekanan mimetic, adalah tekanan yang timbul karena adanya unsur ketidakpastian dalam lingkungan organisasi, tujuan yang ambigu, dan rendahnya pengetahuan akan sistem dan teknologi informasi, yang menyebabkan organisasi meniru organisasi lain disekirtarnya (Dimaggio dan Powell, 1983). Instrumen untuk mengukur tekanan mimetic diadaptasi dari instrumen yang dikembangkan oleh Teo,et al. (2003) dan Ugrin (2009). Pengukuran tekanan mimetic ini dilakukan dengan menggabungkan dua dimensi, tingkat adopsi dan persepsi terhadap keberhasilan adopsi dengan menggunakan lima item instrumen.
2 Tekanan coercive, adalah tekanan yang timbul terhadap organisasi untuk menerapkan norma tertentu disebabkan oleh adanya tekanan dari


organisasi lain atau masyarakat secara umum (DiMaggio dan Powell, 1983). Tekanan ini juga timbul manakala organisasi dipaksa untuk menerapkan praktek-praktek tertentu karena diatur oleh peraturan perundang-undangan. Instrumen untuk mengukur tekanan coercive diadaptasi dari instrumen yang dikembangkan oleh Teo,et al. (2003) yang juga digunakan oleh Ugrin (2009). Pengukuran tekanan coercive ini menggabungkan dua dimensi yaitu ketergantungan pada pusat dan ketaatan menjalankan peraturan-perundang-undangan, dengan menggunakan lima item kuesioner.
1 Tekanan normative, tekanan ini muncul karena adanya tekanan profesionalisme. Tekanan ini terkait dengan keterlibatan para profesional pada norma-norma dan nilai-nilai yang melekat pada aturan profesionalisme 'benar' (DiMaggio dan Powell, 1991). Instrumen untuk mengukur tekanan normative diadaptasi dari instrumen yang dikembangkan oleh Teo, et al.(2003) dan Ugrin (2009). Tekanan normative diukur dengan menggunakan lima item kuesioner.
2 Kompleksitas sistem, timbul dari adanya ambiguitas dan ketidakpastian terkait penggunaan sistem, yang menimbulkan kesulitan dalam pemanfaatan sistem yang telah dikembangkan (McKeen,et al. 1994). Instrumen untuk mengukur kompleksitas sistem diadaptasi dari instrumen yang dikembangkan oleh Teo,et al.(2003). Kompleksitas sistem diukur dimensi tingat kesulitan sistem dengan menggunakan lima item kuesioner.

4.7. Metode Analisis Data
Sebelum dirumuskan model
persamaan yang akan diuji dalam penelitian
ini, terlebih dahulu digambarkan kerangka model penelitian sebagaimana nampak pada gambar 4.1. Setelah menentukan model penelitian, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian yang berhubungan dengan model statistik yang akan digunakan dalam pengujian hipotesis.
Gambar 4.1 Model Penelitian

 H1 H4
H2 H3
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan dua model analisis, yakni pertama menggunakan Multiple Regression Analysis untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen yaitu, minat adopsi SIAKD (Y).
Model analisis untuk menguji peranan variabel kompleksitas sistem (X4) yang dapat memoderasi pengaruh variabel tekanan mimetic (X1) terhadap variabel minat adopsi software SIAKD (Y) akan diuji dengan menggunakan Moderated Regression Analysis (MRA) yang merupakan aplikasi khusus multiple regression analysis dimana dalam persamaan regresinya mengandung unsur interaksi (perkalian antara dua variabel independen).
4.7.1. Model Persamaan Multiple Regression
Model Multiple Regression untuk menguji H1 – H3 adalah sebagai berikut:
Y = α + β X+ β X+ β X + e
11 22 33
Keterangan: Y =    pengambilan keputusan etis A = konstanta β1-β3 = Koefisien regresi X1 = Tekanan mimetic X2 = Tekanan coercive X3 = Tekanan normative ε       = error

4.7.2.  Model Persamaan Moderated Regression Analysis (MRA)
Pengujian H4 yang menganalisis adanya moderasi kompleksitas sistem (X4) terhadap tekanan mimetic (X1) pengaruhnya terhadap minat adopsi sistem (Y), diuji dengan persamaan berikut :
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3+ β4X4 +
β5X1*X4 + e Keterangan: Y = Pengambilan keputusan etis Α      = Konstanta Xi = Variabel independen yang terdiri tekanan mimetic, Tekanan coercive dan Tekanan normative X4 = Kompleksitas sistem X1*X4 = Interaksi antara Independen X1 dan variabel pemoderasi X4 β1– β5 = Koefisien Regresi
4.7.3. Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas
Arikunto (2006) berpendapat bahwa uji normalitas sampel adalah pengujian terhadap normal atau tidaknya sebaran data yang akan dianalisis. Jika data distribusi normal, maka boleh digunakan analisis parametrik.
Uji Multikolinearitas
Multikolinieritas mengindikasikan adanya korelasi linier yang tinggi (mendekati sempurna) di antara dua atau lebih variabel bebas (Gujarati, 2004). Multikolinieritas diuji dengan menghitung nilai VIF (Variance Inflating Factor). Bila nilai VIF lebih kecil dari 5 maka tidak terjadi multikolinieritas atau non multikolinieritas (Santoso, 2006).
Uji Heteroskedastisitas
Suatu asumsi penting dari model regresi linier klasik adalah bahwa gangguan (disturbance) yang muncul dalam regresi populasi adalah homoskedastisitas, yaitu semua gangguan tadi mempunyai varians yang sama. Jika varians bersifat variabel atau tidak sama maka terjadi gangguan heteroskedastik. Adapun metode yang akan digunakan disini adalah pengujian rank korelasi dari Spearman (Gujarati, 2004:188).
Uji Autokorelasi
Istilah autokorelasi dapat didefinisikan sebagai kondisi yang berurutan di antara gangguan atau distubansi ui yang masuk kedalam fungsi regresi populasi. Gujarati (2004:201) menyatakan autokorelasi merupakan korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti dalam data deretan waktu) atau ruang (seperti dalam data cross sectional). Satu asumsi penting regresi linear klasik adalah bahwa ui yang masuk ke dalam fungsi regresi populasi adalah random atau tak berkorelasi. Pendeteksian adanya autokorelasi disini menggunakan percobaan Durbin Watson.
Uji Linearitas
Pengujian linearitas perlu dilakukan, untuk mengetahui model yang dibuktikan merupakan model linear atau tidak. Pengujian asumsi linieritas dilakukan dengan metode curve fit. Rujukan yang digunakan adalah prinsip parsimony, yaitu bilamana seluruh model yang digunakan sebagai dasar pengujian signifikan atau nonsignifikan berarti model dikatakan linier. Spesifikasi model yang digunakan sebagai dasar pengujian adalah model linier, kuadratik, kubik, inverse, logaritmik, power, compound, growth, dan eksponensial.
4.7.4. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji t dan uji F, sebagai berikut:
1. Uji F
Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh variabel-variabel independen secara keseluruhan terhadap variabel dependen. Hipotesis dalam pengujian ini adalah sebagai berikut :

H0 : β1 = β2 = … = βi = 0 Artinya variabel-variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
Ha : β1  β2  …  βi  0 Artinya ada pengaruh terhadap variabel dependen.
Ketentuan dari penerimaan atau penolakan hipotesis adalah sebagai berikut :
Bila Fstatistik. > Ftabel : H0 ditolak
Bila Fstatistik. < Ftabel : H0 diterima Gujarati (2004:120) menyatakan Fhitung dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
2
R /k 1
Fstatistik  2
1 R /n  k 
dimana R2 adalah koefisien determinasi, k adalah jumlah variabel independen dan n adalah jumlah sampel.
2. Uji t
Uji t dimaksudkan untuk melihat signifikansi dari pengaruh variabel independen secara individual terhadap variabel dependen, dengan asumsi variabel independen lainnya konstan (dalam regresi berganda ). Hipotesis dalam pengujian ini adalah :
H0 : βi = β = 0 Ha : βi  β  0
Dimana, βi adalah koefisien variabel independen ke-i dan konstanta, sedangkan β adalah nilai parameter hipotesis. Biasanya β dianggap sama dengan nol atau tidak ada pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen. Ketentuan penerimaan atau penolakan hipotesis H0 adalah sebagai berikut :
Jika : tstatistik > ttabel = H0 ditolak tstatistik < ttabel = H0 diterima
Jika H0 ditolak berarti dengan tingkat kepercayaan tertentu (1%, 5%,10%), variabel independen yang diuji secara nyata berpengaruh terhadap variabel dependen.
5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Proses Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mendatangi langsung lokasi penelitian tempat para responden yang telah ditetapkan berkantor. Proses pengumpulan data dilakukan sebanyak 2 kali, yakni tahap pertama tanggal 11 Oktober 2010 sampai dengan tanggal 15 Oktober 2010, dan tahap kedua dari tanggal 25 Oktober 2010 sampai dengan tanggal 29 Oktober 2010. Pada tahap pertama, peneliti hanya berhasil menemui 38 orang responden disebabkan karena ketika peneliti mendatangi kantor masing-masing, yang bersangkutan tidak berada ditempat pada saat itu, meskipun peneliti terkadang sudah meluangkan waktu untuk menunggu. Mengingat jumlah 38 kuesioner yang diperoleh pada tahap pertama dirasakan masih sangat kurang, maka peneliti kemudian melakukan proses pengumpulan data tahap kedua. Pada proses pengumpulan data tahap kedua, peneliti berhasil menemui 29 orang responden dan peneliti tidak berhasil menemui 17 orang responden karena yang bersangkutan tidak berada ditempat, dengan berbagai alasan, misalnya yang bersangkutan sedang dinas di luar kota.
5.2. Analisis Statistik Deskriptif
Tujuan dari analisis statistik deskriptif adalah untuk mengetahui distribusi frekuensi jawaban responden terhadap kuesioner yang dibagikan dan menggambarkan secara mendalam variabel tekanan mimetik (X1), tekanan coercive (X2), tekanan normatif (X3), kompleksitas sistem (X4) dan minat adopsi software SIAKD (Y). Distribusi frekuensi tersebut diperoleh dari hasil tabulasi skor jawaban responden. Berikut dasar interpretasi skor ditunjukkan pada tabel berikut (Sugiyono, 2007):

       Sumber: Sugiyono, 2007
5.2.1. Deskripsi Variabel Tekanan Mimetic (X1)
Variabel tekanan mimetic (X1) terdiri dari 5 item. Dari hasil analisis statistik deskriptif ditunjukkan tabel 5.7. Data pada menjawab netral, 16 orang (23.9%) menjawab sangat setuju, 4 orang (6.0%) menjawab tidak setuju, dan tidak ada sama sekali yang menjawab sangat tidak setuju. Berdasarkan atas nilai mean score sebesar
3.81 berada pada kriteria sesuai, berarti bahwa penilaian responden responden menilai pemerintah daerah lain yang telah mengadopsi software SIAKD yang dikembangkan oleh pemerintah pusat cukup berhasil dalam penerapannya.
Pada item pertanyaan X1.3 sebanyak 27 orang (40.3%) menjawab setuju, 23 orang (34.3%) menjawab netral, 13 orang (19.4%) menjawab sangat setuju, 4

Sumber: Data Diolah (Lampiran 7)
Keterangan : 1 = Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 = Netral, 4 = Setuju,              5 = Sangat Setuju
tabel 5.7. menunjukkan bahwa untuk item X1.1 pada variabel tekanan mimetic sebanyak 27 orang (40.3%) menjawab setuju, 24 orang (35.8%) menjawab sangat setuju, 11 orang (16.4%) menjawab netral, 3 orang (4.5%) menjawab sangat tidak setuju, dan 2 orang (3.0%) menjawab tidak setuju. Berdasarkan atas nilai mean score sebesar
4.00 berada pada kriteria sesuai. Hal ini menunjukkan persepsi responden bahwa pemerintah daerah lain sudah banyak yang mengadopsi software SIAKD yang dikembangkan oleh pemerintah pusat.
Pada item pertanyaan X1.2 pada variabel tekanan mimetic sebanyak 26 orang (38.8%) menjawab setuju, 21 orang (31.3%)
orang (6.0%) menjawab tidak setuju, dan bahkan tidak ada yang menjawab sangat tidak setuju. Berdasarkan atas nilai mean score sebesar 3.73 berada pada kriteria sesuai, hal ini menunjukkan persepsi responden bahwa pemerintah pusat menilai pemerintah daerah lain berhasil menerapkan software SIAKD.
Pada item pertanyaan X1.4 sebanyak 30 orang (44.8%) menjawab setuju, 15 orang (22.4%) menjawab netral, 14 orang (20.9%) menjawab sangat setuju, 7 orang (10.4%) menjawab tidak setuju, dan 1 orang (1.5%) menjawab sangat tidak setuju. Berdasarkan atas nilai mean score sebesar
3.73 berada pada kriteria sesuai.


Sumber: Data Diolah (Lampiran 7)
Keterangan : 1 = Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 = Netral, 4 = Setuju,        5 = Sangat Setuju

Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah lain yang telah mengadopsi software SIAKD yang dikembangkan oleh pemerintah pusat telah berhasil menyusun laporan keuangan sebagaimana dipersyaratkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada item pertanyaan X1.5 sebanyak 27 orang (40.36%) menjawab setuju, 17 orang (25.4%) menjawab netral, 15 orang (22.4%) menjawab tidak setuju, 8 orang (11.9%) menjawab sangat setuju, dan tidak ada yang menjawab sangat tidak setuju. Berdasarkan atas nilai mean score sebesar 3.42 berada pada kriteria sesuai. Hal ini menunjukkan bahwa
Laporan Keuangan yang disusun oleh pemerintah lain yang telah mengadopsi software SIAKD memperoleh hasil audit BPK yang lebih baik dibanding daerah lain yang belum mengadopsi software SIAKD.
Berdasakan kelima item pertanyaan yang mengukur variabel tekanan mimetic (X1) diperoleh nilai mean score sebesar 3.74. Dapat disimpulkan bahwa variabel tekanan mimetic (X1) dipersepsi sesuai oleh responden, yang mengindikasikan penilaian responden terhadap pemerintah lain yang telah mengadopsi software SIAKD cukup baik, dimana penggunaan software SIAKD dinilai dapat membantu menghasilkan Laporan Keuangan yang memenuhi standar yang telah dipersyaratkan dalam peraturan perundang-undangan.
5.2.2. Deskripsi Variabel Tekanan Coercive (X2)
Variabel tekanan coercive (X2) terdiri dari 5 item. Hasil analisis statistik deskriptif ditunjukkan pada tabel 5.8 yang menunjukkan bahwa untuk item X2.1 pada variabel tekanan coercive sebanyak 25 orang (37.3%) menjawab setuju, 23 orang (34.3%) menjawab tidak setuju, 13 orang (19.4%) menjawab netral, 4 orang (6.0%) menjawab sangat setuju, dan 2 orang (3.0%) menjawab sangat tidak setuju. Berdasarkan atas nilai mean score sebesar 3.09 berada pada kriteria cukup sesuai. Hal ini menunjukkan adanya variasi dalam memberikan jawaban, dimana jumlah responden yang setuju bahwa pemerintahan mereka sangat bergantung dari alokasi sumber daya pemerintah pusat sebanding dengan jumlah responden yang memberikan jawaban tidak setuju.


Sumber: Data Diolah (Lampiran 7) Keterangan : 1 = Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 = Netral, 4 = Setuju,              5 = Sangat Setuju

Item pertanyaan X2.2 pada variabel tekanan coercive sebanyak 31 orang (46.3%) menjawab netral, 24 orang (35.8%) menjawab setuju, 9 orang (13.4%) menjawab tidak setuju, 2 orang (3.0%) menjawab sangat tidak setuju, dan 1 orang (1.5%) menjawab sangat setuju. Berdasarkan atas nilai mean score sebesar 3.19 berada pada kriteria cukup sesuai. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden menilai tingkat ketergantungan terhadap pemerintah pusat tidak begitu tinggi sehingga tingkat ketaatan dalam menjalankan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat masih rendah.
Item pertanyaan X2.3 sebanyak 39 orang (58.2%) menjawab setuju, 20 orang (29.9%) menjawab netral, 4 orang (6.0%) menjawab sangat setuju dan tidak setuju, dan bahkan tidak ada yang menjawab sangat tidak setuju. Berdasarkan atas nilai mean score sebesar 3.64 berada pada kriteria sesuai. Hal ini menunjukkan bahwa responden menilai pemerintah pusat telah

dikembangkan oleh pemerintah pusat.
Item pertanyaan X2.4 sebanyak 29 orang (43.3%) menjawab netral, 21 orang (31.3%) menjawab setuju, 15 orang (22.4%) menjawab tidak setuju, 2 orang (3.0%) menjawab sangat setuju, bahkan tidak ada responden yang menjawab sangat tidak setuju. Berdasarkan atas nilai mean score sebesar 3.15 berada pada kriteria cukup sesuai. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun pemerintah pusat telah menerbitkan aturan yang mewajibkan pemerintah daerah untuk menggunakan software SIAKD, namun sanksi yang diperlakukan apabila terdapat daerah yang belum menerapkannya belum cukup tegas diberikan.
Item pertanyaan X2.5 sebanyak 43 orang (64.2%) menjawab setuju, 14 orang (20.9%) menjawab netral, 6 orang (9.0%) menjawab tidak setuju, 4 orang (6.0%) menjawab sangat setuju, dan tidak ada yang menjawab sangat tidak setuju. Berdasarkan atas nilai mean score sebesar 3.67 berada pada kriteria sesuai. Hal ini menunjukkan sebagian besar responden setuju pemerintahan mereka tidak ingin mendapatkan sanksi dari pemerintah pusat karena tidak menjalankan aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Berdasakan kelima item pertanyaan yang mengukur variabel tekanan coercive (X2) diperoleh nilai mean score sebesar 3.35.

Dapat disimpulkan bahwa variabel tekanan coercive (X2) hanya dipersepsi cukup oleh responden. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat ketaatan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat tidak begitu tinggi, hal ini terlihat dengan adanya variasi hasil jawaban responden dari kelima item pertanyaan yang diajukan, tiga item diantaranya hanya berada pada kriteria cukup.
5.2.3. Deskripsi Variabel Tekanan Normative (X3)
Variabel tekanan normative (X3) terdiri dari 5 item. Hasil analisis statistik deskriptif ditunjukkan tabel 5.9 berikut:
Data pada tabel 5.9 menunjukkan bahwa untuk item X3.1 pada variabel tekanan normative sebanyak 40 orang (59.7%) menjawab setuju, 19 orang (28.4%) menjawab netral, 8 orang (11.9%) menjawab sangat setuju, dan bahkan tidak ada yang menjawab tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Berdasarkan atas nilai mean score sebesar 3.84 berada pada kriteria sesuai. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong ikut berpartisipasi dalam keanggotaan pada lembaga Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI).
Item pertanyaan X3.2 pada variabel tekanan normative sebanyak 45 orang (67.2%) menjawab netral, 20 orang (29.9%) menjawab setuju, 2 orang (3.0%) menjawab sangat setuju, dan tidak ada sama sekali responden yang menjawab tidak setuju dan sangat tidak setuju. Berdasarkan atas nilai mean score sebesar 3.36 berada pada kriteria cukup sesuai. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap intensitas Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong dalam mengikuti pertemuan-pertemuan yang dilakukan oleh APKASI tidak begitu tinggi, meskipun dianggap pemerintah daerah ikut berpartisipasi dalam keanggotaan.
Item pertanyaan X3.3 sebanyak 52 orang (77.6%) menjawab netral, 13 orang (19.4%) menjawab setuju, 2 orang (3.0%) menjawab sangat setuju dan tidak ada sama sekali responden yang menjawab tidak setuju dan sangat tidak setuju. Berdasarkan atas nilai mean score sebesar 3.25 berada pada kriteria cukup sesuai. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden menilai pemerintahan mereka cukup konsisten dalam menjalankan ketentuan yang dihasilkan dalam pertemuan APKASI dan menerapkan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan organisasi.
Item pertanyaan X3.4 sebanyak 36 orang (53.7%) menjawab netral, 24 orang (35.8%) menjawab setuju, 5 orang (7.5%) menjawab sangat setuju, 2 orang (3.0%) menjawab tidak setuju, bahkan tidak ada responden yang menjawab sangat tidak setuju. Berdasarkan atas nilai mean score sebesar 3.48 berada pada kriteria sesuai. Hal ini menunjukkan bahwa ketika mengikuti pertemuan-pertemuan APKASI, Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong banyak memperoleh informasi dan masukan mengenai adopsi SIAKD yang dibuat oleh pemerintah pusat dari pemerintah kabupaten lain.
Item pertanyaan X3.5 sebanyak 37 orang (55.2%) menjawab netral, 20 orang (29.9%) menjawab setuju, 8 orang (11.9%) menjawab sangat setuju, 2 orang (3.0%) menjawab tidak setuju, dan tidak ada yang menjawab sangat tidak setuju. Berdasarkan atas nilai mean score sebesar 3.51 berada pada kriteria sesuai. Hal ini menunjukkan bahwa adanya informasi atau masukan yang diperoleh ketika mengikuti pertemuan-pertemuan yang dilakukan oleh APKASI cukup mempengaruhi keinginan Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong untuk ikut mengadopsi SIAKD yang dikembangkan oleh pemerintah pusat.

Sumber: Data Diolah (Lampiran 7)

Berdasakan kelima item pertanyaan yang mengukur variabel tekanan normative (X3) diperoleh nilai mean score sebesar 3.49. Dapat disimpulkan bahwa variabel tekanan normative (X3) dipersepsi sesuai oleh responden, ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong berpartisipasi aktif dalam keanggotaan APKASI dan banyak memperoleh informasi atau masukan dari pertemuan-pertemuan yang dilakukan.
5.2.4. Deskripsi Variabel Kompleksitas Sistem (X4)
Variabel Kompleksitas Sistem (X4) terdiri dari 5 item. Hasil analisis statistik deskriptif ditunjukkan tabel 5.10. Tabel 5.10 di atas menunjukkan bahwa untuk item X4.1 pada variabel kompleksitas sistem sebanyak 37 orang (55.2%) menjawab setuju, 22 orang (32.8%) menjawab sangat setuju, 6 orang (9.0%) menjawab netral, 2 orang atau (3.0%) menjawab tidak setuju dan bahkan tidak ada yang menjawab sangat tidak setuju. Berdasarkan atas nilai mean score sebesar 4.18 berada pada kriteria sesuai. Hal ini menunjukkan bahwa responden menilai untuk menjalankan program software SIAKD berbasis komputer diperlukan tingkat pengetahuan yang tinggi dalam bidang akuntansi dan pelaporan keuangan.
Item pertanyaan X4.2 pada variabel kompleksitas sistem sebanyak 44 orang (65.7%) menjawab setuju, 15 orang (22.4%) menjawab sangat setuju, 6 orang (9.0%) menjawab netral, 2 orang atau (3.0%) menjawab sangat tidak setuju dan bahkan tidak ada sama sekali responden yang menjawab tidak setuju. Berdasarkan atas nilai mean score sebesar 4.04 berada pada kriteria sesuai. Ini menunjukkan bahwa responden menilai untuk menjalankan program software SIAKD berbasis komputer dan jaringan diperlukan sumberdaya yang memahami bahasa pemrograman dan jaringan.
Item pertanyaan X4.3 sebanyak 30 orang (44.8%) menjawab setuju, 24 orang (35.8%) menjawab netral, 9 orang (13.4%) menjawab sangat setuju , 4 orang atau (6.0%) menjawab tidak setuju dan tidak ada sama sekali yang sangat tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa responden menilai program software SIAKD berbasis komputer dan jaringan memerlukan perawatan dan pemeliharaan yang tinggi sementara sumber daya yang dimiliki oleh pemda dalam hal itu masih rendah.
Item pertanyaan X4.4 sebanyak 35 orang (52.2%) menjawab tidak setuju, 24 orang (35.8%) menjawab netral, 6 orang (9.0%) menjawab setuju, 2 orang (3.0%) menjawab sangat setuju, bahkan tidak ada


Sumber: Data Diolah (Lampiran 7) Keterangan : 1 = Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 = Netral, 4 = Setuju,              5 = Sangat Setuju

responden yang menjawab sangat tidak setuju. Berdasarkan atas nilai mean score setuju sebesar 2.63 berada pada kriteria cukup sesuai. Hal ini menunjukkan responden menilai bahwa aplikasi program software SIAKD tidak terlalu sulit untuk dijalankan, ini terlihat dari jawaban responden yang sebagian besar menjawab tidak setuju (52%).
Item pertanyaan X4.5 sebanyak 49 orang (73.1%) menjawab tidak setuju, 11 orang (16.4%) menjawab netral, 4 orang (6.0%) menjawab sangat tidak setuju, 3 orang (4.5%) menjawab setuju, dan tidak ada yang menjawab sangat setuju. Berdasarkan atas nilai mean score sebesar
2.19 berada pada kriteria tidak sesuai. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya tingkat kesulitan dalam implementasi program software SIAKD bukan merupakan penyebab sehingga Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong hingga saat ini belum mengadopsi software SIAKD yang dikembangkan oleh pemerintah pusat.
Berdasakan kelima item pertanyaan yang mengukur variabel kompleksitas sistem (X4) diperoleh nilai mean score sebesar
3.34. Dapat disimpulkan bahwa variabel kompleksitas sistem (X4) dipersepsi sesuai oleh responden.

5.2.5. Deskripsi Variabel Minat Adopsi (Y)
Variabel minat adopsi (Y) terdiri dari 5 item. Hasil analisis statistik deskriptif ditunjukkan tabel 5.11. Data pada tabel 5.11. menunjukkan bahwa untuk item Y1 pada variabel minat adopsi sebanyak 43 orang (64.2%) menjawab setuju, 15 orang (22.4%) menjawab netral, 5 orang (7.5%) menjawab tidak setuju, 4 orang atau (6.0%) menjawab sangat setuju dan bahkan tidak ada yang menjawab sangat tidak setuju. Berdasarkan atas nilai mean score sebesar 3.69 berada pada kriteria sesuai. Hal ini menunjukkan adanya minat Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong untuk mengadopsi software SIAKD yang dikembangkan oleh pemerintah pusat disebabkan karena keberhasilan daerah lain yang telah mengadopsinya. Item pertanyaan Y2 pada variabel minat adopsi sebanyak 33 orang (49.3%) menjawab netral, 22 orang (32.8%) menjawab tidak setuju, 12 orang (17.9%) menjawab setuju, dan bahkan tidak ada sama sekali responden yang menjawab sangat setuju dan sangat tidak setuju. Berdasarkan atas nilai mean score sebesar
2.85 berada pada kriteria cukup sesuai. Hal ini menunjukkan adanya tekanan dari pemerintah pusat untuk menggunakan software SIAKD terhadap Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong, namun tekanan itu tidak terlalu besar pengaruhnya, ini dapat dilihat dari variasi jawaban responden yang sebagian besar bersikap netral, dan yang bersikap tidak setuju lebih banyak dibanding yang setuju.
Item pertanyaan Y3 sebanyak 42 orang (62.7%) menjawab setuju, 24 orang (35.8%) menjawab netral, 1 orang (1.5%) menjawab tidak setuju, dan bahkan tidak ada sama sekali responden yang memberikan jawaban sangat setuju dan sangat tidak setuju. Berdasarkan atas nilai mean score sebesar 3.61 berada pada criteria sesuai. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh keikutsertaan dalam APKASI yang sebagian besar anggotanya telah mengadopsi SIAKD menimbulkan minat bagi Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong untuk mengadopsi software SIAKD.
Item pertanyaan Y4 sebanyak 50 orang (74.6%) menjawab setuju, 16 orang (23.9%) menjawab netral, 1 orang (1.5%) menjawab sangat setuju, bahkan tidak ada responden yang menjawab tidak setuju dan sangat tidak setuju. Berdasarkan atas nilai mean score sebesar 3.78 berada pada kriteria sesuai. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong telah berencana mempersiapkan sumberdaya yang nantinya akan dilibatkan dalam adopsi software SIAKD.
Item pertanyaan Y5 sebanyak 46 orang (68.7%) menjawab setuju, 20 orang (29.9%) menjawab netral, 1 orang (1.5%) menjawab sangat setuju, dan bahkan tidak ada responden yang menjawab tidak setuju dan sangat tidak setuju. Berdasarkan atas nilai mean score sebesar 3.72 berada pada kriteria sesuai. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong telah merencanakan untuk menganggarkan dalam APBD tahun depan untuk menjalankan software SIAKD yang diadopsi dari pemerintah pusat.
Berdasakan kelima item pertanyaan yang mengukur variabel minat adopsi (Y) diperoleh nilai mean score sebesar 3.53.
Dapat disimpulkan bahwa variabel minat adopsi (Y) dipersepsi sesuai oleh responden. Hal ini menunjukkan adanya minat dari Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong untuk mengadopsi software

tabel 5.12 yang menunjukkan bahwa korelasi terendah adalah sebesar 0.537 (dengan signifikansi korelasi 0.000) dan tertinggi 0.890 (signifikansi korelasi 0.000). Dengan demikian keduapuluh item dari lima variabel yang diuji adalah valid karena memiliki nilai korelasi diatas 0.3 dan memiliki signifikansi korelasi dibawah 0.05 (5%), sehingga dapat digunakan analisis tahap selanjutnya.
5.3.2. Uji Reliabilitas Instrumen
Hasil perhitungan reliabilitas instrumen dengan menggunakan alpha Cronbach ditunjukkan tabel 5.13. Hasil uji reliabilitas menunjukkan kelima variabel yang diteliti nilai alpha seluruhnya adalah reliabel karena memiliki alpha diatas 0,6 sehingga seluruh variabel yang diteliti adalah reliabel dan dapat digunakan dalam tahap analisis selanjutnya.
5.3.3.  Uji Non Response Bias
Uji non response bias dilakukan untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara respon yang kembali dengan respon yang tidak kembali dengan menguji beda antara respon yang dikelompokkan pada respon awal dengan respon akhir. Sebelum dilakukan uji t, dilakukan pengujian terhadap varians dimana yang ingin diuji apakah perlakuan kedua sampel tersebut sama ataukah berbeda (uji homogenitas). Uji yang digunakan adalah Levene’s test. Hasil uji homogenitas ragam ditunjukkan pada tabel 5.14.

Tabel 5.13. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen


Sumber: Data Diolah (Lampiran 5)

        Sumber: Data diolah (Lampiran 6)

Sumber : Data diolah 2011 (Lampiran 6)

Tabel 5.14 menunjukkan bahwa hasil uji Levene pada kelima variabel menunjukkan nilai probabilitas (Sig.) > 0.05 sehingga dapat dikatakan bahwa asumsi kesamaan varians telah terpenuhi. Setelah asumsi homogenitas telah terpenuhi selanjutnya dilakukan uji beda.
Hasil pengujian dengan uji t pada variabel tekanan mimetic, tekanan coercive, tekanan normative, kompleksitas sistem dan minat adopsi SIAKD akan dijabarkan pada tabel 15. Berdasarkan tabel di atas, diperoleh nilai p value untuk masing¬masing variabel yang lebih besar dari 0.05 yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara respon yang datang pertama kali dengan respon kuisoner yang datang terakhir.
5.4. Uji Asumsi Klasik
5.4.1. Asumsi Normalitas
Metode yang digunakan untuk menguji normalitas adalah dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Jika hasil pengujian memperlihatkan nilai Sig lebih dari 0.05, maka asumsi normalitas terpenuhi. Sebaliknya jika nilai Sig kurang 0.05, maka asumsi normalitas tidak terpenuhi.
Pengujian asumsi normalitas menggunakan grafik Normal Probability Plot (Normal PP). Jika titik-titik mengikuti garis diagonal (garis 45 derajat) maka asumsi normalitas terpenuhi. Berikut disajikan grafik Normal PP:
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: Y
Expected Cum Prob
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

Gambar di atas memperlihatkan bahwa seluruh titik mengikuti garis diagonal, sehingga dapat disimpulkan asumsi normalitas terpenuhi.
5.4.2. Uji Asumsi Multikolinieritas
Uji asumsi multikolinieritas diuji dengan menghitung nilai VIF (Variance Inflating Factor). Jika nilai VIF lebih besar dari 5, maka dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi. Hasil pengujian asumsi multikolinieritas ditunjukkan tabel berikut:

   Sumber: Data diolah (Lampiran 8)
Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai VIF seluruhnya di bawah 5 sehingga seluruh variabel bebas adalah tidak mengandung multikolinieritas (non¬multikolinieritas). Artinya ketiga variabel bebas dan satu variabel moderasi yang diteliti tidak saling berhubungan sehingga tepat digunakan sebagai variabel bebas dalam model.
5.4.3. Uji Asumsi Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan Durbin Watson. Berdasarkan hasil pada Lampiran 7B.3 diperoleh nilai dW sebesar 1.863. Dari tabel statistika diperoleh nilai dL sebesar 1.443 dan nilai dU sebesar 1.867. Sehingga diperoleh bahwa nilai dW terletak di antara dU dan 4-dU
(1.863 di antara 1.443 sampai 1.767) maka asumsi autokorelasi terpenuhi.
5.4.4. Uji Asumsi Heteroskedastisitas
Asumsi Heteroskedastisitas diuji dengan menggunakan uji koefisien korelasi Rank Spearman yaitu mengkorelasikan antara absolut residual hasil regresi dengan semua variabel bebas. Jika nilai Sig (probabilitas) lebih dari 0.05,
mengindikasikan tidak terjadi heteroskedastisitas, sebaliknya jika nilai Sig kurang 0.05, mengindikasikan terjadinya heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas ditunjukkan pada tabel berikut:

           Sumber: Data diolah (Lampiran 8)
Tabel di atas menunjukkan bahwa variabel yang diuji tidak mengandung heteroskedastisitas, karena seluruh nilai Probabilitas lebih dari 0.05. Artinya tidak ada korelasi antara besarnya data dengan residual sehingga bila data diperbesar tidak menyebabkan residual (kesalahan) semakin besar pula. Disamping itu uji asumsi heteroskedastisitas diuji dengan grafik antara residual dan nilai prediksinya. Jika grafik tidak mencerminkan pola tertentu, maka asumsi tidak terjadinya heteroskedastisitas terpenuhi.
Dependent Variable: Y
3
2
1
0
-1
-2
-3
Regression Standardized Predicted
Value
-4-20 2 4

Grafik di atas memperlihatkan tidak terjadinya pola tertentu, atau grafik memperlihatkan pola acak, sehingga asumsi tidak terjadinya heteroskedastisitas terpenuhi.
5.4.5. Uji Asumsi Linieritas
Pengujian asumsi linieritas dilakukan dengan metode Curve Fit hasilnya disajikan pada Lampiran 7B.5. Secara ringkas disajikan pada tabel berikut dan disimpulkan semua hubungan adalah linier. Jika signifikansi untuk model linier lebih kecil dari 0,05 maka model linier signifikan. Sedangkan jika signifikansi untuk kesemua model lebih besar dari 0,05 maka semua model tidak signifikan. Asumsi linieritas terpenuhi jika hasil pengujian diperoleh model linier signifikan atau semua model tidak signifikan (prinsip parsimony).

    Sumber: Data diolah (Lampiran 8)
Tabel di atas memperlihatkan hasil pengujian yang menunjukkan model linier signifikan, sehingga dapat disimpulkan asumsi linieritas terpenuhi. Dengan demikian keempat asumsi telah terpenuhi, sehingga hasil analisis multiple regression dapat digunakan.
5.5. Pengujian Hipotesis
5.5.1. Hasil Analisis Multiple Regression
Metode analisis yang pertama digunakan dalam penelitian ini adalah Multiple Regression Analysis yang bertujuan untuk menguji pengaruh variabel-variabel Tekanan Mimetic (X1), Tekanan Coercive (X2) dan Tekanan Normative (X3) terhadap Minat Adopsi software SIAKD (Y) sebelum adanya efek moderasi dari variabel Kompleksitas Sistem (X4). Tabel 5.19 adalah hasil perhitungan dari uji multiple regression dengan bantuan SPSS. Model persamaan yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Y= 5.837 + 0.242 X1 + 0.157 X2 + 0.267 X3 + e Dimana: X1 = Tekanan mimetic X2 = Tekanan coercive X3 = Tekanan normative Y = Minat adopsi software SIAKD e = residual
Hasil uji multiple regression tersebut digunakan untuk menguji hipotesis sebagai berikut:
5.5.1.1. Uji Hipotesis Secara Simultan
Uji pertama yaitu untuk menguji pengaruh secara bersama-sama (simultan) variabel bebas yaitu pengaruh tekanan mimetic (X1), tekanan coercive (X2) dan tekanan normative (X3) terhadap minat adopsi software SIAKD (Y) digunakan uji F. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai Fhitung sebesar 25.481 (signifikansi F = 0.000). Jadi Fhitung>Ftabel (25.481>2.744) atau Sig F<5% (0.000<0.05). Artinya bahwa secara bersama-sama (simultan) variabel bebas yang terdiri dari pengaruh tekanan mimetic (X1), tekanan coercive (X2) dan tekanan normative (X3) mimetic (X1), tekanan coercive (X2) dan tekanan normative (X3) menurun secara bersama-sama maka akan mengakibatkan penurunan tingkat adopsi software SIAKD. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama variabel tekanan mimetic (X1), tekanan coercive (X2) dan tekanan normative (X3) berpengaruh signifikan terhadap variabel minat adopsi software SIAKD.
Hasil perhitungan menunjukkan nilai R Square sebesar 0.348 atau 34.8%. Artinya bahwa variabel minat Adopsi SIAKD dipengaruhi sebesar 34.8% oleh tekanan mimetic (X1), tekanan coercive (X2) dan tekanan normative (X3) sedangkan sisanya 65.2% dipengaruhi oleh variabel lain di luar ketiga variabel bebas tersebut.
Menentukan variabel bebas yang paling dominan mempengaruhi variabel terikat dapat dilihat dari koefisien regresi terstandarisasi (atau beta). Nilai yang paling tinggi mengindikasikan variabel yang paling dominan. Besarnya kontribusi masing-masing variabel yang dijabarkan pada tabel 5.20. Berdasarkan tabel 5.20

Sumber: Data diolah (Lampiran

berpengaruh signifikan terhadap minat adopsi software SIAKD (Y). Hal ini berarti bila tekanan mimetic (X1), tekanan coercive (X2) dan tekanan normative (X3) meningkat secara bersama-sama maka akan berdampak pada peningkatan minat adopsi software SIAKD dan sebaliknya tekanan disimpulkan bahwa variabel tekanan mimetic (X1) adalah variabel yang paling dominan mempengaruhi minat adopsi software SIAKD, dengan koefisien beta sebesar 0.441. Berikutnya variabel tekanan normative (X3) menempati posisi kedua mempengaruhi minat adopsi software SIAKD dengan koefisien beta sebesar 0.353 dan terakhir variabel tekanan coercive (X2).
5.5.1.2. Uji Hipotesis Secara Parsial
Hipotesis secara parsial diuji dengam menggunakan uji t yaitu untuk menguji secara parsial variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji t terhadap variabel Tekanan mimetic (X1) didapatkan thitung sebesar 4.772 dengan signifikansi t sebesar 0.000. Karena thitung lebih besar ttabel (2.497>1.997) atau signifikansi t lebih kecil dari 5% (0.000<0.05), maka secara parsial variabel tekanan mimetic (X1) berpengaruh signifikan terhadap variabel minat adopsi SIAKD (Y). Berdasarkan atas nilai koefisien regresi (0.242) bertanda positif, mengindikasikan pengaruhnya positif. Artinya semakin tinggi tekanan mimetic (X1), akan semakin tinggi pula minat adopsi software SIAKD. Sebaliknya, semakin rendah tekanan mimetic (X1), akan semakin rendah pula minat adopsi software SIAKD.
Uji t terhadap variabel tekanan coercive (X2) didapatkan thitung sebesar 2.565 dengan signifikansi t sebesar 0.013. Karena thitung lebih besar ttabel (2.565>1.997) atau signifikansi t lebih kecil dari 5% (0.013<0.05), maka secara parsial variabel tekanan coercive (X2) berpengaruh signifikan terhadap variabel minat adopsi SIAKD (Y). Berdasarkan atas nilai koefisien regresi
(0.157) bertanda positif, mengindikasikan pengaruhnya positif. Artinya semakin tinggi
tekanan coercive (X2), akan semakin tinggi pula minat adopsi software SIAKD. Sebaliknya, semakin rendah tekanan coercive (X2), akan semakin rendah pula minat adopsi software SIAKD.
Uji t terhadap variabel tekanan normative (X3) didapatkan thitung sebesar 3.735 dengan signifikansi t sebesar 0.000. Karena thitung lebih besar ttabel (3.735>1.997) atau signifikansi t lebih kecil dari 5% (0.000<0.05), maka secara parsial variabel tekanan normative (X3) berpengaruh signifikan terhadap variabel minat adopsi software SIAKD (Y). Berdasarkan atas nilai koefisien regresi (0.267) bertanda positif, mengindikasikan pengaruhnya positif. Artinya semakin tinggi tekanan normative (X3), akan semakin tinggi pula minat adopsi software SIAKD (Y). Sebaliknya, semakin rendah tekanan normative (X3), akan semakin rendah pula minat adopsi software SIAKD.
Uraian di atas menunjukkan bahwa secara parsial variabel tekanan mimetic (X1), tekanan coercive (X2), tekanan normative (X3) berpengaruh signifikan terhadap variabel minat adopsi software SIAKD. Dengan demikian hipotesis yang menduga secara parsial faktor-faktor institusional yang terdiri dari tekanan mimetic, tekanan coercive, dan tekanan normative berpengaruh signifikan terhadap variabel minat adopsi software SIAKD terbukti kebenarannya.

Sumber: Data diolah (Lampiran 9)

5.5.2. Hasil Pengujian Moderated Regression Analysis (MRA)
Model kedua yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan Moderated Regression Analysis (MRA). MRA dalam penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh variabel tekanan mimetic (X1) terhadap minat adopsi SIAKD (Y) dimoderasi oleh variabel kompleksitas sistem (X4). Tabel berikut adalah hasil perhitungan dari uji hipotesis dengan MRA.
Model persamaan yang diperoleh adalah sebagai berikut: Y= 4.133 + 0.103 X1 + 0.079 X2 + 0.176 X3 +
0.330 X4 + 0.005 X1* X4 + e Dimana: X1 = Tekanan mimetic X2 = Tekanan coercive X3 = Tekanan normative X4 = Kompleksitas sistem Y = Minat adopsi SIAKD e = Residual
Hasil uji Moderated Regression Analysis tersebut digunakan untuk menguji hipotesis sebagai berikut:
5.5.2.1. Uji Hipotesis Secara Simultan
Uji pertama yaitu untuk menguji pengaruh secara bersama-sama (simultan) variabel bebas yaitu tekanan mimetic (X1) dengan moderasi kompleksitas sistem (X4), tekanan coercive (X2), tekanan normative (X3) terhadap variabel terikat yaitu minat adopsi software SIAKD (Y) digunakan uji F. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai Fhitung sebesar 29.986 (signifikansi F = 0.000). Jadi Fhitung>Ftabel (29.986>2.366) atau Sig F lebih besar dari 5% (0.000<0.05). Artinya bahwa secara bersama-sama (simultan) variabel bebas yang terdiri dari variabel tekanan mimetic (X1) dengan moderasi kompleksitas sistem (X4), tekanan coercive (X2), tekanan normative (X3) berpengaruh signifikan terhadap variabel minat adopsi SIAKD (Y). Hal ini berarti bila tekanan mimetic (X1) dengan moderasi kompleksitas sistem (X4), tekanan coercive (X2), tekanan normative (X3) meningkat secara bersama-sama maka akan berdampak pada peningkatan minat adopsi SIAKD dan sebaliknya tekanan mimetic (X1) dengan moderasi kompleksitas sistem (X4), tekanan coercive (X2), tekanan normative (X3) menurun secara bersama-sama maka akan mengakibatkan penurunan minat adopsi SIAKD. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama variabel tekanan mimetic (X1) dengan moderasi kompleksitas sistem (X4), tekanan coercive (X2), tekanan normative (X3) berpengaruh signifikan terhadap variabel minat adopsi software SIAKD.
Nilai R Square menunjukkan nilai sebesar 0.511 atau 51.1%. Artinya bahwa variabel minat adopsi software SIAKD dipengaruh sebesar 51.1% oleh tekanan mimetic (X1) dengan moderasi kompleksitas sistem (X4), tekanan coercive (X2), tekanan normative (X3) sedangkan sisanya 48.9% dipengaruhi oleh variabel lain diluar kelima variabel bebas tersebut.
5.5.2.2. Uji Hipotesis Secara Parsial
Pengujian hipotesis secara parsial digunakan uji t yaitu untuk menguji secara parsial variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji t terhadap variabel tekanan mimetic (X1) didapatkan thitung sebesar 2.107 dengan signifikansi t sebesar 0.039. Karena thitung lebih besar ttabel (2.107>2.000) atau signifikansi t lebih kecil dari 5% (0.039<0.05), maka secara parsial variabel tekanan mimetic (X1) berpengaruh signifikan terhadap variabel minat adopsi software SIAKD (Y). Berdasarkan atas nilai koefisien regresi (0.103) bertanda positif, mengindikasikan pengaruhnya positif. Artinya semakin tinggi tekanan mimetic (X1), akan semakin tinggi pula minat adopsi software SIAKD (Y). Sebaliknya, semakin rendah tekanan mimetic (X1), akan semakin rendah pula minat adopsi software SIAKD (Y). Hal ini mengindikasikan hipotesis pertama dalam penelitian ini diterima.

Uji t terhadap variabel tekanan rendah pula minat adopsi software SIAKD
coercive (X2) didapatkan thitung sebesar 1.454 dengan signifikansi t sebesar 0.151. Karena thitung lebih kecil ttabel (1.454<2.000) atau signifikansi t lebih besar dari 5% (0.151>0.05), maka secara parsial variabel tekanan coercive (X2) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel minat adopsi software SIAKD (Y). Artinya, berapapun tekanan coercive (X2) tidak akan berpengaruh terhadap minat adopsi software SIAKD. Hal ini mengindikasikan hipotesis kedua dalam penelitian ini ditolak.
Uji t terhadap variabel tekanan normative (X3) didapatkan thitung sebesar 2.911 dengan signifikansi t sebesar 0.005. Karena thitung lebih besar ttabel (2.911>2.000) atau signifikansi t lebih kecil dari 5% (0.005<0.05), maka secara parsial variabel tekanan normative (X3) berpengaruh signifikan terhadap variabel minat adopsi SIAKD (Y). Berdasarkan atas nilai koefisien regresi (0.176) bertanda positif, mengindikasikan pengaruhnya positif. Artinya semakin tinggi tekanan normative (X3), akan semakin tinggi pula minat adopsi software SIAKD (Y). Sebaliknya, semakin rendah tekanan normative (X3), akan semakin rendah pula minat adopsi software SIAKD (Y). Hal ini mengindikasikan hipotesis ketiga dalam penelitian ini diterima.
Uji t terhadap variabel kompleksitas sistem (X4) didapatkan thitung sebesar 4.487 dengan signifikansi t sebesar 0.000. Karena thitung lebih besar ttabel (4.487>2.000) atau signifikansi t lebih kecil dari 5% (0.000<0.05), maka secara parsial variabel kompleksitas sistem (X4) berpengaruh signifikan terhadap variabel minat adopsi software SIAKD (Y). Berdasarkan atas nilai koefisien regresi (0.330) bertanda positif, mengindikasikan pengaruhnya positif. Artinya semakin tinggi kompleksitas sistem (X4), akan semakin tinggi pula minat adopsi SIAKD (Y). Sebaliknya, semakin rendah kompleksitas sistem (X4), akan semakin (Y).
Uji t terhadap variabel tekanan mimetic (X1) dengan moderasi kompleksitas sistem (X4) didapatkan thitung sebesar 2.130 dengan signifikansi t sebesar 0.037. Karena thitung lebih besar ttabel (2.130>2.000) atau signifikansi t lebih kecil dari 5% (0.037<0.05), maka variabel tekanan mimetic (X1) berpengaruh signifikan terhadap variabel minat adopsi software SIAKD (Y) dengan efek moderasi kompleksitas sistem (X4). Berdasarkan atas nilai koefisien regresi
(0.005) bertanda positif, mengindikasikan pengaruh moderasinya adalah memperkuat. Artinya adanya kompleksitas sistem (X4) dapat memperkuat pengaruh tekanan mimetic (X1) terhadap minat adopsi software SIAKD (Y). Hal ini mengindikasikan hipotesis keempat dalam penelitian ini diterima.
5.6. Pembahasan Hasil Penelitian
5.6.1. Pengaruh Tekanan Mimetic Terhadap Minat untuk Mengadopsi SIAKD
Pengujian secara parsial variabel tekanan mimetic terhadap variabel minat adopsi, menunjukkan bahwa tekanan mimetic berpengaruh positif terhadap minat adopsi, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tekanan mimetic yang dihadapi oleh pemerintah kabupaten maka akan semakin tinggi pula minat untuk mengadopsi software SIAKD. Hal ini berarti bahwa hipotesis pertama dalam penelitian ini diterima.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori institusional yang dikembangkan oleh DiMaggio dan Powell (1983) yang menyatakan bahwa ketika organisasi tumbuh, mereka akan meniru strategi, struktur dan budaya organisasi lain yang diyakini dapat meningkatkan peluang organisasi untuk dapat bertahan. DiMaggio dan Powell menyatakan bahwa adanya unsur ketidakpastian menjadi faktor kuat yang mendorong terjadinya peniruan.
Temuan ini juga mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Teo,et al. (2003) yang menggunakan sudut pandang teori institusional untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi sistem informasi antar organisasi. Teo,et al. (2003) menemukan bahwa adanya tekanan mimetic yang merupakan salah satu bentuk tekanan institusional membawah pengaruh yang signifikan terhadap kecenderungan organisasi untuk mengadopsi FEDI. Temuan ini juga mendukung hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ugrin (2009) yang menemukan bahwa faktor¬faktor institusional seperti mimicry, berpengaruh terhadap keputusan untuk mengadopsi sistem ERP.
Temuan ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Frumkin dan Galaskiewicz (2004) yang menemukan bahwa faktor institusional yang salah satunya adalah tekanan mimetic pengaruhnya lemah terhadap lembaga¬lembaga pemerintah dan lebih kuat pengaruhnya terhadap organisasi bisnis.
Keberhasilan daerah lain dalam mengimplementasikan software SIAKD yang dikembangkan oleh pemerintah pusat, dapat dilihat dari hasil pemeriksaan auditor BPK yang memberikan penilaian yang baik terhadap laporan keuangan pemerintah daerah yang dihasilkan dari software SIAKD, menjadi salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap keinginan Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong untuk ikut mengadopsi software SIAKD. Ditambah lagi pengalaman tahun-tahun sebelumnya dimana setiap akhir tahun anggaran pemerintah kabupaten selalu mengalami kesulitan dalam proses finalisasi penyusunan laporan keuangan akhirnya menimbulkan minat yang kuat dari pemerintah daerah untuk mengadopsi secara penuh software SIAKD yang dikembangkan oleh pemerintah pusat.
5.6.2. Pengaruh Tekanan Coercive Terhadap Minat untuk Mengadopsi SIAKD
Hasil pengujian secara parsial variabel tekanan coercive terhadap variabel minat adopsi, menunjukkan bahwa tekanan coercive tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel minat adopsi. Hal ini menunjukkan bahwa berapapun besarnya tekanan coercive tidak berpengaruh terhadap minat untuk mengadopsi software SIAKD yang dikembangkan oleh pemerintah pusat. Hal ini mengindikasikan bahwa hipotesis kedua dalam penelitian ini ditolak.
Temuan ini tidak sejalan dengan salah satu bentuk institutional isomorphism yakni coercive isomorphism yang berhubungan dengan adanya tekanan dalam bentuk formal dan informal yang berasal dari organisasi yang memiliki kekuasaan, bahwa organisasi dapat mengubah tatanan struktural mereka secara langsung sebagai respon dari perubahan undang-undang. Coercive isomorphism menunjukkan bahwa organisasi mengambil beberapa bentuk atau melakukan adopsi terhadap organisasi lain karena adanya tekanan dari negara dan organiasi lain atau masyarakat yang lebih luas.
Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Teo, et al. (2003) yang menemukan bahwa tekanan coercive membawa pengaruh signifikan terhadap kecenderungan organisasi untuk mengadopsi FEDI. Hasil ini juga tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Ugrin (2009) yang menyatakan bahwa adanya paksaan dari entitas pemegang kekuasaan membawa pengaruh yang positif terhadap keputusan untuk mengadopsi sistem ERP.
Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Frumkin dan Galaskiewicz (2004) yang menemukan bahwa faktor institusional yang salah satunya adalah tekanan coercive pengaruhnya terhadap organisasi pemerintah lemah jika dibandingkan dengan pengaruhnya terhadap organisasi sektor bisnis, hal ini diperkuat lagi dengan melihat latar belakang obyek penelitian ini dengan penelitian Frumkin dan Galaskiewicz yang sama-sama menggunakan organisasi pemerintah sebagai obyek penelitian.
Tekanan coercive tidak berpengaruh terhadap minat Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong untuk mengadopsi software SIAKD yang dikembangkan oleh pemerintah pusat mengindikasikan adanya resistensi terhadap peraturan perundang¬undangan yang terkait dengan implementasi software SIAKD yang dikembangkan oleh pemerintah pusat, hal ini terlihat dengan adanya variasi hasil jawaban responden dari kelima item pertanyaan yang diajukan dimana tiga item diantaranya hanya berada pada kriteria cukup. Hasil temuan ini menimbulkan pertanyaan besar, mengapa terdapat resistensi terhadap peraturan perundang¬undangan software SIAKD yang dikembangkan oleh pemerintah pusat, meskipun hal ini belum bisa digeneralisasi mengingat obyek penelitian ini hanya satu daerah.
Menindaklanjuti hasil pengujian terhadap variabel tekanan coercive, peneliti kemudian melakukan diskusi terhadap beberapa responden, dimana dari hasil diskusi peneliti menyimpulkan bahwa salah satu alasan adanya indikasi penolakan terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait dengan implementasi software SIAKD adalah sering berubahnya peraturan perundang-undangan yang diterbitkan oleh

pemerintah daerah belum sempat menerapkan sepenuhnya suatu aturan yang diberlakukan oleh pemerintah pusat, kemudian aturan tersebut direvisi lagi dengan terbitnya aturan-aturan yang lain.
Aturan dan kebijakan pemerintah terkait dengan pengelolaan keuangan yang sering berubah dan terkadang kontradiktif antara aturan satu dengan aturan lainnya dianggap dapat menjadi faktor penghambat reformasi pengeloaan keuangan negara dan keuangan daerah. (Nasution, 2008)
Faktor lain yang menyebabkan tekanan coercive tidak berpengaruh terhadap minat pemerintah kabupaten untuk mengadopsi software SIAKD yang dikembangkan oleh pemerintah pusat adalah faktor efisiensi. Terdapat kekhawatiran dari pemerintah daerah terkait dengan keberlanjutan dan maintenance sistem. Implementasi software SIAKD yang dibuat oleh pemerintah pusat, tentunya membutuhkan tenaga ahli dari pusat tidak bisa setiap hari berada di daerah untuk memantau jalannya sistem. Sehingga jika suatu saat terjadi trouble pada sistem, maka proses penyelesaiannya akan memakan waktu karena harus menunggu respon dari pusat.
Selain dua faktor yang telah diuraikan di atas, faktor lain yang menyebabkan lemahnya pengaruh tekanan coercive terhadap minat untuk mengadopsi software SIAKD adalah tidak adanya sanksi tegas yang diberikan untuk daerah-daerah yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat khususnya terkait dengan implementasi software SIAKD.
Temuan ini sangat menarik untuk dilakukan pengkajian yang lebih mendalam mengingat organisasi pemerintah daerah adalah organisasi yang berada dibawah naungan organisasi pemerintah pusat dimana sebagian besar sumber pendanaan pemerintah daerah adalah berasal dari kucuran dana pemerintah pusat.

5.6.3. Pengaruh Tekanan Normative Terhadap Minat untuk Mengadopsi Software SIAKD
Hasil uji t yang dilakukan untuk menguji secara parsial variabel tekanan normative terhadap variabel minat adopsi, menunjukkan bahwa tekanan normative berpengaruh positif terhadap minat adopsi, artinya semakin tinggi tekanan normative yang dihadapi oleh pemerintah kabupaten maka akan semakin tinggi pula minat untuk mengadopsi software SIAKD. Hal ini berarti bahwa hipotesis ketiga dalam penelitian ini diterima.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Teo, et al. (2003) yang menemukan bahwa tekanan normative membawa pengaruh signifikan terhadap kecenderungan organisasi untuk mengadopsi FEDI. Hasil ini juga mendukung temuan Ugrin (2009) yang menemukan bahwa faktor-faktor institusional berpengaruh positif terhadap keputusan untuk mengadopsi ERP. Temuan ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Frumkin dan Galaskiewicz (2004) yang menemukan bahwa pengaruh ketiga jenis tekanan institusional terhadap lembaga pemerintah lebih lemah termasuk tekanan normative.
Keberadaan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) yang dibentuk pada tanggal 30 Mei 2000 sebagai lembaga kerjasama antar pemerintah kabupaten seluruh Indonesia dalam upaya mencapai tujuannya didasari pada spirit yakni mentaati semua peraturan perundangan yang berlaku, memelihara identitas bangsa dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Spirit itulah yang menumbuhkan komitmen pada setiap anggota organisasi untuk senantiasa mentaati peraturan perundangan yang berlaku termasuk peraturan perundangan yang terkait dengan pengelolaan dan pelaporan keuangan pemerintah daerah. Hal itu kemudian menjelma menjadi norma-norma yang harus dipatuhi oleh para anggota asosiasi.
Keikutsertaan Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong dalam keanggotaan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) membawa pengaruh yang positif terhadap minat pemerintah kabupaten untuk mengimplementasikan software SIAKD berbasis komputer dari pemerintah pusat. Ini disebabkan karena dalam setiap pertemuan yang diadakan atau interaksi yang dilakukan sesama anggota asosiasi, Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong banyak mendapatkan informasi dan masukan dari pemerintah daerah lain tentang manfaat yang diperoleh dengan mengimplementasikan software SIAKD. Selain itu adanya itikad dari pemerintah kabupaten untuk melaksanakan norma-norma yang berlaku dalam asosiasi tanpa adanya unsur paksaan dari pemerintah pusat.
5.6.4. Pengaruh Tekanan Mimetic Terhadap Minat Untuk Mengadopsi Software SIAKD dimoderasi oleh Kompleksitas Sistem
Hasil pengujian secara parsial tekanan mimetic terhadap minat adopsi software SIAKD yang dimoderasi kompleksitas sistem menemukan pengaruh yang signifikan dan positif antara tekanan mimetic terhadap minat adopsi software SIAKD dimoderasi kompleksitas sistem. Hal ini menunjukkan bahwa variabel kompleksitas sistem memoderasi pengaruh tekanan mimetic terhadap minat adopsi software SIAKD, yang berarti bahwa semakin tinggi tingkat kompleksitas suatu sistem, pengaruh tekanan mimetic terhadap minat untuk mengadopsi software SIAKD akan semakin besar, demikian pula sebaliknya, semakin rendah tingkat kompleksitas sistem maka pengaruh tekanan mimetic terhadap minat untuk mengadopsi sistem juga akan semakin rendah.
Temuan ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh McKeen, dkk. (1994) yang menemukan bahwa terdapat hubungan yang sesungguhnya mempengaruhi antara keterlibatan pemakai dan kompleksitas sistem. Hasil temuan ini menunjukkan bahwa kompleksitas mempunyai peran yang penting dalam hubungannya dengan minat untuk mengadopsi suatu sistem informasi.
Suatu sistem yang dianggap kompleks atau rumit akan mempengaruhi keinginan pengguna untuk menggunakan sistem tersebut. Kompleksitas berhubungan dengan tingkat kemampuan sumberdaya yang dimiliki pemerintah daerah. Semakin tinggi tingkat kemampuan yang dimiliki maka tingkat kompleksitas akan semakin rendah dirasakan dan mempengaruhi tingkat penerimaan terhadap suatu sistem (Saleem,1996). Demikian juga halnya dengan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh para pegawai yang nantinya menjadi pengguna dari sistem tersebut. Semakin tinggi tingkat pendidikan para pengguna sistem, maka kompleksitas sistem yang dirasakan akan semakin rendah dan berpengaruh terhadap tingkat penerimaan sistem.
Pengaruh moderasi kompleksitas sistem dalam penelitian ini terlihat jelas dalam hasil pengujian yang dilakukan secara simultan, dimana ketika uji simultan terhadap ketiga variabel bebas dilakukan tanpa memasukkan unsur moderasi maka besarnya kontribusi ketiga variabel bebas terhadap minat adopsi adalah sebesar 34,8%. Di satu sisi, ketika dilakukan uji simultan dengan memasukkan variabel kompleksitas sistem yang memoderasi variabel tekanan mimetic, maka kontribusi tekanan mimetic, tekanan coercive dan tekanan normative akan meningkat menjadi 51,1%. Hal ini mencerminkan bahwa faktor kompleksitas sistem mutlak sebagai hal yang memperkuat pengaruh tekanan mimetic terhadap minat adopsi software SIAKD.
5.7. Implikasi Penelitian
5.7.1. Implikasi Teoritis
1 Temuan penelitian ini yang menyatakan bahwa faktor-faktor institusional yang dimoderasi oleh variabel kompleksitas sistem berpengaruh terhadap minat untuk mengadopsi software SIAKD memberikan dukungan terhadap teori institusional yang dikembangkan oleh DiMaggio dan Powell (1993). Hal ini menunjukkan bahwa tiga bentuk tekanan institusional yakni tekanan mimetic yang diperkuat oleh variabel kompleksitas sistem, tekanan normative dan tekanan coercive secara bersama¬sama dapat mempengaruhi minat suatu organisasi untuk mengadopsi suatu bentuk atau struktur organisasi lain yang dianggap berhasil dalam menerapkannya.
2 Temuan penelitian ini yang menyatakan bahwa tekanan coercive secara parsial tidak berpengaruh terhadap minat untuk mengadopsi software SIAKD menunjukkan masih adanya research gap dengan hasil penelitian sebelumnya. Hal ini memberikan peluang terhadap peneliti-peneliti berikutnya untuk melakukan penelitian dengan menggunakan sudut pandang teori institusional dalam hubungannya dengan minat untuk mengadopsi suatu sistem informasi.

5.7.2. Implikasi Praktik
1. Temuan penelitian ini yang menyatakan bahwa faktor-faktor institusional berpengaruh terhadap minat untuk mengadopsi software SIAKD memberikan masukan bagi pemerintah pusat khususnya dalam implementasi software SIAKD di tingkat pemerintah daerah, bahwa dengan semakin banyaknya pemerintah daerah yang berhasil dalam mengimplementasikan software SIAKD yang dikembangkan oleh pemerintah pusat, maka akan memberikan pengaruh positif terhadap minat pemerintah daerah lain untuk segera melakukan adopsi terhadap software SIAKD.

1 Penelitian ini juga menemukan bahwa adanya kompleksitas sistem akan memperkuat pengaruh faktor institusional terhadap minat pemerintah daerah untuk melakukan adopsi software SIAKD. Hal ini menunjukkan bahwa timbulnya minat Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong untuk melakukan adopsi software SIAKD yang dikembangkan oleh pemerintah pusat diperkuat oleh adanya persepsi mengenai kompleksitas dari software SIAKD.
2 Temuan penelitian ini yang menyatakan bahwa tekanan coercive secara parsial tidak berpengaruh terhadap minat adopsi software SIAKD menjadi masukan bagi pemerintah pusat bahwa ternyata masih terdapat gejala resistensi terhadap aturan-aturan yang diberlakukan pada tingkat pemerintah daerah.
3 Hasil penelitian ini juga menjadi masukan bagi pemerintah daerah untuk mempertimbangkan adopsi software SIAKD untuk mendukung peningkatan kualitas laporan keuangan pemerintah daerah sebagai respon perkembangan teknologi informasi saat ini.

5.8. Keterbatasan Penelitian
1. Uji coba terhadap instrumen penelitian (pre-test) hanya dilakukan terhadap rekan-rekan peneliti sesama mahasiswa, sementara populasi penelitian adalah unsur pimpinan dari SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong, sehingga uji coba tersebut ketika diterapkan di lapangan kemungkinan dapat memperoleh hasil yang berbeda dengan hasil pengujian pada populasi yang sebenarnya.
2. Meskipun proses pengumpulan data dilakukan secara langsung yang memungkinkan tingkat pengumpulan data 100%, namun masih banyak data yang tidak terkumpul disebabkan karena peneliti tidak berhasil menemui responden yang telah ditetapkan.
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Penelitian ini menguji pengaruh faktor institusional yang terdiri dari tekanan mimetic, tekanan coercive, dan tekanan normative terhadap minat Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong untuk mengadopsi software SIAKD yang dikembangkan oleh pemerintah pusat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor institusional secara bersama-sama berpengaruh terhadap minat Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong untuk mengadopsi software SIAKD.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa adanya persepsi mengenai kompleksitas sistem akan memperkuat pengaruh faktor institusional terhadap minat Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong untuk mengadopsi software SIAKD, yang berarti bahwa tekanan mimetic yang berasal dari lingkungan sekitarnya yakni dari pemerintah daerah lain yang telah mengadopsi software SIAKD, tekanan coercive yang berasal dari organisasi yang lebih tinggi, dalam hal ini dari pemerintah pusat dan tekanan normative yang berasal dari interaksi Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong dengan pemerintah kabupaten lain dalam lembaga organisasi APKASI secara bersama-sama mempengaruhi minat Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong untuk mengadopsi software SIAKD yang dikembangkan oleh pemerintah pusat.
Hasil pengujian tidak dapat membuktikan pengaruh tekanan coercive terhadap minat untuk mengadopsi software SIAKD yang dikembangkan oleh pemerintah pusat. Hal ini mengindikasikan bahwa tekanan yang diberikan oleh pemerintah pusat, tidak mempengaruhi minat Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong untuk mengadopsi software SIAKD. Hal ini antara lain disebabkan karena tekanan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang diterbitkan oleh pemerintah pusat sering berubah-ubah dan tidak adanya sanksi yang tegas dari pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah yang belum mengadopsi software

keterbatasan, untuk itu kepada peneliti-peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lanjutan mengenai topik ini disarankan beberapa hal, antara lain:
1 Penelitian berikutnya dapat memperluas cakupan penelitian misalnya dengan menggunakan obyek penelitian yakni organisasi pemerintah daerah yang telah melakukan adopsi sistem informasi. Selain itu variabel yang digunakan dapat diperluas dengan menambah variabel moderasi, misalnya dengan menggunakan variabel tahap adopsi (stage of adoption), integrasi system (system integrativeness), dan pengalaman (experience), atau variabel-variabel lain yang dianggap relevan dengan penelitian ini
2 Sebelum melakukan pengumpulan data dilapangan, instrumen penelitian sebaiknya diujicobakan pada pihak-pihak yang lebih

representatif mewakili gambaran populasi yang akan diteliti.
3. Proses pengumpulan data, apabila peneliti berikutnya ingin melakukan pengumpulan data secara langsung agar direncanakan lebih matang sehingga peneliti dapat menemui seluruh responden yang telah ditetapkan sehingga mengurangi jumlah data yang tidak diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, S. 2008. Akuntansi Pemerintahan: Pengantar, http://syukriy.wordpress. com. tanggal 25 Oktober 2008.
VI. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. 130-219.
Bahmanziari, T., J.M. Pearson, dan L. Crosby. 2003. Is trust Important in Technology Adoption? A Policy Capturing Approach, The Journal of Computer Information Systems, 43 (4), pp. 46-54.
Bastian, I. 2006. Sistem Akuntansi Sektor Publik, Edisi 2, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Bodnar, G. dan W. Hopwood. 2006. Sistem Informasi Akuntansi, Penerbit: Andi Jorjakarta, Edisi 9.
Bradford, M., dan J. Florin. 2003. Examining The Role of Innovation Diffusion Factors on the Implementation Success of Enterprise Resource Plannig Systems. International Journal of Accounting Information Systems, (4:3) pp. 205-225.
Burt, R. 1982. Social Contagion and Innovation: Cohesion Versus Structural Equivalence, American Journal of Sociology, (92:6) pp. 1287-1335.

Callantone, R.J., D.A. Griffith, dan G. Yalcinkaya. 2006. An Empirical Examination of a Technology Adoption for the Context of China, Journal of International Marketing, (14:4) pp.1-27., 2006.
Chang, H.C. 2007. Environmental Management Accounting Within Universities: Current State and Future Potential, A Thesis Submitted in Fulfilment of the Requirements for the Degree of Doctor of Philosophy, School of Accounting and Law, RMIT University.
Cheng, H.L., dan C.J. Yu. 2008. Institutional Pressure and Initiation of Internationalization: Evidence from Taiwanese Small and Medium Enterprises, International Business Review, (17) pp. 331-348.
DiMaggio, P. dan W.W. Powell. 1983. The Iron Cage Revisited: Institutional Isomorphism and Collective Rationality in Organizational Fields, American Sociological Review, (48:2) pp. 147-160.
DiMaggio, P. dan W.W. Powell. 1991. The Institutionalism in Organizational Analysis. The University of Chicago Press, Chicago and London.
Ellitan, L. 2002. Technology Adoption, Technology Management and it’s impact on Operational Performance: A Case From Indonesia, Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 1, No. 1, pp. 1-22.
Ferdinand, A. 2006. Metode Penelitian Manajemen, Pedoman Penelitian untuk Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi Ilmu Manajemen, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Fichman, R.G., dan C.F. Kemerer. 1997. The Assimilation of Software Process Innovations An Organizational Learning Perspective, Management Science, (43:10), pp. 1345-1363.
Fligstein, N. 1985. The Spread of Multidivisional Form Among Large Firms, 1919-1979, American Sociological Review, (50:3), pp.377¬
391.
Forman, C. dan A. Gron. 2006, Vertical Integration, Transactions Costs, and Technology Adoption In the Insurance Industry, http://www.ssrn.com.
Frumkin, P., dan J. Galaskiewicz. 2004. Institutional Isomorphism and Public Sector Organizations, Journal of Public Administration Research and Theory, (14.3), pp.283¬
307.
Ghozali, I. 2005. Model Persamaan Struktural: Konsep dan Aplikasi dengan Program Amos Ver. 5.0, Penerbit: Badan Penerbit Undip. Semarang.
Granovetter, M. 1987. Treshold Models of Collective Behavior, American Journal of Sociology, (83:6), pp.1420¬1443.
Greenwood, R., dan C.R. Hinings. 1996. Understanding Radical Organizational Change: Bringing Together the Old and the New Institutionalism, The Academy of Management Review, (21:4) pp.1022-1054.
Gujarati, D.N. 2004. Ekonometrika Dasar, Alih Bahasa: Sumarno Zain, Erlangga, Jakarta. h. 77-201
Hapsari, E.A., dan A.I. Setiawan. 2007.  Dampak Faktor-Faktor Persepsi pada Adopsi Teknologi Sistem Akademik Terkomputerisasi,  Karisma, Vol. 1(2), Hal. 147-158.
Hasan, M.I. 2007. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.
Haveman, H. 1993. Follow the Leader: Mimetic Isomorphism and entry into New Markets. Administrative Science Quarterly, (38), pp. 593-627.
King, J.L., V. Gurbaxani, K.L. Kraemer, F.W. McFarlan, K.S. Raman, dan C.S. Yap.1994. Institutional Factors in Information Technology Innovation, Information Systems Research, (5:2), pp.139-169.
Krassa, M.A. 1988. Social Groups, Selective Perception, and Behavioral Contagion in Public Opinions, Social Networks, (10:1), pp. 109-136.
Lai, K.H., W.Y. Wong, dan T.C. Cheng. 2005. Institutional Isomorphism and the Adoption of Information Technology for Supply Chain Management, Computers in Industry, (57), pp. 93-98.
Laudon, K.C., dan J.P. Laudon. 2002.
Management Information System,
Seventh Edition, New Jersey, Prentice Hall International Inc.
Lee, S.M., Y.R. Kim dan J. Lee. 1995. An Empirical Study of The Relationship among End-User Information System Acceptance, Training, and Effectiveness, Journal of Management Information Systems, (12:.2), pp. 189¬
202.
Levitt, B., dan J.G. March. 1988. Organizational Learning, American Journal of Sociology, (14) pp. 319¬
340.
Lieberman, M., dan D. Montgomery. 1988. First-Mover Advantages, Strategic Management Journal, (9:1), pp. 41¬
58. Mardiasmo. 2005. Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Andi, Jorjakarta.
McKeen, J.D., T. Guimaraes dan J.C. Wetherbe. 1994. The Relationship Between User Participation and User Satisfaction: An Investigation of Four Contingency Factors, MIS Quarterly, (18:4), pp. 427-451.
Meyer, J.W., dan B. Rowan. 1977. Instutional Organizations: Formal Structure as Myth and Ceremony. American Journal of Sociology, (83) 340-363.
Meyer, J.W., dan W. R. Scott. 1983. Centralization and the Legitimacy Problems of Local Government. Organizational Environments: Ritual and Rationality. 199-215.
Moore, G., dan I. Benbasat.1991. Development of an Instrument to Measure the Perceptions of Adopting an Information Technology Innovation, Information Systems Research, (2:3), pp.192-222.
Nasution, A. 2008. Perbaikan Pengelolaan Keuangan Negara dan Keuangan Daerah. www.bpk.go.id. 8 Juli 2008.
Noordiawan, D. 2006. Akuntansi Sektor Publik, Penerbit: Salemba Empat, Jakarta.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Ryan, S. dan C. Tucker. 2007. Heterogenity and the Dynamics of Technology Adoption, http://www.ssrn.com.
Santoso, S. 2003. SPSS Statistik Parametrik, PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Santoso, S. 2006. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. PT Elax Media Komputindo. Gramedia-Jakarta. Santoso,

115.
Singarimbun, M., dan S. Effendi. 1995. Metode Penelitian Survey, Penerbit LP3ES, Jakarta.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis, Penerbit Alfabeta, Bandung.
Surat Edaran Nomor 900/079/2008 Tentang Pedoman Penyusunan Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah.
Surat Edaran Nomor 900/316/BAKD Tahun 2007 Tentang Pedoman Sistem dan Prosedur Penataan dan Akuntansi, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
Surat Edaran Nomor 900/743/BAKD Tahun 2007 tentang Modul Akuntansi Pemerintah Daerah.
Tanjung, A.H. 2010. Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan dan Permendagri 13/2006, 59/2007, 55/2008 untuk Memperoleh Opini WTP. Makalah, disampaikan pada Bimtek DPRD Kabupaten

Teo, H., K. Wei, dan I. Benbasat. 2003. Predicting Intention to Adopt Interorganizational Linkages: An Insitutional Perspective. MIS Quarterly, (27:1), pp. 19-49.
Tolbert, P.S. dan L.G. Zucker. 1983. Institutional Sources of Change in the Formal Structure of Organizations: The Diffusion of Civil Service Reform, 1880-1935, Administrative Science Quarterly,
(28:1) pp.22-39.
Ugrin, J. C. 2009. The Effect of System Characteristics, Stage of Adoption, and Experience on Institutional Explanations for ERP Systems

Nomor 1 Tahun 2004 Tentang
Perbendaharaan Negara.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Kabupaten Parigi Moutong di Provinsi Sulawesi Tengah.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
Venkates, V., M. Morris, G. Davis, dan F. Davis. 2003. User Acceptance of Information Technology: Toward a Unified View, MIS Quarterly, (27:3), pp. 425-478.
Zhu, K., dan J. Weyant. 2000. Strategic Decisions of New Technology Adoption Under Asymmetric Information: A Game Theoretic Model
http://www.ssrn.com. Diakses tanggal 05 April 2010.
 ⸀  .. .. .. ....
.... ..


EmoticonEmoticon