PADA EMITEN
SYARIAH
DI BURSA EFEK
JAKARTA
Abstract: The objective of this study was to test empirically
whether capital structure decision of Indonesian firms
followed a hierarchy of sources of finance called Pecking Order. Samples in this
study were 29 firms listed in Jakarta Islamic Index (JII) from 2001 to 2004.
Variabels used as proxy of Pecking Order Theory (POT) were profitability,
investment opportunity and firm size. The results of this study were as follows: a).
simultaneously, all proxies for POT could explain
capital structure at Indonesian Capital Market, b). more profitable firms were
less levered, c). bigger firms were
more levered, d). result for investment opportunity did not support hypothesis. Firms listed at JII tended to
follow POT in their financing decision. Part of results of this study was
consistent with study of Wiwattanakantang (1999), Fama and French (2002), Benito (2003) and Mutamimah (2003).
Keywords: Pecking Order, Jakarta Islamic Index
Financing decision melibatkan pengambilan keputusan
mengenai sumber-sumber dana dari mana
saja yang akan dipilih untuk dimanfaatkan oleh
perusahaan. Sumber dana yang dapat dimanfaatkan
perusahaan meliputi sumber dana internal dan eksternal.
Sumber dana internal dapat berasal dari laba
yang ditahan sedangkan sumber dana
eksternal dapat berupa hutang dan penerbitan
saham.
Keputusan pendanaan
yang diambil oleh manajemen, apakah
menggunakan modal sendiri atau hutang
menjadi tidak relevan bila apapun sumber
dana yang digunakan tidak mempengaruhi nilai
perusahaan. Hal inilah yang ditekankan oleh Modigliani dan Miller pada tahun 1958. Asumsi yang melandasi pernyataan tersebut antara lain pasar yang sempurna, tidak ada biaya transaksi dan tidak
ada pajak. Dalam perkembangan
berikutnya Modigliani dan Miller
memasukkan unsur pajak. Dengan adanya pajak penggunaan hutang akan memberikan manfaat dalam peningkatan nilai perusahaan atau menurunkan biaya modal.
Berdasarkan pendekatan
Modigliani dan Miller tersebut semakin besar penggunaan hutang dalam struktur modal perusahaan maka akan semakin besar pula
nilai perusahaan. Namun sampai pada titik tertentu manfaat
penggunaan hutang berupa penghematan pajak justru lebih kecil dibandingkan
biaya yang harus dikeluarkan. Tingkat kenaikan biaya tersebut
semakin besar setelah proporsi hutang tertentu. Dengan demikian terdapat trade
off antara manfaat dan biaya dari penggunaan hutang.
Struktur modal yang optimal akan tercapai pada saat tercapai
perimbangan antara keduanya. Hal inilah yang disebut sebagai trade
off theory.
Di samping teori trade off juga
terdapat model lain mengenai struktur modal yaitu teori Pecking
Order. Teori ini menjelaskan urutan prioritas para
manajer dalam menentukan sumber pendanaannya. Preferensi
manajer tersebut dinyatakan dalam urutan sumber pendanaan yang dimulai
dari pendanaan internal sebagai sumber utama. Pilihan
prioritas berikutnya adalah hutang kemudian terakhir
berupa penerbitan saham. Motivasi umum yang menyebabkan para manajer berperilaku
sesuai dengan teori Pecking Order adalah asimetri
informasi antara pemilik-manajer yang mengetahui nilai dan kesempatan
bertumbuh perusahaan yang sebenarnya dengan
investor luar yang hanya bisa memperkirakan nilai-nilai tersebut (Frank dan Goyal, 2005).
Wiwattanakantang (1999) menggunakan variabel-variabel Non-Debt Tax shield,
tangibility, profitabilitas, risiko bisnis, ukuran dan beberapa variabel
keagenan sebagai proksi untuk teori tradeoff,
signaling, Pecking Order dan keagenan. Profitabilitas
ditemukan berhubungan negatif dengan utang sehingga sesuai
dengan hipotesis Pecking Order. Hasil ini didukung oleh
Mutamimah (2003).
Fama dan French
(2002) menguji variabelvariabel
profitabi l itas, kesempatan investasi serta volatilitas
arus kas bersih untuk diteliti pengaruhnya terhadap hutang dan dividen. Hubungan negatif antara profitabilitas dan kesempatan investasi terhadap hutang dan hubungan positif antara ukuran perusahaan sebagai proksi volatilitas dengan
hutang sesuai dengan teori Pecking Order. Hasil ini diperkuat oleh
Benito (2003).
Djakman
dan Halomoan (2001) menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara
defisit kas dengan perubahan hutang jangka
panjang perusahaan. Hasil ini dikonfirmasi oleh Mutamimah (2003).
Nasruddin
(2004) menggunakan variabelvariabel yang mewakili teori trade-off
dan Pecking
Order dimana ditemukan hasil yang berbeda untuk rasio-rasio hutang yang digunakan. Tidak terdapat kesimpulan umum yang diambil mengenai dukungan atau penolakan terhadap terhadap teori trade-off dan
atau Pecking Order.
Penelitian ini
bermaksud menguji kembali berlakunya teori Pecking Order di
pasar modal Indonesia dengan studi kasus pada
emiten syariah yang terdaftar di bursa
efek Jakarta. Pasar modal Indonesia mengalami perkembangan yang
menarik pada tahun 2003 yang ditandai dengan
diluncurkannya pasar modal syariah.
Produk-produk yang ditawarkan
diantaranya reksadana syariah, obligasi
syariah dan Jakarta Islamic Index. Emiten yang kegiatan
operasionalnya tidak bertentangan dengan
prinsip syariah dapat dikategorikan emiten syariah
dan sahamnya disebut saham syariah.
Tujuan
penelitian ini adalah untuk menguji apakah perilaku pendanaan
emiten syariah di Bursa Efek Jakarta dapat
dijelaskan melalui model penjelas
teori Pecking Order.
Struktur modal adalah perimbangan jumlah hutang jangka pendek yang bersifat permanen, hutang jangka panjang, saham preferen dan saham biasa dalam suatu perusahaan (Sartono, 1998). Teori struktur modal menjelaskan bagaimana pengaruh keputusan pendanaan terhadap nilai perusahaan atau biaya modal (Husnan, 1993). Pendekatan Modigliani dan Miller dengan asumsi pasar yang sempurna dan tidak ada pajak menyatakan bahwa struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan atau dengan kata lain struktur modal tidak relevan. Setelah memasukkan unsur pajak, struktur modal menjadi relevan karena perusahaan yang menggunakan hutang dalam struktur modalnya akan mendapatkan penghematan pajak. Penghematan ini didapatkan karena penghasilan kena pajak akan berkurang akibat penggunaan hutang sehingga jumlah pajak yang dibayarkan lebih kecil dibandingkan perusahaan yang tidak memiliki hutang.
PENDEKATAN
MODIGLIANI MILLER
Struktur modal adalah perimbangan jumlah hutang jangka pendek yang bersifat permanen, hutang jangka panjang, saham preferen dan saham biasa dalam suatu perusahaan (Sartono, 1998). Teori struktur modal menjelaskan bagaimana pengaruh keputusan pendanaan terhadap nilai perusahaan atau biaya modal (Husnan, 1993). Pendekatan Modigliani dan Miller dengan asumsi pasar yang sempurna dan tidak ada pajak menyatakan bahwa struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan atau dengan kata lain struktur modal tidak relevan. Setelah memasukkan unsur pajak, struktur modal menjadi relevan karena perusahaan yang menggunakan hutang dalam struktur modalnya akan mendapatkan penghematan pajak. Penghematan ini didapatkan karena penghasilan kena pajak akan berkurang akibat penggunaan hutang sehingga jumlah pajak yang dibayarkan lebih kecil dibandingkan perusahaan yang tidak memiliki hutang.
Pendekatan ini
akan membawa pada kesimpulan semakin
banyak penggunaan hutang pada struktur modal
maka semakin besar penghematan yang diraih
sehingga semakin baik bagi nilai perusahaan.
Namun nilai perusahaan justru tidak akan
maksimal dengan penggunaan hutang 100%.
Ketidaksempurnaan pasar modallah yang menyebabkan timbulnya biaya kebangkrutan serta
tingginya biaya modal baik disebabkan rating kredit yang rendah atau bila
hutang telah mencapai titik tertentu. Dengan
adanya biaya-biaya tersebut perusahaan
dihadapkan pada pilihan untuk menyeimbangkan (trade
off)
manfaat dan biaya penggunaan hutang.
Modigliani dan Miller berpendapat bahwa perusahaan perlu bekerja pada target debt ratio atau
rasio hutang yang ditargetkan karena penggunaan hutang sebanyak-banyaknya
tidak menghasilkan struktur modal yang optimal. Dengan rasio hutang yang ditargetkan akan dijumpai adanya struktur modal
yang optimal yaitu yang memaksimumkan nilai
perusahaan atau meminimumkan biaya
modal.
PECKING ORDER HYPOTHESIS
Jika terjadi asimetri
informasi antara investor eksternal dengan pihak dalam perusahaan (insider) dimana pihak luar kurang mendapatkan informasi mengenai prospek dan risiko perusahaan dibandingkan pihak dalam maka pihak luar akan berusaha menafsirkan perilaku manajer termasuk dalam keputusan struktur modal. Sinyal berupa penerbitan saham ditafsirkan harga saham sudah terlalu tinggi sehingga akan terjadi underpricing pada saham baru yang
diterbitkan perusahaan. Jadi dari sudut
pandang perusahaan mendapatkan dana dengan
cara menerbitkan saham baru akan lebih mahal
dibandingkan menggunakan dana sendiri. Mamduh (2004) menyatakan bahwa
penggunaan utang yang tinggi dapat juga ditafsirkan sebagai sinyal dari manajer mengenai keyakinan akan prospek perusahaan
HIPOTESIS
H1 :
Sesuai dengan hipotesis Pecking Order, profitabilitas berpengaruh negatif terhadap struktur modal
H2 :
Sesuai dengan hipotesis Pecking Order, kesempatan investasi berpengaruh positif terhadap struktur modal
H3 : Sesuai
dengan hipotesis Pecking Order, ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap struktur modal
Istilah leverage
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva atau dana yang
mempunyai beban tetap untuk memperbesar tingkat penghasilan bagi
pemilik perusahaan. Tingkat leverage
dapat diukur dari besarnya sumber dana hutang yang
digunakan perusahaan dalam struktur modalnya Rumus yang
digunakan adalah Total Debt to Total Assets (TDTA).
TDTA
= Hutang total / Aktiva total Profitabilitas
Karena
adanya biaya-biaya seperti biaya asimetri informasi dan biaya kebangkrutan
pada penggunaan dana eksternal maka
penggunaan dana milik sendiri (laba
ditahan) oleh perusahaan dianggap lebih murah. Karena itu perusahaan
yang mampu mendapatkan keuntungan yang tinggi
(profitable)
akan cenderung banyak memanfaatkan dana
sendiri untuk keperluan investasi. Tingkat hutang perusahaan yang profitable
dengan demikian akan semakin rendah. Jadi
tingkat hutang dan tingkat profitabilitas, yang sama-sama diukur dengan
aktiva, dianggap berhubungan negatif. Profitabilitas pada penelitian ini diukur
dengan rasio ROA.
Kesempatan Investasi
Bagi perusahaan, kesempatan untuk bertumbuh
atau melakukan investasi akan meningkatkan kebutuhan akan dana.
Ini berarti, di samping dana internal yang tersedia, diperlukan juga
tambahan dana yang berasal dari luar perusahaan termasuk
hutang.
Hubungan positif antara kesempatan investasi
dengan hutang dapat diharapkan terjadi dalam model Pecking
Order khususnya jika rasio hutang diukur dengan nilai buku, bukan nilai
pasar (Benito, 2003). Kesempatan investasi
diukur dengan pertumbuhan aktiva yang
dirumuskan:
dAt/At = (At - At-1)/At. Ukuran
Perusahaan
Model Pecking Order memprediksi
perusahaan dengan volatilitas arus kas bersih memiliki
tingkat leverage yang lebih kecil. Sebagaimana
dalam Fama and French (2002), volatilitas dapat dilihat dari
ukuran perusahaan dimana semakin besar perusahaan maka semakin kecil
volatilitas arus kasnya. Perusahaan besar cenderung
terdiversifikasi sehingga menurunkan risiko kebangkrutan dan
pada gilirannya akan meningkatkan kapasitas hutang.
Hubungan
antara ukuran perusahaan dan tingkat leverage
secara teoritis tidak jelas, tergantung
untuk proksi apa ukuran perusahaan tersebut
(Wiwattanakantang, 1999). Ukuran perusahaan sebagai
proksi dari volatilitas arus kas diukur dengan logaritma
natural dari nilai buku aktiva. Ukuran perusahaan diprediksi
berhubungan
Obyek Penelitian
Obyek Penelitian
Obyek
penelitian dilakukan pada saham emiten
syariah yang terdaftar pada Jakarta Islamic Index selama periode
2001 sampai dengan 2004. Pengambilan sampel
menggunakan teknik purposive sampling. Perusahaan yang dijadikan sampel merupakan perusahaan yang memenuhi kriteria berikut (Hamzah, 2005): (1) Saham emiten yang halal berdasarkan ketentuan syariah, kehalalan suatu saham disahkan oleh Dewan Pengawas Syariah. (2) Saham-saham tersebut terdaftar
di Jakarta
Islamic Index. (3) Perusahaan masuk 30 besar dalam Jakarta
Islamic Indeks minimal 3 kali dari
periode Januari 2001 sampai Desember 2004. (4)
Perusahaan emiten menerbitkan laporan
keuangan tahunan selama periode Jan
uari 2001 sampai Desember 2004.
Data
variabel-variabel keuangan perusahaan diperoleh
dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dan JSX
Watch. Dengan kriteria tersebut didapatkan 29 perusahaan
Analisis Data
F-test dan t-test digunakan untuk
menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama dan secara parsial. Model pengujian variabel-variabel profitabilitas, kesempatan investasi dan ukuran perusahaan dapat ditunjukkan sebagai berikut:
Y = o+ 1X1 + 2X2 + 3X3 + e
Notasi:
Y = leverage
o = konstanta
i, 2, 3 = koefisien
variabel independen
X1 = variabel profitabilitas
X2 = variabel kesempatan investasi
X3 = variabel ukuran perusahaan
e = kesalahan penganggu
HASIL
Dalam analisis regresi
berganda terdapat beberapa asumsi klasik
yang melandasinya. Pengujian dilakukan
untuk memastikan terpenuhinya
asumsi-asumsi tersebut. Model regresi mengasumsikan
normalitas distribusi data residual. Uji normalitas dapat
dilakukan menggunakan uji Kolmogorof-Smirnov.
Hasil uji yang dilakukan menunjukkan
bahwa data residual berdistribusi normal.
Untuk pengujian multikolineritas menunjukkan
bahwa model tidak terjadi
Gujarati
(2003) menyatakan bahwa tidak semua asumsi klasik berlaku untuk
setiap tipe data Masalah autokorelasi yakni
korelasi antar anggota dapat terjadi pada data runtut waktu (time series) atau pada data cross
section. Penelitian ini menggunakan tipe data kombinasi cross section dan time series atau
disebut pooled data sehingga tidak dilakukan
uji autokorelasi. Masalah heteroskedastisitas dapat terjadi
bila variance
dari
residual satu pengamatan ke pengamatan lain
tidak sama. Uji Glejser yang
digunakan untuk menguji heteroskedastisitas
dilakukan dengan cara meregresikan absolute residual
terhadap variabel independen. Hasil
regresi menunjukkan tidak ada variabel
independen yang signifikan mempengaruhi variabel dependen maka
disimpulkan bahwa model regresi memenuhi
asumsi homoskedastisitas.
Pengujian
secara simultan sebagaimana terdapat pada Tabel
1 menunjukkan bahwa pada taraf signifikansi 5%
variabel-variabel yang digunakan bersama-sama
mempengaruhi struktur modal secara
signifikan atau dengan kata lain model regresi
dapat digunakan untuk memprediksi struktur
modal. Persamaan regresi yang terbentuk adalah
sebagai berikut:
LEVERAGE = -0,571 –
0,004 PROFITABILITY – 0,128 INVESTMENT
OPPORTUNITY + 0,074 LnASSETS
PEMBAHASAN
Variabel kesempatan
investasi yang diwakili dengan ukuran
pertumbuhan aktiva ditemukan tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Hasil ini tidak mendukung teori Pecking Order. Temuan ini juga tidak konsisten dengan Fama dan French (2002), Benito (2003). Perbedaan ini kemungkinan disebabkan karena jumlah sampel yang relatif kecil dan periode penelitian yang pendek. Fama dan French (2002) menggunakan sampel perusahaan Amerika Serikat dari tahun 1965 sampai 1997. Sedangkan Benito (2003) menggunakan sampel sejumlah 366 perusahaan dengan 3561
pengamatan.
Variabel logaritma natural total
aktiva ditemukan berpengaruh positif terhadap struktur modal.
Arah hubungan yang didapatkan diantara keduanya
adalah positif, sesuai dengan prediksi teori Pecking Order bahwa
semakin besar ukuran perusahaan (yang
menunjukkan semakin kecilnya fluktuasi
pendapatan dan arus kas) maka akan semakin
besar pula kemampuan perusahaan mendapatkan
hutang.
KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini bertujuan
untuk menguji berlakunya teori Pecking Order di
Indonesia dengan studi kasus pada emiten syariah tahun 2001
hingga 2004. Variabel-variabel yang digunakan
dalam penelitian ini sebagian besar
memberikan hasil yang konsisten dengan
prediksi teori Pecking Order. Variabel-variabel
tersebut adalah profitabilitas dan ukuran
perusahaan. Dengan semakin tingginya tingkat
keuntungan perusahaan-perusahaan yang terdaftar
pada Jakarta Islamic Index
semakin rendah tingkat hutang yang
dimiliki perusahaan. Ukuran perusahaan yang
besar yang ditunjukkan dengan nilai aktiva
memberikan akses yang lebih besar bagi perusahaan-perusahaan pada Jakarta
Islamic Index tidak ditemukan berpengaruh
signifikan terhadap variabel terikat (leverage).
Secara umum hasil penelitian ini memberikan
dukungan atas berlakunya Pecking
Order Theory di Indonesia.
Saran
Keterbatasan penelitian
ini antara lain pada sedikitnya sampel dan
jumlah observasi yang digunakan. Metodologi
serta variabel yang dipakai masih terbatas dan
sedikit. Penelitian berikutnya dapat
mengembangkan metodologi yang lebih sesuai
untuk karakteristik pasar modal Indonesia. Variabel-variabel
yang dipakai dapat ditambah termasuk
ukuran-ukuran yang digunakan sebagai proksi
variabel tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Djakman, C D and
Gina H. 2001. Pengujian Pecking Order
Hypothesis pada emiten di Bursa Efek Jakarta
1994 dan 1995. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia,
Vol. 4 No. 3, 303-313.
Fama, E.F. and
Kenneth R. 2002. Testing Trade Off Predictions
About Dividends and Debt. Review of
Financial Studies Vol. 15, pp. 1-33
Frank,
M Z and Vidhan K. G. 2005. Trade Off And Pecking Order Theories Of Debt. Center For Corporate
Governance. Tuck School Of Dart Mouth.
Ghos, A and Chai,
F 1999. Capital Structure: New Evidence of
Optimality And Pecking Order Theory. American Business Review, Vol. 17 Iss. 1, pp.
32- 39.
Hamzah, A. 2005.
Analisa Ekonomi Makro, Industri dan
Karakteristik Perusahaan Terhadap Beta Saham
Syariah. Proceeding Simposium Nasional Akuntansi VIII,
KAKPM 23.
Mamduh, H, 2004. Manajemen Keuangan.
UPP AMP YKPN Jogjakarta
Mutamimah. 2003.
Analisis Struktur Modal Pada Perusahaan-perusahaan
Non Finansial yang Go Public di Pasar
Modal Indonesia. Jurnal Bisnis dan Strategi, Vol.
11 Th. VIII.
Nasruddin. 2004.
Faktor-faktor yang Menentukan Keputusan Struktur
Modal: Studi Empirik pada Perusahaan Industri
Farmasi di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Akuntansi dan Investasi Vol.
5, No. 1, pp. 47-62
Sartono, A. 1998. Manajemen
Keuangan. BPFE Jogjakarta.
Wiwattanakantang, Y.
1999. An Empirical Study on The Determinants of The Capital
Structure of Thai Firms. Pacific Basin Finance Journal, Vol. 7, pp. 371-403
EmoticonEmoticon