Pengaruh
Kondisi Keuangan, Ukuran Perusahaan, Audit Lag, dan Debt Default Terhadap
Pemberian Opini Audit Going Concern Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh kondisi keuangan, ukuran
perusahaan, audit lag, dan debt default terhadap pemberian opini audit going
concern pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jenis
penelitian ini adalah penelitian sebab akibat dan jenis data yang digunakan adalah
data kuantitatif. Data diperoleh dari hasil publikasi Bursa Efek Indonesia
mengenai laporan keuangan dan tahunan, laporan auditor independen, serta
jurnal, buku referensi, internet dan literatur ilmiah yang berhubungan dengan
penelitian. Metode pengumpulan data penelitian adalah metode dokumentasi.
Metode analisis yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif dan regresi
logistik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi keuangan dan ukuran
perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pemberian opini audit
going concern, audit lag berpengaruh positif tetapi tidak signifikan signifikan
terhadap pemberian opini audit going concern dan debt default bepengaruh
positif dan signifikan terhadap pemberian opini audit going concern.
Kata kunci : kondisi keuangan,
ukuran perusahaan, audit lag, debt default, opini audit going concern.
ABSTRACT
The purpose of this study is to
obtain the empirical evidence about the effect of financial condition, firm
size, audit lag, and debt default on the going concern opinion of public
companies listed in Indonesian Stock Exchange. The type of this study is causal
research and the type of data is quantitative. Those are obtained from the data
published by Indonesian Stock Exchange about financial statement and annual
report, independent auditor’s report, journal, reference books, internet, and
scientific literature related to this study. Collecting data is documentation
method. The analysis methods used is descriptive statistics and multivariate
logistic regression. The result of this study shows that financial condition
and firm size have a significant negative effect on the going concern opinion,
audit lag has positive effect but not significant on the going concern opinion
and debt default has a significant positive on the going concern opinion.
Keyword : financial
condision, firm size, audit lag, debt default, going concern opinion.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Krisis global
yang terjadi akibat jatuhnya Lehman Brothers pada tahun 2008 berdampak pada
iklim investasi di Indonesia. Para investor asing pada masa itu menjual saham
yang dimilikinya di Indonesia dan mengkonversi hasil penjualan saham tersebut
ke dolar yang mengakibatkan terjadinya depresiasi nilai rupiah. Hal ini sesuai
dengan data Bank Indonesia yang menunjukkan bahwa nilai rupiah mencapai Rp.
12.150 per Dolar AS pada November 2008. Hal ini diperparah dengan turunnya
ekspor Indonesia sebesar 11,09% yang mengakibatkan laju pertumbuhan ekonomi
Indonesia menurun (BPS, 2008). Di tengah krisis tahun 2008,
perusahaan-perusahaan tetap dituntut untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya
(going concern).
Going concern
merupakan asumsi yang menganggap bahwa perusahaan akan terus beroperasi di masa
yang akan datang (Arens, et al., 2008:66). Kelangsungan hidup perusahaan selalu
dihubungkan dengan kemampuan manajemen dalam mengelola perusahaan agar bertahan
dalam persaingan global. Pihak manajemen akan berusaha keras meyakinkan para
investor baru untuk berinvestasi, dan mempertahankan investor yang lama untuk
tetap berinvestasi pada perusahaan mereka (Wibisono, 2013). Going concern
dinilai oleh seorang auditor dari luar perusahaan yang sering disebut auditor
independen. Auditor bertugas untuk mengaudit laporan keuangan yang dibuat oleh
manajemen perusahaan. Beberapa hal yang menyebabkan auditor memiliki kesangsian
atas kemampuan entitas dalam mempertahankan.
kelangsungan
hidupnya adalah kerugian operasi ataupun kekurangan modal kerja yang berulang,
ketidakmampuan perusahaan dalam membayar kewajiban, adanya bencana yang tidak
dijamin oleh asuransi seperti gempa bumi, banjir dan lain sebagainya serta
masalah pengadilan dan perundang-undangan yang dapat membahayakan entitas dalam
beroperasi (Arens, et al., 2008:66). Ketika auditor menyangsikan kemampuan
perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka pada laporan audit
yang terdapat pada laporan keuangan dicantumkan paragraf penjelasan yang
menguraikan ketidakpastiaan tentang kelangsungan usaha atau sering disebut
opini going concern (Arens, et al., 2008:67). Perusahaan yang mendapat opini
going concern akan berdampak pada kurangnya kepercayaan publik terhadap
perusahaan sehingga investor dan kreditur enggan untuk menanamkan modalnya.
Kekurangan modal akan mengakibatkan kegiatan operasional perusahaan terganggu
yang kemudian dapat mempercepat masa kebangkrutan.
Keadaan ini
yang menjadi pertimbangan para investor dan kreditur dalam berinvestasi sebab
perusahaan yang bangkrut tidak mampu memberikan return yang diharapkan oleh
para investor. Akibatnya audior akan menghadapi dilema untuk memberikan opini
going concern karena perusahaan akan menjadi semakin lesu. Hal ini disebut
‘self fulfilling prophecy’ (Purba, 2009:79). Opini going concern juga akan
berdampak pada kemunduran harga saham (Lin, et al., 2009). Dan pada akhirnya,
menurut Kep-308/BEJ/07-2004 perusahaan yang mendapat opini going concern
kemungkinan besar akan di-delisting dari Bursa Efek Indonesia dengan tetap
mempertimbangkan kemungkinan perusahaan dapat memperbaiki kinerjanya di tahun
berikutnya (www.idx.co.id). Ketika didelisting, perusahaan tidak dapat memasarkan
sahamnya ke publik. Contoh perusahaan yang pada tahun 2012 di-delisting akibat
tidak memiliki kemampuan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya adalah
Katarina Utama Tbk dan Surya Inti Permata Tbk.
Melihat dampak yang timbul akibat terganggunya
kelangsungan usaha perusahaan, tidak jarang pihak manajer perusahaan akan
mengubah laporan keuangannya. Hal ini dilakukan untuk memperlihatkan kinerja
yang baik agar kegiatan operasional perusahaan tidak terganggu. Salah satu
contohnya adalah kasus Enron yang memanipulasi laporan keuangan yang
bekerjasama dengan KAP Arthur Enderson dimana melakukan pencatatan pendapatan
yang tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya.
Auditor
membutuhkan jangka waktu dalam melakukan audit laporan keuangan. Ketika auditor
membutuhkan jangka waktu yang lama dalam mengaudit perusahaan, maka perusahaan
tersebut kemungkinan menerima opini going concern. Hal ini menunjukkan bahwa
auditor membutuhkan pengujian yang lebih mendalam mengenai ketidakpastian
perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan perusahaan agar tidak terjadi
salah pelaporan yang merugikan banyak pihak termasuk auditor sendiri yang
mempertaruhkan citranya (Lennox, 2002). Pengeluaran opini going concern oleh
auditor terhadap perusahaan menunjukkan bahwa kondisi keuangan perusahaan yang
diaudit mengalami kesulitan. Kondisi keuangan menggambarkan tingkat kesehatan
perusahaan secara nyata. Pada perusahaan yang sakit, banyak ditemukan indikator
masalah going concern (Ramadhany, 2004). Perusahaan melakukan pinjaman untuk
memenuhi kebutuhan dana yang digunakan untuk menjalankan kegiatannya.
Pinjaman ini
merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaaan pada saat jatuh tempo
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Ketika perusahaan gagal
memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo maka perusahaan dalam keadaan
default yang kemudian akan memperkuat perusahaan untuk mendapatkan opini going
concern (Chen dan Church, dalam Ramadhany, 2004). Perusahaan memiliki aset yang
dapat digunakan dalam kegiatan operasional dan juga untuk memenuhi kewajiban
yang jatuh tempo. Perusahaan dengan total aset yang tinggi dapat dikategorikan
sebagai perusahaan besar. Perusahaan besar cenderung lebih stabil karena
memiliki sumber daya yang lebih memadai sehingga kesulitan yang dialami hanya
bersifat temporer (Ohlson, 1980). Banyak perusahaan di Indonesia yang telah
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dimana masyarakat dapat menjadi pemilik
perusahaan dengan membeli saham yang ditawarkan oleh perusahaan yang bersangkutan.
Adapun
perusahaan yang terdaftar di BEI adalah perusahaan yang bergerak di sektor
agriculture, mining, basic industry and chemicals, miscellaneous industry,
consumer goods industry, property-realestate-and-building construction,
infrastructure-utilitiesand-transportation, finance,
trade-services-and-investment. Peneliti memilih seluruh sektor pada perusahaan
di BEI karena peneliti berharap hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada
seluruh sektor perusahaan di BEI.
NB : Jika Sobat Ingin Skripsi ini secara lengkap,
tulis coment dibawah ya, Terima Kasih ^^